Kebijakan tataniaga impor daging sapi ternyata tak pernah sepi dari masalah. Bahkan, Kementerian Pertanian kabinet baru Presiden Joko “Jokowi” Widodo pagi-pagi sudah membuat blunder. Alih-alih ingin menunjukkan kemampuan pasok daging di dalam negeri, permentan baru soal tataniaga impor daging diprotes keras importir. Buntutnya, Menteri Pertanian memerintahkan Dirjen Peternakan merevisi aturan yang belum seumur jagung itu.
Entah apa yang jadi pertimbangan Menteri Pertanian Amran Sulaiman ketika meneken Permentan Nomor 139/Permentan/PD.410/12/2014 tentang Pemasukan Karkas, Daging dan/atau Olahannya ke dalam Wilayah Negara Republik Indonesia pada 24 Desember 2014. Yang jelas, aturan baru tersebut memang luar biasa. Mengapa? Ini alasannya.
Sesuai dengan Permentan 139/2014, yakni pasal 7 butir (a), karkas, daging dan atau olahannya yang boleh diimpor harus memenuhi persyaratan jenis. Nah, bicara jenis, maka daging yang boleh diimpor — sesuai dengan bunyi pasal 1 ayat 4 — tak lain adalah daging potongan primer (prime cut), daging variasi (variety/fancy meats) dan daging industri (manufacturing meat).
Bagaimana dengan potongan sekunder (secondary cut), yang selama ini banyak, kalau bukan mayoritas, diimpor pengusaha? Juga bagaimana nasib jeroan alias offal? Karena tak ada dalam aturan tersebut, maka status kedua jenis daging tersebut haram diimpor!
Inilah yang memicu protes dan keberatan importir. Direktur Eksekutif Asosiasi Importir Daging Indonesia (Aspidi), Thomas Sembiring mempertanyakan alasan pemerintah melarang impor daging sekunder dan jeroan. Pasalnya, pasokan daging lokal sulit diperoleh, meski pemerintah selalu bilang tersedia. “Kalau begini, harga daging pasti naik. Pasok lancar saja harga naik dan mahal, apalagi pasok kurang,” tandasnya. Itu sebabnya, dia minta aturan yang belum seumur jagung itu ditinjau lagi.
Yang menarik, kalangan importir kabarnya juga sudah menemui Mentan. Dalam pertemuan itu, Amran diberitahu dampak dan gejolak yang bakal terjadi jika daging sekunder terlarang impor pada saat pasok lokal tak tersedia. Apalagi, kebutuhan daging ini juga besar. Mentan pun akhirnya meminta Ditjen Peternakan melakukan kajian.
Saat dikonfirmasi, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Syukur Iwantoro mengakui pihaknya sedang melakukan revisi. “Ya kita sedang perbaiki, terutama soal impor secondary cut dan jeroan,” ujarnya. Hanya saja, entah karena merasa pasok lokal bakal mampu atau alasan lain, impor daging secondary maupun jeroan akan dibuka dalam kondisi darurat saja. Yang pasti, aturan main ini bakal menguntungkan importir sapi maupun daging yang sudah memegang stok. AI