Eksodus Dana Pensiun dari Bisnis Bahan Bakar Fosil

foto: BBC

Lebih dari 1.500 lembaga pengelola dana pensiun, universitas dan organisasi lainnya di seluruh dunia mengumumkan akan mendivestasikan dana kelolaan mereka keluar dari aset-aset bahan bakar fosil. Jumlah itu naik dua kali lipat dari 5 tahun sebelumnya dan menegaskan gelombang investasi ke bisnis yang lestari.

Ribuan institusi ini setidaknya mengelola aset sekitar 40 triliun dolar AS, demikian ditulis Nikkei. Ancaman melakukan divestasi merupakan salah satu cara menekan korporasi agar menyikapi masalah-masalah lingkungan, sosial dan tata kelola (ESG) perusahaan. Divestasi juga melindungi kepemilikan dari risiko penurunan nilai aset ESG ketika investor-investor lainnya keluar.

Kota New York akhir Desember lalu mengumumkan tiga pengelola dana pensiun publik telah melepas total sekuritas yang terkait dengan perusahaan bahan bakar fosil senilai 3 miliar dolar AS. Dua di antaranya sudah melepas total 1,9 miliar dolar AS, dari sekitar 260 perusahaan sasaran, termasuk nama besar seperti Exxon Mobil, Gazprom (Rusia) dan BASF (Jerman).

Lembaga ketiga sudah menjual atau mendivestasi lebih dari 1 miliar dolar AS dan berencana menuntaskan pelepasan 1 miliar dolar AS lainnya atau lebih pada triwulan pertama ini. Sasarannya adalah portofolio mereka nol emisi gas rumah kaca sampai tahun 2040.

Pada Desember, Boston telah memberlakukan ordonansi yang melarang investasi mereka di perusahaan manapun yang penghasilannya lebih dari 15% diperoleh dari bahan bakar fosil. Seluruh dana akan ditarik dari industri itu pada 2025.

Sementara pengelola dana pensiun publik Belanda, ABP, akan menghentikan investasi pada produsen-produsen bahan bakar fosil. Hal yang sama juga akan dilakukan CDQP, pengelola dana pensiun Provinsi Quebec, Kanada. Keduanya berencana mengalihkan dana kelolaan mereka ke industri yang lestari.

Menurut data dari organisasi lingkungan internasional 350.org, sampai akhir Desember 2021, sebanyak 1.502 kelompok telah mengumumkan akan mendivestasikan sebagian atau semua dana kelolaan mereka dari perusahaan-perusahaan bahan bakar fosil. Angka itu naik 195 dari akhir 2020 atau kenaikan terbesar dalam 3 tahun.

Meski pengembangan bahan bakar fosil yang tidak mencukupi dituding sebagai biang kerok ketatnya pasok energi di seluruh dunia, namun data menunjukkan bahwa dekarbonisasi meningkat di kalangan investor.

Meningkatnya rencana divestasi muncul di tengah mencuatnya rasa mendesak untuk memangkas emisi gas rumah kaca. Para peserta COP-26 di Glasgow telah menegaskan kembali perlunya upaya-upaya untuk membatasi kenaikan suhu rata-rata global 1,50 Celsius.

Banyak pihak yang berpendapat penarikan dana investasi dari perusahaan-perusahaan bahan bakar fosil tidak akan menyebabkan penurunan emisi karbon global, karena bisnis itu sendiri masih akan tetap ada. Namun tekanan pasar agar emisi menjadi lebih rendah makin meningkat bersamaan dengan investor yang bergerak keluar dari sektor ini.

Harga saham global, termasuk emerging market, sudah melonjak 80% atau lebih sejak akhir 2016. Dan meskipun harga minyak mentah sudah naik sekitar 40%, tapi perusahaan migas global secara keseluruhan telah menyusut lebih dari 10%. AI