
Di tengah berbagai kegiatan bisnis berskala besar, Dusun Gebang, Desa Wedomartani, Ngemplak, Sleman DIY, membangkitkan semangat warga untuk merintis gerakan menjadikan desanya menjadi Desa Wisata.
Inisiatif tersebut berangkat dari motivasi agar masyarakat Gebang tidak hanya menjadi penonton saja. Tetapi berperan aktif dalam membangun desa dan meningkatkan kesejahteraan bersama.
Hal ini memang bukan tanpa alasan, karena banyak potensi di Gebang. Dusun Gebang mempunyai potensi wisata yang sangat lengkap. Selain terdapat situs Candi Gebang yang merupakan Candi Siwa tertua sejak zaman Mataram Kuno, dusun ini juga memiliki potensi alam yang masih alami, seperti; Embung Tambak Boyo, Mini Zoo, panorama persawahan, hutan perkotaan, potensi budaya Jatilan, Ketoprak dan potensi lain.
Maka untuk mewujudkan desa wisata tersebut, Sabtu, 16 Juli 2022, di Pendopo Candi Gebang, pengelola Desa Wisata Gebang bekerjasama dengan Pokdarwis Amarta Wisata Wedomartani mengadakan kegiatan Diskusi Potensi Wisata Wedomartani dan Penanaman Pohon Gebang di kawasan Embung Tambak Boyo.
Penanaman pohon Gebang menjadi salah satu upaya dalam rintisan tersebut yaitu mengoptimalkan pentingnya keberadaan pohon Gebang sebagai sumber penguatan aset budaya dan nilai-nilai kearifan lokal untuk peningkatan potensi wisata.
Hadir sebagai nara sumber Dra. Titik Sulistyani (Kepala Bidang Pengembangan Kapasitas Pariwisata Dinas Pariwisata Provinsi DIY), Yusti Damayanti, S.H. (Ketua Unit Perlindungan dan Pendataan Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi DIY), Dewi Setyowati (Sub Koordinator Pengendalian Kerusakan dan Konservasi Lingkungan, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sleman). dan dihadiri oleh Purwoko Sasmoyo, S.T. M.M. (Kepala Bidang Pengendalian Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sleman), Nyoman Rai Shavitri (Kepala Bidang Sumberdaya Manusia dan Usaha Pariwisata Dinas Pariwisata Sleman), Teguh Budiarto (Lurah Wedomartani Ngemplak Sleman), Aswin Langgoso (Ketua Pokdarwis Amarta Wisata) beserta anggota, pengurus Desa Wisata Gebang Park, dan Perwakilan Kelompok Masyarakat Kelurahan Wedomartani.
Titik Sulistyani menyampaikan bahwa potensi wisata yang banyak di Desa Wedomartani perlu dikembangkan. Potensi yang sudah luar biasa sebetulnya tinggal mengemas saja. Packaging desa wisata, produknya apa, termasuk nanti storytelling, seperti pohon Gebang yang dulu banyak, tapi sekarang tidak ada. Terakhir adalah promosi pariwisata membuat program promosi dan jejaring promosi membangun kepariwisataan.
“Mendirikan desa wisata itu sebetulnya gampang. Modal utamanya adalah semangat dan gotong royong,” ujar Titik
Lebih lanjut Titik menambahkan agar desa wisata berkelanjutan yang pertama harus memberikan nilai manfaat secara ekonomi pada masyarakat. Baik bagi pembangunan wilayah maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Yang kedua sosial budaya, Desa Wedomartani juga termasuk desa mandiri budaya. Jadi pariwisata itu tidak bisa dibangun sendiri oleh Dinas Pariwisata. Desa wisata juga tidak bisa dibangun sendiri oleh desa ini. Tapi juga harus melihat desa wisata-desa wisata yang ada disekitarnya sebagai penyambung, selalu ada hubungannya. Masyarakat harus terlibat secara aktif dalam aktivitas atas desa wisata dan tetap menjaga nilai-nilai norma keseharian dan budaya yang berlaku di masyarakat setempat.
Ketiga adalah keaslian. Jadi desa wisata itu tidak usah diciptakan. Tetapi keaslian, kehidupan keseharian di desa sudah bisa ditawarkan ke masyarakat, misalnya ada pertanian. Karena wisatawan belum semua tahu. Lingkungan, memperhatikan kelestarian lingkungan dan meminimalisir dampak negatif yang timbul.
“Pariwisata itu diciptakan di desa ini untuk melestarikan baik itu lingkungan maupun budaya yang ada.” tegasnya.
