Brexit Ancam Gerus Ekspor Kayu

Keputusan Inggris berpisah dari Uni Eropa (UE), yang disebut Brexit, bisa berimbas buruk terhadap ekspor produk kayu nasional ke Eropa. Melemahnya perekonomian Inggris akan memukul permintaan produk kayu. Padahal, Inggris merupakan pasar produk kayu tropis terbesar di Eropa. Akankah keunggulan Indonesia terkait pengesahan SVLK yang diakui sebagai lisensi FLEGT ke Uni Eropa menjadi sia-sia?

Keluarnya Inggris dari Uni Eropa (UE) pasca referendum Brexit pada 23 Juni memang belum berlaku efektif. Namun, keputusan itu langsung mengguncang perekonomian salah satu pentolan Uni Eropa ini akibat ketidakpastian yang ditimbulkan. Hal ini tercermin dengan rontoknya nilai tukar poundsterling ke titik terendah dalam 31 tahun begitu hasil referendum diketahui.

Terdevaluasinya pound jelas kabar buruk buat importir produk kayu di Inggris, karena harga pembelian menjadi lebih mahal. Tidak heran, Organisasi Kayu Tropis Internasional (ITTO) pun menyebut Brexit punya dampak siginifikan terhadap kayu tropis, mengingat sejauh ini Inggris adalah importir kayu tropis terbesar di Uni Eropa. Tahun 2015 saja, dari total nilai impor kayu tropis ke UE, pangsa Inggris mencapai 25%.

Buat Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI), asosiasi hasil peleburan ASMINDO dan AMKRI, pasar Inggris harus diwaspadai pasca Brexit. Resep generik yang disuarakan di tengah ketidakpastian yang ada tak lain: tingkatkan daya saing. “Itu jalan satu-satunya karena kita belum tahu kebijakan yang diambil Inggris,” ujar pengurus HIMKI, Abdul Sobur, Jumat (15/07/2016).

Ketidakpastian yang melemahkan ekonomi Inggris memang bisa buruk buat kinerja ekspor produk kayu Indonesia. Padahal, kinerja ekspor produk kayu nasional ke Inggris terus meningkat sejak 2014. Bahkan, berdasarkan data Sistem Informasi Legalitas Kayu (SILK) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), kinerja ekspor selama enam bulan pertama 2016 (Januari-Juni) ke Inggris senilai 288,24 juta dolar AS sudah mampu melampaui capaian ekspor selama 2015 sebesar 226,78 juta dolar AS. Impor produk kayu Inggris memang terus meningkat dari 720 juta euro (2011) menjadi 960 juta euro pada 2015.

HIMKI memang patut waspada. Pasalnya, sebagian besar pertumbuhan impor produk kayu Inggris menurut ITTO dalam bentuk furniture, yang datang dari Vietnam, Indonesia dan Malaysia. Nah, dalam jangka pendek dan menengah, ITTO menyebut kemungkinan terjadi pelambatan perdagangan. AI