Berkat Embung dan JIT, Lahan Marginal Berubah Jadi Produktif

Keberadaan embung dan saluran irigasi tersier sangat diharapkan masyarakat agar lahan marginal dapat dimanfaatkan. Itu sebanya, Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (Ditjen PSP) setiap tahun terus membangun sarana embung dan rehabilitasi jaringan irigasi tersier (RJIT).

Selama tahun 2018, Ditjen PSP telah membangunkan 399 unit embung pertanian dan merehabilitasi 134.475 hektare (ha) JIT. Kegiatan ini dilakukan secara swakelola oleh kelompok tani atau Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA) dengan dana Rp120 juta/unit untuk embung dan Rp1,1 juta/ha untuk RJIT.

Tiga sarana air tersebut berada di Kabupaten Bondowoso, yaitu dua unit embung di Desa Cangkring, Kecamatan Prajekan dan rehabilitasi jaringan irigasi tersier di Desa Sempol, Kecamatan Prajekan.

“Embung di sini sudah dimanfaatkan oleh petani. Dibantu pompa, Alhamdulilah sekarang sudah bisa ditanami jagung minimal 2 kali setahun,” tutur Mantri Tani Kecamatan Prajekan, Bagus ketika menemani Kasubdit Iklim Konservasi Air dan Lingkungan Hidup, Ditjen PSP, Andi Halu,  pekan lalu.

Bagus menuturkan, dibangunnya embung di Desa Cangkring juga untuk memfasilitasi pengairan yang sempat terputus karena DAM Pluncong yang jebol. Padahal, DAM ini diandalkan untuk mengairi Desa Cangkring seluas 200 ha dan Desa Walidono seluas 200 ha. “Selama 1 tahun (2017), petani tidak bisa bertanam karena memang tidak ada airnya,” tukas Bagus.

Dengan adanya embung, permasalahan pengairan di Desa Cangkring kini bisa diselesaikan. Bahkan, embung di Desa Cangkring yang dikelola HIPPA Unggul — yang memiliki kapasitas tampung 500 meter kubik — memiliki solar cell. “Memang sebelumnya sudah ada untuk memompa air bersih. Tapi sayang sekali sering terbuang dan hanya bisa mengalir kalau siang hari,” paparnya.

Sebelumnya, luas pertanaman hanya sekitar 25 ha. Namun, kini sudah seluas 45 ha lahan yang bisa ditanam. Embung lainnya di Desa Cangkring, yang dikelola Kelompok Tani Cangkring Jaya 5, berada di lintasan sungai.

“Di sini bisa sampai 3 kali tanam setahun. Padi-Padi-Jagung atau Padi-Padi-Padi. Pokoknya petani semakin antusias adanya embung ini,” bebernya.

Dahulu, hanya 15 ha lahan yang bisa tertanami. Namun, sekarang sudah 35 ha yang tertanam dan terlayani aliran air. Sedangkan untuk Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier di Desa Sempol, Bagus menuturkan dilakukan swakelola oleh HIPPA Sido Mulyo dengan panjang saluran 130 meter.

Ditambahkan Bagus, penggiliran air yang masuk ke jaringan irigasi tersier dilakukan dengan aturan 8 hari mengalir, 2 hari mati. “Alhamdulilah, dengan bantuan pompa, meskipun air mati, petani masih bisa memasukkan air ke irigasi,” papar Bagus.

JIT tersebut bisa mengairi sawah dengan luasan 90-105 ha. “Daerah Irigasi (DI) yang mengalir ke sini adalah DI Sampean Baru,” tuturnya.

Andi Halu mengapresiasi embung dan RJIT yang sudah dibangun dan dirasakan manfaatnya di Kabupaten Bondowoso. “Bisa menaikkan 1 kali IP dari yang hanya sekali menjadi 2 kali IP dalam setahun, bahkan bisa juga 3 kali,” tuturnya.

Tinggal bagaimana masyarakat dan pengelola embung bisa merawat infrastruktur air ini agar bisa semakin optimal dalam pemanfaatannya untuk pertanian.

Banpem atasi kemarau

Sementara itu, Poktan Tani Makmur, Desa Terong, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, merasa optimis bahwa kebun coklatnya seluas 15 ha akan tumbuh dengan baik dan menghasilkan produksi yang cukup signifikan karena bantuan pemerintan (Banpem) berupa uang untuk membeli pompa dan perlengkapan lainnya.

Selama ini, mereka mengandalkan air hujan untuk kebun kakao. Pada saat musim kemarau, kebunnya mengalami kekeringan. Untuk mengatasi masalah ini, Dinas Pertanian Pangan, Perikanan dan Kelautan serta Dinas Perkebunan Propinsi DIY mengajukan usulan bantuan kepada Kementan.

Bantuan pemerintah berupa uang yang dikelola sendiri oleh kelompok tani ini dibelanjakan untuk pembelian pompa dan perlengkapannya, pembangunan rumah pompa, bak tampung air dan jaringan irigasi berupa pipa.

Ketua Poktan Tani Makmur, Sugiono mengatakan, selama ini petani mengandalkan air hujan untuk mengairi tanaman kakao. Pada musim kemarau, banyak tanaman yang mengalami stress, bahkan banyak yang kering dan mati, hingga mempengaruhi pertumbuhan dan produksinya.

Padahal, ada sumber mata air yang dependable flow aman sepanjang tahun, tapi letaknya di bawah. Dengan Banpem irigasi perpompaan ini, tanaman tidak lagi mengalami kekurangan air dan tanaman tumbuh dengan baik.

Di Dusun Blimbing, Desa Umbulrejo, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunung Kidul, Poktan Marsudi Tani berhasil memanfaatkan bantuan pemerintah irigasi perpompaan dengan mengambil air dari sumber air Goa Gremeng dengan pompa submersible (pompa celup), generator 3.000 watt, bak tampung air, dan pipa sepanjang 1 km untuk mengairi tanaman Kakao seluas 25 ha.

Dengan instalasi irigasi pompa itu, mereka yakin akan berhasil karena air tersedia sepanjang tahun. Keberhasilan ini memunculkan rencana membangun desa pariwisata kebun kakao. PSP