Direktur Pupuk dan Pestisida Direktorat Jendral Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Muhammad Hatta menjelaskan ada lima potensi masalah yang menjadi persoalan pupuk bersubsidi yaitu perembesan antar wilayah, isu kelangkaan pupuk, mark up Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk di tingkat petani, alokasi menjadi tidak tepat sasaran, dan Produktivitas tanaman menurun.
“Memang masalah tadi akan berdampak lebih lanjut bagi turunnya produktivitas tanaman. Disebabkan petani tidak menggunakan tepat waktu dan jumlahnya,” kata Hatta dalam webinar Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) Jumat, (29/10/2021) .
Kebijakan tata kelola untuk pupuk bersubsidi meliputi lima tahapan. Pertama, perencanaan. Dalam menjadi tanggung jawab Kementerian Pertanian, terutama penyusunan RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok) oleh kelompok tani didampingi penyuluh, termasuk menginput data, verifikasi, validasi melalui sistem e-RDKK.
Kedua, pengadaan dan penyaluran pupuk oleh PT.PIHC dari Lini I-II-III-IV-Petani (yang terdaftar padai sistem eRDKK) sesuai Permendag No. 15/2013.
Ketiga, pelaksanaan supervisi secara berjenjang mulai dari tingkat Kecamatan, Kabupaten Propinsi dan Pusat, Pengawasan oleh Tim KP3 (Unsur Dinas dan aparat hukum).
Keempat, kegiatan verifikasi dan validasi penyaluran dilakukan secara berjenjang oleh Tim Verval mulai dari tingkat Kecamatan, Kabupaten, Provinsi hingga Pusat melalui Dashboard Bank (Kartu Tani) dan sistem eVerval (KTP) berbasis android/T-Pubers.
Kelima adalah pembayaran meliputi PT PIHC mengajukan usulan pembayaran dilengkapi dokumen sesuai persyaratan. Namun sebelumnya dilakukan verifikasi dokumen dan lapangan (sampling) oleh Tim Verval Kecamatan sampai Pusat. “Nah pengajuan pembayaran ke KPPN,” ujarnya.
Berpijak dari tahapan tadi, Hatta menegaskan Kementerian Pertanian melibatkan multi pihak dalam pengaturan tata kelola pupuk bersubsidi. Artinya, tidak bekerja sendiri dalam mengurus pupuk bersubsidi. Seperti di tingkat perencanaan dijalankan Kementan, penyaluran PIHC, verifikasi dan monitoring dibantu pemerintah daerah.
Berdasarkan data Ditjen PSP Kementan RI, kebutuhan pupuk untuk petani mencapai 22,57-26,18 juta ton atau senilai Rp63-65 triliun dalam lima tahun terakhir. Tetapi, keterbatasan anggaran pemerintah hanya dapat mengalokasikan pupuk bersubsidi sebanyak 8,87 juta-9,55 juta ton dengan nilai anggaran Rp25-32 triliun.
Atiyyah