Industri kayu dalam negeri mencatat kinerja bersejarah di tengah pandemi dan pecahnya konflik Rusia-Ukraina. Perolehan devisa ekspor produk kayu terus meningkat dan mencetak rekor tahun lalu sebesar 13,57 miliar dolar AS. Bahkan, ekspor kayu lapis tahun 2021 mencetak devisa 2,5 miliar dolar AS atau naik 44% dibanding setahun sebelumnya. Tren kenaikan harga diperkirakan akan bertahan lama akibat perang Ukraina.
Pandemi COVID-19, bahkan pecahnya konflik Rusia-Ukraina, ternyata menjadi berkah tersendiri buat industri kayu Indonesia. Dalam kurun dua tahun terjadinya pendemi, ekspor produk kayu nasional malah mencatat rekor bersejarah. Tahun 2021, kinerja ekspor menembus 13,57 miliar dolar AS (sekitar Rp190 triliun dengan kurs Rp14.000/dolar AS) atau naik 17,7% dibandingkan raihan 2020.
Bahkan, invasi Rusia ke Ukraina membuka peluang baru ketika AS dan Uni Eropa menjatuhkan sanksi perdagangan dan pembatasan transaksi finansial (SWIFT) kepada Rusia dan Belarusia. Padahal, total ekspor produk kayu dari ketiga negara itu pada 2021 mencapai 34 juta m3. Apalagi, dua organisasi pensertifikasi kayu utama dunia, FSC dan PEFC, telah melabeli seluruh produk kayu dari Rusia dan Belarusia sebagai “kayu konflik”. Kondisi itu jelas berdampak fatal, karena pembeli dari kedua negara itu tak bisa mensertifikasi produk kayu yang diolahnya — menjadi plywood, pulp dan kertas serta kayu olahan — untuk dipasarkan ke mancanegara.
Pengurus Asosiasi Panel Kayu Indonesia (Apkindo) bidang bahan baku, produksi dan pemasaran, Gunawan Salim membenarkan bahwa industri kayu nasional mencatat sejarah baru, terutama kayu lapis. “Harga saat ini adalah the highest ever, harga yang belum pernah terjadi sebelumnya,” kata Gunawan, Jumat (1/4/2022). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor plywood (HS 4412) tahun 2021 mencapai 4,458 juta m3 dengan devisa 2,513 miliar dolar AS, naik 44% dari raihan devisa 2020 senilai 1,744 miliar dolar AS (3,83 juta m3).
Harga rata-rata kayu lapis Indonesia per kubik saat ini sudah di atas 1.000 dolar AS FOB. Harga itu berlaku untuk produk kayu lapis dengan ketebalan 2,7 mm yang memang merupakan produk unggulan Indonesia. Padahal, sebelumnya rata-rata harga plywood hanya berkisar 600 dolar AS/m3. Harga tinggi itu terjadi di pasar-pasar utama produk panel kayu Indonesia, seperti di Amerika Serikat dan Jepang.
Konflik Rusia-Ukraina nampaknya juga membuka peluang peningkatan ekspor produk kayu Indonesia di 27 negara anggota Uni Eropa dan Inggris. Menurut Tropical Timber Market Report ITTO, tahun 2021 penjualan plywood Indonesia sudah menggeser China yang selama ini merajai pasar UE27+Inggris. Plywood Indonesia menguasai pasar UE tahun lalu dengan volume ekspor 153.400 m3, naik 37% dari tahun 2020, mengalahkan China di posisi kedua sebesar 138.500 m3.
Jika konflik Rusia-Ukraina berkepanjangan, perdagangan log dan produk kayu di Eropa akan berubah drastis karena produksi kayu juga sudah menurun di Eropa Tengah. Sementara Rusia sebagai produsen log terbesar di dunia juga sudah melarang ekspor kayu bulat, yang jadi bahan baku beragam produk kayu. Buat Indonesia, sayangnya peluang pasar ini tak bisa dimanfaatkan penuh akibat melejitnya ongkos angkut kapal. “Kenaikannya sudah lebih dari 8 kali lipat,” kata Gunawan. Apalagi, harga log di dalam negeri juga ikut terbang. AI