Bambang Soepijanto: Tahun 2024, Cicilan Pertama Harus Diterima

Ketua Umum Apkindo Bambang Soepijanto

Ketua Umum Asosiasi Panel Kayu Indonesia (Apkindo) Bambang Soepijanto akhirnya “buka puasa” dari sikap diam Apkindo, yang lebih memilih jalan sunyi dalam perjuangan asosiasi industri kayu lapis dan veneer ini untuk memperoleh kembali uang mereka — yang belum juga dibayar pemerintah. Uang asosiasi, yang disimpan dalam bentuk deposito dan giro di Bank Umum Nasional (BUN) sebesar 85 juta dolar AS, ikut dibekukan pemerintah ketika BUN menjadi bank beku operasi (BBO) saat krisis moneter menerjang tahun 1998.

Kini, di periode kedua Bambang memegang tampuk pimpinan Apkindo — setelah terpilih lagi dalam Munas IX Apkindo pada 23-24 November 2023 — mantan pejabat eselon I Kehutanan ini mulai menempuh strategi baru. “Kami akan gunakan media untuk mengkomunikasikan persoalan ini secara etis. Saya tidak ingin menjatuhkan siapapun. Tapi yang pasti, pemerintah dalam melaksanakan kehidupan berhukum yang baik, maka pemerintah juga harus mematuhi (hukum),” ujar Bambang dalam bincang-bincang dengan wartawan AgroIndonesia, Ali Akbar di Jakarta, Selasa (28/12/2023). Berikut petikan bincang-bincang tersebut.

Di periode kedua ini, apa program Apkindo yang akan Anda jalankan?

Ada beban yang tidak mulus saya lakukan di periode pertama saya terkait dengan piutang pemerintah terhadap Apkindo, yakni uang Apkindo yang tertahan di pemerintah sebesar Rp2,1 triliun. Piutang itu baru menemukan clue-nya di triwulan I-2023 ketika Bapak Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) (Mahfud MD) memberikan pencerahan, bahwa sudah ada arahan Presiden untuk penyelesaian pemenuhan kewajiban negara atas keputusan-keputusan inkracht (berkekuatan hukum tetap) yang mengalahkan pemerintah. Ketika pemerintah kalah dan sudah inkrah, itu harus diselesaikan oleh tim pemenuhan kewajiban negara yang diketuai oleh Wakil Menteri Keuangan. Ketika saya terpilih lagi, maka ini jadi PR utama saya.

Saat bicara prediksi kondisi ekonomi 2024 yang agak suram di Munas, kita kan harus punya langkah penyelesaian persoalan ke depan. Dan tidak bisa dihindari, apapun imajinasi saya sebagai ketua, harus ada amunisi yang bisa saya gunakan untuk menjalankan rencana aksi. Nah, amunisi yang saya andalkan itu, ya dari pengembalian piutang pemerintah tadi. Oleh karena itu, tahun 2024 harus terjadi bahwa cicilan pertama yang disepakati oleh Menteri Keuangan dengan kami sebesar 28 juta dolar AS harus bisa kami terima.

Baca Juga:

– Apkindo Tagih Piutang ke Pemerintah Rp2,1 Triliun

 Dari Mana Datangnya Piutang Rp2,1 Triliun?

Sejak saya dilantik untuk periode kedua pun saya sudah bersurat lagi untuk kembali menghidupkan persoalan ini kepada Menko Polhukam. Artinya, kali ini, karena kami tidak pernah bicara di ruang-ruang publik untuk persoalan itu, kali ini mungkin boleh bicara di ruang publik bahwa ada sesuatu yang belum diselesaikan oleh pemerintah.

Berapa kesepakatan dengan Kemenkeu (dulu Departemen Keuangan) untuk pembayaran piutang ini?

Kalau merujuk pada kesepakatan 2016, dalam rupiahnya itu besarannya Rp2,1 triliun. Tapi itu kalau diselesaikannya mulai 2016 sampai 2020. Jika sampai hari ini belum dicicil, berarti akan ada kalkulasi ulang, dihitung kembali sesuai dengan kesepakatan dulu, di mana bunganya tidak full. Disepakati pembayaran bunganya tidak penuh 100%, tapi hanya 32,5% dari yang seharusnya. Itupun jumlahnya sudah Rp2,1 triliun. Makanya kemarin, termasuk ketua Dewan Penasehat (Martias, Red.) mengatakan, jika Wamenkeu sebagai ketua tim penyelesaian kewajiban negara memanggil kita, maka harus ada perhitungan baru. Nilainya pokoknya sama, tapi bunganya tidak sama.

Jadi sudah ada kesepakatan itu dengan Menkeu?

Sudah. Dalam sebuah berita acara (BA) kesepakatan antara tim menkeu dengan tim kita, termasuk perubahan BA karena Kemenkeu menurunkan bunganya — dan kita setuju juga — deal akhir dari BA itu akan ada cicilan mulai 2016 sebesar 28 juta dolar sampai 2020. Jadi 5 tahun. Artinya, kalau itu bisa dipahami oleh siapapun, termasuk pemerintah, kami itu bukan memaksa agar pemerintah membayar langsung semua. Ada tahapan yang sebesar 28 juta dolar per tahun sampai 2020. Apakah nanti pembayarannya dengan surat berharga, ya boleh saja.

Jadi, pemerintah itu harus melihat industri kayu, khususnya plywood dan veneer, persoalan yang dihadapinya sama dengan persoalan sektor-sektor lain. Ketika duit kami itu ada di pemerintah, maka bukan berarti pemerintah bisa bersikap “Ah dia sih kapan-kapan saja” atau “sektor lain dulu saja”. Tidak seperti itu. Harus sama. Karena kami kan juga tiang-tiang perekonomian negara. Kami berkomitmen sebagai penyumbang pertumbuhan, penyumbang devisa. Kami berkomitmen seperti itu sebagai pilarnya negara.

