Pemerintah serius mengembangkan lahan rawa dan pasang surut. Kegiatan ini untuk mencapai ketahanan pangan dan menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia tahun 2045.
Kementerian Pertanian (Kementan) juga sudah mempersiapkan banyak program. Salah satunya adalah optimalisasi lahan rawa dan pasang surut yang cukup luas di Indonesia, demikian dikemukakan Direktur Jenderal Sarana dan Prasarana Pertanian (Dirjen PSP) Kementan, Sarwo Edhy.
Salah satu contoh keberhasilan Kementan dalam program ini adalah optimalisasi lahan rawa di Desa Jejangkit Muara, Kecamatan Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan. Tercatat 250 hektare (ha) hamparan padi siap panen meramaikan acara Hari Pangan Sedunia (HPS) ke-38 pada 18-21 Oktober 2018.
“Salah satu poin dalam Nawacita Presdien itu adalah melakukan perluasan lahan pertanian, bukan hanya cetak sawah saja. Perluasan lahan pertanian itu artinya menambah luas lahan tanaman, meningkatkan indeks pertanaman (IP), menambah luas lahan baku juga,” ujar Sarwo Edhy, pekan lalu.
Tidak hanya di areal 250 ha saja, ternyata. Sarwo Edhy mengatakan, pihaknya juga berhasil menanam 500 ha padi di atas lahan rawa di Jejangkit. Sejumlah tanaman pendukung hortikultura dan perikanan juga disiapkan di lokasi tersebut.
Saat ini, masih ada 3.250 ha lahan rawa yang masih dalam tahap pengerjaan di Jejangkit. Seluruh area tersebut dia jamin akan selesai dioptimalisasi dan ditanami padi jenis Inpari.
“Jadi, total lahan rawa di Jejangkit yang akan masuk dalam program optimalisasi tahun ini adalah 4.000 ha. Saat ini masih dalam tahap pengerjaan,” jelasnya.
Sarwo Edhy mengatakan, program optimaliasi ini adalah sebagai bentuk motivasi yang diberikan negara kepada petani. Ke depannya, lahan rawa yang berhasil dioptimalisasi oleh Kementan akan diserahkan kepada masyarakat secara cuma-cuma alias gratis.
Kuncinya Pengelolaan Air
Program ini bukan kali pertama dijalankan oleh Kementan. Pasalnya, sejak tahun 2014 Kementan telah berhasil membuka lahan rawa di wilayah Sumatera Selatan dengan menggandeng pihak swasta lewat program CSR. Program SCR dilakukan karena saat itu belum ada dana APBN.
“Kita memotivasi kehadiran negara di tengah masyarakat. Program tersebut kan tidak mesti kembali ke negara, contra post-nya ke negara adalah berubahnya mindset mereka, meningkatnya etos kerja masyarakat dan mereka mampu melakukan kegiatan usaha tani secara baik dan benar dalam cluster yang kita kembangkan,” ungkapnya.
Untuk diketahui, Kementan mendeskripsikan potensi lahan rawa di Indonesia mencapai luas 33,4 juta ha yang terdiri dari lahan pasang surut seluas 20,1 juta ha dan rawa lebak seluas 13,3 juta ha. Ini adalah sebuah potensi besar yang belum bisa di maksimalkan.
Suksesnya optimalisasi 750 ha lahan rawa di Desa Jejangkit Muara kuncinya adalah sistem pengelolaan air yang dilaksanakan secara optimal.
Direktur Perluasan dan Perlindungan Lahan, Ditjen PSP, Indah Megahwati menyampaikan, Kalsel memiliki lahan rawa hampir 80% dan merupakan potensi besar. Namun, untuk mengoptimalkan potensi tersebut tidak mudah.
Menurut dia, bukan hanya tanahnya yang memerlukan waktu untuk proses perbaikan, Sumberdaya Manusia (SDM), juga menjadi kendala.
Dia mencontohkan, lahan yang sebelumnya sudah pemerintah buka untuk budidaya padi, ternyata wilayah itu tidak ada penduduknya, sehingga pemerintah kesulitan mencari yang akan bertanam.
Kendala pemanfaatan lahan di Kalsel, menurut Indah, tidak semudah lahan rawa yang dibuka di Sumatera Selatan — yang kemudian dikelola pihak swasta.
Di Jejangkit Kalsel, pemerintah berkeinginan masyarakat setempat ikut berperan mengelola lahan tersebut dengan dibantu pemerintah dan TNI.
Karena itu kemudian, pemerintah memberikan contoh cara mengelola lahan rawa dan memfasilitasinya hingga berjalan. Bahkan kini akses di lokasi Jejangkit sudah jauh lebih baik dan desanya pun terbangun.
“Awalnya akses jalanannya tidak bisa dilalui mobil karena hanya jalan kecil. Lalu dengan adanya optimalisasi lahan rawa tersebut akhirnya dibuat jalan untuk mobilisasi alat-alat berat. Jalannya sudah diaspal, listrik juga, pompa besar. Kini, lokasi ini juga ada integrasi ternak ayam, itik, ikan, juga komoditas pertanian lainnya seperti sayuran,” tuturnya.
Namun, Indah tidak memungkiri jika dalam satu tahun pertama produksi padi di lahan rawa di Jejangkit tidak sesuai harapan. Pasalnya, kandungan asam pada lahannya masih tinggi, unsur haranya pun tidak sebagus pada lahan kering.
“Di Jejangkit panen pertama hanya menghasilkan 1 ton/ha, itu pun masih diserang burung dan tikus,” ujarnya. Target produktivitas yang ditetapkan di Jejengkit adalah produktivitas tanaman bisa mencapai 5-6 ton/ha. PSP