Jeritan peternak ayam kecil soal tingginya harga jual bibit ayam dan rendahnya harga daging ayam di pasar, sehingga mereka seringkali mengalami kerugian, akhirnya ditanggapi pemerintah. Mulai pertengahan April lalu, Kementerian Perdagangan mengeluarkan aturan terkait pasok bibit ayam atau day old chicken (DOC) dan impor bibit indukan ayam atau grand parent stock (GPS).
Melalui Surat Edaran Menteri Perdagangan Nomor 644 tahun 2014 tentang harga penjualan DOC di tingkat peternak, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi membatasi harga jual DOC maksimal Rp3.200/ekor dan memangkas produksi DOC hingga 15%.
“Kebijakan ini dilakukan agar harga DOC dan harga daging ayam serta distribusinya berjalan dengan adil atau terjadi keseimbangan,” ujar Lutfi, akhir pekan lalu.
Menurutnya, peternak ayam kelas usaha kecil saat sekarang ini mengalami kesulitan akibat tidak imbangnya antara harga jual DOC dengan harga daging ayam di pasaran. Jika hal ini dibiarkan, maka akan memicu kerusakan di peternakan lokal.
“Keinginan pemerintah adalah agar harga stabil, tetapi jika ada kekuatan lain yang berusaha menghalanginya, kita juga perlu mengambil tindakan,” kata Mendag.
Dia juga menegaskan, pengurangan pasokan bibit ayam berumur sehari atau DOC sebesar 15% masih akan terus berlanjut karena berdasarkan informasi yang diperoleh Kementerian Perdagangan (Kemendag), saat ini biaya produksi yang dikeluarkan oleh peternak rakyat masih di atas harga jual.
Muhammad Lutfi mengatakan, harga jual ayam dari peternak lebih rendah hingga Rp3.000-Rp 4.000/kg hidup dibandingkan biaya produksinya yang mencapai Rp15.000-Rp18.000/kg hidup. “Itu bahaya, kasihan (peternak) karena besar dampaknya,” ujar Lutfi.
Dengan kondisi tersebut, para pedagang pun mengalami kesulitan dalam memasarkan produk ayamnya. Kemendag sendiri mengharap harga ayam stabil sehingga tidak merugikan peternak rakyat. Bahkan, Lutfi bilang jika ini tidak segera diselesaikan akan mengakibatkan Indonesia tergantung kepada impor.
Menyelamatkan
Pernyataan Mendag juga diperkuat oleh Wamendag Bayu Krisnamurthi. Menurutnya Bayu, aturan tersebut dikeluarkan untuk menyelamatkan peternakan rakyat yang dalam tiga tahun terakhir mati segan hidup tak mau.
“Mereka biasanya rugi 7 bulan, untung 5 bulan. Kita ingin sekarang tidak terlalu besar ruginya sehingga tidak harus menaikan harga terlalu tinggi pada saat musim permintaan seperti saat Ramadhan atau lebaran,” ujarnya.
Dia juga menyebutkan, ketentuan yang ada dalam Surat Edaran Mendag Nomor 644 tersebut dibuat berdasarkan kesepakatan pihak-pihak terkait. “Ketentuan itu dibuat berdasarkan kesepakatan, bukan hanya ketentuan pemerintah, tetapi juga dengan pelaku usaha, yaitu harga DOC akan ditentukan Rp3.200 dan pasokan DOC akan dikendalikan sebesar 15% per minggu (pengurangan pasok DOC),” paparnya.
Menurut Bayu, DOC yang berkembang di Indonesia saat ini sebagian besar berasal dari indukan impor sehingga perlu pengendalian melalui dua langkah kebijakan.
“Supaya adanya kepastian harga, bisa kami hitung dengan jumlah dan harga DOC impor, itu sudah cukup. Jadi, bentuknya lebih kepada surat dari Kemendag kepada para industri, kami mengatakan angka itu dan disepakati bersama. Itu langkah pertama,” lanjutnya.
Sedangkan langkah kedua adalah mengendalikan GPS yang masuk ke Indonesia, ungkapnya. Selain itu, Kemendag juga akan meminta adanya pengurangan suplai DOC ke pasar sebesar 15% ketika terjadi over supply.