Selanjutnya teknologi, dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi. Sekarang sudah jamannya medso. bisa cepat untuk promosi. Lalu ada pengalaman berwisata, pengalaman berwisata menjadi interaksi antara wisatawan dengan masyarakat desa. Sehingga memberikan kualitas pengalaman berwisata yang otentik kepada wisatawan. Inilah tujuan utama desa wisata itu dibentuk untuk memberikan pengalaman kepada wisatawan. Dan desa wisata harus mengangkat ciri khas, karakteristik dan kearifan lokal, termasuk landscape, biodiversitas dan ragam seni budaya tradisional dengan pengelolaan dan tata kelola yang ada.
“Bapak Gubernur memberikan misi, dan menginginkan bahwa pengembangan kepariwisataan itu harus melibatkan seluruh masyarakat di DIY. Masyarakat diberi kesempatan untuk ikut andil di dalam mengembangkan kepariwisataan Tujuannya adalah pariwisata ini bisa mengangkat atau mengungkit perekonomian yang ada didesa. Kemudian visinya bahwa DIY sebagai destinasi terkemuka di Asia Tengara di tahun 2025. Sampai sekarang ternyata sudah melampaui tidak hanya di Asia Tenggara, kita sudah mendunia.” jelas Titik
Titik memberi contoh desa wisata Nglanggeran Gunungkidul, dulu merupakan desa wisata miskin. Tapi pada 2 Desember 2021 desa wisata Nglanggeran itu ditetapkan UNWTO (Organisasi Pariwisata Dunia di bawah Perserikatan Bangsa Bangsa) sebagai desa wisata terbaik di dunia.
Titik juga menekankan, desa wisata jangan memakai investor tapi yang diperlukan adalah CSR. Pasalnya investor orientasinya bisnis. Kalau CSR tetap pengelolanya warga setempat. CSR banyak sekali antara lain; dari Pertamina, Telkom, bank-bank, yang membantu desa wisata, mensuport anggaran.
Sementara Yusti Damayanti menerangkan tentang peran serta masyarakat dalam pelestarian budaya. Keterlibatan masyarakat pada cagar budaya dalam masa yang akan datang, menyesuaikan dengan paradigma baru yang berorientasi pada pengelolaan kawasan. Peran serta masyarakat masyarakat bisa melaporkan jika ada temuan cagar budaya, peran serta dalam pelestarian cagar budaya, pengamanan cagar udaya, serta mengawasi terjadinya vandalisme, kerusakan, pencurian, pelanggaran bisa melaporkan. Ikut serta memelihara cagar budaya, ikut serta dalam pemberdayaan masyarakat.
Berkaitan dengan konservasi dan penamaan dusun Gebang, Dewi Setyowati dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sleman menjelaskan bagaimana pengelolaan wisata berbasis toponimi dan candi sebagai obyek wisata. Toponimi itu penanaman wilayah secara geografis yang disepakati secara bersama. Penanda yang khas dari suatu tempat. Menyoroti tentang potensi tanaman Gebang yang dulu ada sekarang sudah punah. Dulu banyak tanaman Gebang sebagai asal usul cerita, sebagai ciri khas yang bisa kembangkan dan ternyata itu menjadi penamaan dusun Gebang ini.
Dilihat dari sudut konservasi, tumbuhan punya fungsinya sebagai perindang juga bisa untuk paru-paru kota, suplai oksigen. Akar akarnya yang menghujam dalam tanah akan mengikat air dengan pori-porinya sehingga bisa sebagai konservasi air sekaligus bisa melakukan konservasi lahan supaya tidak terjadi longsor, erosi dan sebagainya.
“Tanaman Gebang yang dulu ada disini, punya fungsi dan manfaat banyak, dan sebagai ciri khas, maka keberadaannya harus dijaga supaya tetap ada, perlu perlindungan. Tidak mengalami kerusakan atau kepunahan,” ujar Dewi
Dewi menambahkan diharapkan nanti dari tanaman Gebang ini tidak hanya 2 batang yang akan ditanam.
Teguh Budianto selaku Lurah Wedomartani menyambut baik untuk pengembangan wisata di Gebang. Diharapkan nantinya akan ada ide ide yang kreatif untuk pengembangan wisata.
Sementara itu Aswin Langgoso ketua Pokdarwis Amarta Wisata, mengatakan penanaman pohon Gebang hari ini adalah sejarah bagi semua, dimana akan mulai menanam pohon Gebang yang selama ini sudah tidak ada lagi di Dusun Gebang.
Pohon Gebang yang dulu ada, hilang diganti dengan pohon lain, karena dianggap tidak ada manfaatnya. Kini pohon Gebang sebagai ciri dusun ditanam kembali. Menjadi bagian dari pengembangan wisata, menjaga dan melestarikan tanaman lokal. *** Anna Zulfiyah