Demi Perbaikan Pengelolaan Hutan, Transtoto Cari Dana Pencalegan yang Tak Lazim

Transtoto Handadhari

Ketetapan yang tidak melarang caleg DPR-RI mengumpulkan biaya simpati para donatur tidak disia-siakan oleh Dr. Transtoto Handadhari, Caleg DPR-RI DAPIL Jateng 3 yang juga Dirut Perum Perhutani 2005-2008.

Transtoto yang mengaku sangat kewalahan menghadapi besarnya biaya pencalegan telah berusaha meminta bantuan serta memperoleh modal dengan menjual aset yang dimiliki. Namun gagal. Tidak ada yang mempedulikannya.

Keberuntungan belum berada diatas nasibnya. Tetap saja dia harus tertimpa kesulitan pendanaan yang sangat berat itu.

Namun jiwa petarung Transtoto yang tidak bisa dihambat untuk menyerah semakin muncul. Kesulitan harus diatasinya.

“Saya berkeyakinan bahwa hanya dengan menjadi anggota legislatif ataupun eksekutif hutan bisa diperbaiki”, tegas Si “Raja Hutan” berusia 72 tahun itu.

Keberanian dan kejujurannya dalam menghadapi berbagai rintangan sudah tak terbilang, dan dimenangkannya.

“Hutan telah rusak. Kebijakan mengelola hutan harus diperbaiki dan diluruskan segera. Kita harus berpolitik dengan jujur mengelola hutan, inti lingkungan hidup itu”, lanjutnya dalam keterangan yang diterima, Jumat 22 September 2023.

Dalam kesulitan yang sangat berat tiba-tiba orang yang dulu nomor satu di Perum Perhutani, lembaga hutan jati yang dikenal makmur itu, dengan rendah hati membuat edaran untuk mengetuk kesadaran rimbawan dan masyarakat umum memperhatikan kesulitannya meneruskan perjuangan mulia melestarikan hutan.

Tentu tidak banyak yang percaya Transtoto mau merendahkan diri meminta bantuan. “Saya memang tidak mempunyai dana yang cukup bahkan untuk sekedar membeli kaos pengenalan diri. Tetapi idealisme saya sangat memahami bahwa hutan harus dibela habis-habisan. Rusaknya hutan yang sudah seluas 60 juta hektare telah senilai Rp7.500 triliun. Harus ada Caleg Rimbawan yang baik dan mampu di DPR-RI membela hutan”.

“Pemerintah agar mau memikirkan bagaimana orang-orang yang baik bisa masuk legislatif tanpa alergi dengan biayanya sampai Rp40 milyar. Kalau bisa ada sistem selektif dan gratis untuk orang-orang jujur dan baik”, ujarnya. ***