Pandemi COVID-19 telah meningkatkan jumlah sampah plastik secara tajam. Kerja sama berbagai pihak secara holistik bisa menjadi kunci pengendalian sampah plastik hingga tidak menggangu tercapainya tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG’s).
“Covid-19 tidak hanya berdampak buruk pada kehidupan dan bisnis tahun ini saja, tetapi juga mengancam SDG’s yang diharapkan bisa tercapai pada 2030. Laporan Perkembangan kami juga menjadi pengingat bagi semua pemangku kepentingan untuk terus fokus menangani sampah plastik dengan cepat dan akurat,” kata Jacob Duer, Presiden dan CEO Alliance to End Plastic Waste dalam pernyataannya yang dikutip Agro Indonesia, Selasa (6/10/2020).
Alliance to End Plastic Waste (Alliance), adalah sebuah organisasi nirlaba global yang berfokus menjawab tantangan untuk mengakhiri sampah plastik di lingkungan. Organisasi itu merilis Laporan Perkembangan 2020 pada 3 September 2020 lalu tentang berbagai pencapaian yang telah dilakukan selama 18 bulan sejak organisasi tersebut dibentuk. Laporan Perkembangan tersebut juga mencakup berbagai inisiatif khusus di Indonesia mengenai pengurangan, pengumpulan, pengelolaan, dan pendaurulangan sampah plastik.
Mengutip laporan PBB, Alliance mengungkapkan, pandemi telah meningkatkan jumlah sampah plastik secara signifikan. Terutama untuk alat pelindung diri (APD) berbasis plastik sekali pakai seperti baju pelindung, masker, dan sarung tangan.
Pada saat yang sama, penutupan akses masuk serta keluar yang diberlakukan oleh banyak negara (lock down) telah menyebabkan peningkatan penggunaan kemasan dan wadah plastik untuk pembelian secara online. Misalnya, selama delapan minggu penutupan akses keluar masuk di Singapura, 5,7 juta penduduknya membuang 1.470 ton sampah plastik tambahan dari kemasan bungkus dan pengiriman makanan saja.
Menurut Alliance, peningkatan yang tak tertandingi dalam jumlah sampah plastik yang dihasilkan akan menghadirkan tantangan yang signifikan dalam mencapai beberapa Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB, khususnya SDG14 untuk menjaga laut tetap bersih dengan menghindari penggunaan plastik.
“Namun, kami yakin tantangan ini dapat diatasi jika kita semua bersama-sama mengidentifikasi, membuat, dan menerapkan solusi jangka panjang untuk krisis sampah plastik,” tulis Alliance.
Menurut Alliance, sampah plastik adalah masalah kompleks yang akan terus ada melampaui masa pandemi saat ini. Itulah sebabnya Alliance mengambil pendekatan holistik untuk menanganinya melalui empat pilar strategis yaitu infrastruktur, inovasi, pendidikan dan peran serta aktif, serta pembersihan.
“Di setiap area, kami berinvestasi dalam memahami lanskap lokal dan dengan mengintegrasikan keahlian kepemimpinan dan sumber daya industri, pemerintah, dan LSM, kami mengidentifikasi dan berinvestasi dalam berbagai proyek dan solusi di lapangan,” tulis Alliance.
Alliance menyatakan, di Indonesia organisasi itu memiliki sejumlah inisiatif yang sedang berjalan yang akan terus berlanjut setelah pandemi Covid 19 usai. Inisiatif Ini termasuk layanan pengelolaan sampah padat pertama di Jembrana, Bali yang mengumpulkan sampah, melakukan daur ulang, menciptakan lapangan kerja, membersihkan daerah dan meningkatkan taraf kehidupan masyarakat.
Pada 2022, proyek tersebut berupaya mengumpulkan 20.000 ton sampah per tahun, di mana 14% di antaranya diperkirakan merupakan sampah plastik.
Alliance juga melakukan Studi Kelayakan Daur Ulang Lanjutan di Bandung dan Mojokerto untuk menilai berbagai teknologi guna meminimalkan volume sampah plastik yang dibuang ke TPA atau untuk dibakar, dan memaksimalkan nilai yang diperoleh dari bahan daur ulang.
“Alliance juga memimpin program kota bebas sampah plastik, di mana kami melakukan studi kelayakan untuk sistem pengumpulan dan pemilahan sampah lokal yang akan mengalihkan sampah plastik di 20-30 kota di Indonesia,” katanya.
Sugiharto