Jadi, ketika pemerintah punya kewajiban, ya tolong dirampungkan juga sesuai dengan kemampuannya. Kami juga sadar bahwa APBN tidak bisa dihabiskan untuk membayar piutang kami sekaligus, misalnya. Karena APBN itu juga kan harus memperhitungkan kewajiban-kewajiban negara terhadap pihak lain. Termasuk membayar piutang seperti ini.

Nah, itu yang utama kita akan dorong selesai sampai rampung. Paling tidak, di triwulan I-2024 itu sudah ada clearance dari Kemenkeu bahwa pembayaran 28 juta dolar AS itu bisa dilakukan. Baru hal-hal lain bisa kita lakukan.

Seberapa penting dana ini buat asosiasi?

Buat kami, tidak mungkinlah tanpa tambahan amunisi asosiasi ini bisa berkibar lagi. Seperti yang kami sampaikan di Munas bahwa dari 130-an perusahaan, yang aktif tinggal 44 dan yang lainnya terseok-seok. Kan tugas asosiasi untuk ikut menyehatkan kembali anggota secara bertahap. Mana yang prioritas. Apakah di Jawa, Sumatera atau Kalimantan. Kita hidupkan. Nah, overall kalau itu bisa turun (uang Apkindo), semua kawan-kawan yang kelelahan dari sisi modal akan kita bantu, karena itu juga uang mereka.

Bayangkan, setiap rapat kita tak bisa menyelesaikan persoalan tersebut. Sampai kemudian ada agenda yang sudah diketahui semua pihak, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan dan Kantor Menko Marves bahwa kita akan menghadirkan mesin bekas, yang masih bisa dipakai tentunya. Itu karena kami tak mampu membeli mesin baru. Artinya, ini harus menjadi yang utama buat asosiasi mengalirkan duit yang dari keuangan itu.

Bagaimana Anda melihat respons pemerintah terhadap penagihan Apkindo?

Saya laporkan di forum Munas bahwa kita sudah bersurat dua kali kepada Presiden, konsultasi dengan Menko Perekonomian, Kepala Staf Kepresidenan, Mensekab, juga Wakil Jaksa Agung. Itu semua sudah kita lakukan. Tapi belum ada tanggapan positif terhadap persoalan penyelesaian keputusan yang inkrah itu.

Nah, baru Menko Polhukam yang memberikan jawaban atas surat kami, yang mengatakan sesuai dengan arahan Presiden. Jadi, sudah ada arahan itu. Menko Polhukam pun membentuk tim penyelesaian kewajiban negara. Kami melihat ini sebagai goodwill pemerintah untuk menyelesaikan.

Jadi, tidak lagi ada permintaan membuat paparan seperti yang terjadi dengan Ditjen Pajak. Saya bilang, “Paparan apa lagi? Kan sudah inkrah.” Apalagi, sudah ada berita acara kesepakatan antara Apkindo dengan Kemenkeu. Jadi, harusnya kan kapan Keuangan membayar. Nah, sesuai jadwalnya harusnya tahun 2016 sampai 2020 sebesar 28 juta dolar per tahun. Itu saja. Bayangkan, 7 tahun tidak terealisir itu kan lama.

Bahkan saya bersurat ke Presiden tahun 2018 yang isinya mohon bantuan untuk menugaskan menteri keuangan menyelesaikan masalah ini. Menkeu tidak menanggapi. Yang menanggapi cuma satu, yakni Kepala Biro Advokasi Kemenkeu. Dia mengakui (soal piutang Apkindo), cuma penyelesaiannya harus dalam telaah. Saya jawab, telaah apa lagi? Karena tindak lanjut dari peraturan menkeu telah dibentuk tim, dan tim telah bertemu bersama-sama dan telah membuat BA. Bahkan tidak hanya satu BA. BA ini diperbaiki oleh BA lain sesuai dengan keinginan menkeu. Sayangnya, saat terjadi pergantian dari Menkeu Bambang Brodjonegoro ke Sri Mulyani, stop lagi. Saya jelaskan, ketika terjadi pergantian menteri kemudian tidak lanjut. Jadi, analisa apa lagi? Tidak ada.

Sekali lagi, Apakah Apkindo melihat ada goodwill pemerintah untuk membayar?

Dalam pertanggungjawaban saya di Munas, saya katakan ada goodwill pemerintah untuk menyelesaikan dan memenuhi kewajiban negara atas keputusan-keputusan inkrah yang pemerintah kalah. Hanya saja, tindak lanjutnya yang belum ada. Mungkin karena kami belum pernah bertemu dengan Menkeu. Pernah di kantor Menko Polhukam digelar pertemuan. Dirjen Pajak ada, tapi Wamenkeu tidak hadir. Itu sebabnya, satu-satunya jalan karena dulu yang menanggapi adalah Menko Polhukam, maka saya ingin bertemu dengan Pak Menko Polhukam.

Saya ingin sebelum berakhirnya pemerintahan ini bisa merampungkan kewajiban itu. Maka kami harus fight dengan cara yang lain. Antara lain dengan bertemu langsung dengan Menko Polhukam, juga diijinkan bertemu Menkeu atau Wamenkeu yang menjadi ketua.

Kita punya kewajiban bayar pajak, pemerintah pun harus membayar juga jika ada hak masyarakat yang harus dibayar. Sama lah. Kalau kata Menko Polhukam, “Itu lah kehidupan berhukum yang baik. Aturannya dibuat baik, pelaksanaannya pun harus baik.” AI

2 COMMENTS

Comments are closed.