Edamame dan Porang Diminati di Pasar Ekspor Saat Pandemi

Edamame (Foto: Pixabay @u_9vstifjx)

Produk pertanian seperti edamame dan porang tetap diminati negara tujuan ekspor meski pandemi Covid-19 masih berlangsung.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian Bambang. Dia menjelaskan pihaknya Kementang mendorong peningkatan ekspor pertanian tiga kali lipat (GRATIEKS) berbagai aspek.

“Kami sangat terbuka dan mendukung ekspor produk andalan seperti edamame dan porang. Silakan menghubungi badan karantina pertanian di daerah masing-masing untuk berdiskusi dan berkoordinasi apabila ada kendala,” ujar Bambang,  dalam Webinar Forwatan Sabtu (7 /8/2021).

Bambang menjelaskan Badan Karantina berupaya meningkatkan ekspor melalui berbagai kegiatan GRATIEKS, peningkatan informasi, dan menjalin kerjasama dengan entitas terkait baik di pusat maupun daerah.

“Harapannya agar dapat menambah kemanfaatan atau kesejahteraan bagi petani dan pelaku agribisnis,” katanya.

Sementara itu, Presiden Direktur PT Gading Mas Indonesia Teguh (GMIT) Erwan Santoso menjelaskan bahwa PT GMIT mulai membudidayakan edamame sejenis kacang-kacangan yang memiliki protein dan antioksidan tinggi.

Semenjak 2015,  GMIT membeli edamame dari para petani mitra dan menjualnya ke pasar domestik. Jenis produk edamame untuk pasar domestik antara lain edamame segar, edamame beku (edashi), mukimame (edamame kupas).

Di pasar ekspor, perusahaan menjual produk edamame beku, mukimame, dan okra  beku.

“Tren pasar ekspor edamame sangatlah bagus. Di kala pandemi, ada kenaikan permintaan di negara tujuan ekspor. Baru tahun lalu, kami mulai ekspor edamame,”ujar Erwan.

Di dalam negeri, lanjut Erwan, produk edamame segar menjadi pilihan konsumen yang sebagian besar diserap kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bali. Pilihan produk segar menunjukkan pertumbuhan ketika munculnya pandemi Covid-19.

“Sekarang ini, konsumen beralih kepada produk segar. Perusahaan dapat menjual ratusan ton edamame segar ke berbagai kota besar terutama Bali. Sebab, banyak wisatawan terutama asal Jepang yang mengunjungi Bali,” ujarnya.

Pabrik edamame GMIT mencapai 6.000 ton per tahun yang telah menerapkan standar internasional dengan memerhatikan food safety, food quality, dan traceability.

Selain itu, perusahaan juga menjalin pola kemitraan KSO ditujukan mengubah perilaku petani dari cara konvensional menuju pertanian berbasis standar global sehingga dicapai hasil sesuai spesifikasi pembeli. Dalam program KSO, GMIT memberikan dukungan berupa teknik budidaya edamame, memberi bantuan modal, dan jaminan pasar.

Sementara itu, Ketua DPW Pegiat Petani Porang Nusantara, Deny Welianto mengatakan, belum adanya standarisasi harga porang secara nasional menjadi salah satu kendala dalam pengembangan porang.

“Itu yang menjadi problem bagi petani untuk pengembangan budidaya porang secara masif,” kata dia.

Kendala lainnya adalah soal serapan pasar. Saat ini tidak ada klaster khusus pabrik porang di wilayah tertentu.  Dari kurang lebih sekitar 18-19 pabrik yang ada semuanya terpisah-pisah dan itu akan membuat jarak mobilisasi petani menjadi lebih berat, atau menambah biaya post produksi ketika panen.

Di sektor budidaya, untuk mulai budidaya porang itu tidak harus skala besar. Cukup satu-dua hektar. Dia menyatakan, memulai budi daya porang itu berkaitan dengan budget dan target.

Kepala UPT Karantina Pertanian Balikpapan, Abdul Rahman, yang mewakili Kepala Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati, A.M Adnan meminta petani mulai menanam porang dengan standar Good Agricultural Practices (GAP) dan Good Handling Pracliices (GHP), seperti yang persyaratkan China.

Selain itu, dia juga meminta petani porang agar tidak menggunakan pupuk kimia sebagaimana yang disyaratkan dalam draf protokol ekspor chip porang ke Tiongkok.

Atiyyah