Ketentuan yang tertera dalam SE Menteri Perdagangan itu, ungkapnya, sudah mulai diterapkan oleh para pelaku usaha di dalam negeri. Namun, untuk meyakinkan kalau aturan tersebut dipatuhi dengan baik, Kementerian Perdagangan juga telah mengirimkan pengawasnya ke sentra-sentra peternakan ayam.
“Agar mereka melakukan pengurangan, kita pastikan dengan mengirim tim ke peternakan di Bandung dan Surabaya supaya mereka mengikuti. Tim ini dikirim pada Rabu dan Sabtu (3/5),” jelas Bayu.
Naik bertahap
Bayu Krisnamurthi mengatakan, kebijakan penurunan harga DOC dan pembatasan produksi DOC diperkirakan bakal berdampak kenaikan harga daging dan telur ayam sebesar 1,5% pada Mei ini. Namun, jika sudah begitu, diharapkan peternak ayam tidak lagi menaikkan harga saat Ramadhan dan Idul Fitri secara signifikan.
“Kalau terjadi kenaikan harga yang wajar bagi peternak, maka tidak perlu menaikan harga pada saat lebaran. Jadi, inflasi lebih bisa terkendali, karena selama ini peternak mengambil untung secara tidak sehat,” katanya.
Seperti diketahui, laju inflasi di bulan-bulan menjelang hari raya keagamaan, seperti bulan Ramadhan, cukup tinggi. Hal itu antara lain dipicu oleh melonjaknya harga jual sejumlah komoditas pangan. Terutama daging ayam dan daging sapi yang memang pada saat itu memiliki tingkat permintaan yang tinggi dari konsumen.
Bayu mengakui kalau biaya produksi ayam pedaging juga dipengaruhi oleh harga pakan ternak. Namun, dia menilai dengan adanya aturan baru itu, di mana biaya produksi peternak akan berkurang setelah adanya penurunan harga DOC dan harga daging ayam yang lebih tinggi, peternak ayam akan mampu menutupi biaya produksi dari pakan ternak.
“Dengan adanya kenaikan harga daging ayam, maka biaya produksi pakan akan bisa diatasi peternak ayam lokal,” ucapnya. B Wibowo
Cukup Membantu Biaya Produksi
Sekjen Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT), Desianto Budi Utomo mengatakan, harga DOC memiliki bagian sekitar 30%-35% dari total biaya produksi. Sehingga, dengan pembatasan tersebut sangat membantu penghematan biaya produksi para peternak.
“Kami mengapresiasi langkah pemerintah mematok harga DOC Rp3.200/ekor. Ini bentuk empati ke peternak yang selama ini merugi. Karena harga DOC itu sekitar 30%-35% dari total production cost,” katanya pada Agro Indonesia.
Aturan patokan harga DOC juga diikuti dengan aturan pemangkasan pasokan DOC sebesar 15% yang membuat para peternak mengulur masa panennya. Meskipun, pada prinsipnya, hal ini tidak berpengaruh secara signifikan terhadap suplai pakan ternak.
Dijelaskan Desianto, biasanya per ekor ternak akan mengkonsumsi 2,5-3 kg hingga panen. Namun, dengan adanya pemangkasan suplai ini akan meningkatkan konsumi pakan hingga 3,5 kg/ekor. Hal ini akan berdampak pada peningkatan hasil panen ayam ras pada satu bulan.
Desianto menyebutkan, produksi bibit ayam atau DOC pada 2012 sekitar 1,8 miliar ekor/tahun. Pada 2013 produksi naik menjadi 2,2 miliar ekor/tahun, dan tahun ini diprediksi akan menyentuh 2,5 miliar ekor/tahun. Dengan kata lain, kisaran produksi sekitar 43 juta-46 juta ekor/minggu.
“Jumlah DOC akan lebih banyak lagi (dari tahun lalu). DOC ekspansinya luar biasa. Semua breeding farm ekspansi,” papar Desianto.
Masih menurut Desianto, peningkatan jumlah DOC ini akan diikuti dengan pergeseran ukuran bobot panen. Saat ini, panen biasanya dilakukan saat bobot 1,6 kg/ekor, tapi tahun ini angka tersebut akan bergerak menjadi 1,7-1,75 kg/ekor. Nantinya, harga DOC akan terkonsolidasi, akan tetapi harga live bird akan ada titik balik. E.Y. Wijianti