Ini Penjelasan Pemerintah

Pabrik gula rafinasi (ilustrasi)

Kisruh soal penjualan gula kristal rafinasi (GKR) melalui sistem lelang juga tidak hanya terjadi pada alotnya penetapan biaya transaksi saja. Kegunaan dari kegiatan itu dan penunjukan pihak penyelenggara lelang juga ikut mewarnai rencana penerapan kegiatan lelang tersebut.

Sejumlah pihak mempertanyakan pola atau sistem yang diterapkan Kementerian Perdagangan (Kemendag) dalam penunjukan penyelenggara lelang, yang saat ini dimenangkan oleh PT Pasar Komoditas Jakarta (PKJ).

Kegiatan penjualan gula rafinasi melalui pasar lelang menjadi suatu keharusan setelah munculnya  Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 16/M-DAG/PER/3/2017 tentang Perdagangan Gula Kristal Rafinasi Melalui Pasar Lelang Komoditas yang diundangkan pada 17 Maret 2017 dan disempurnakan dengan Permendag Nomor 40/M-DAG/PER/3/2017..

Pada Pasal 2 Peraturan Menteri Perdagangan itu mewajibkan seluruh gula rafinasi diperdagangkan melalui pasar lelang. Kemudian Pasal 4 ayat (1) menyebutkan bahwa penyelengara pasar lelang gula kristal rafinasi ditetapkan oleh Menteri Perdagangan.

Terkait dengan penyelenggara pasar lelang, melalui Surat Keputusan Menteri Perdagangan No. 684/M-DAG/KEP/5/2017 yang ditandatangani pada 12 Mei 2017, Mendag menunjuk PT Pasar Komoditas Jakarta sebagai penyelenggara kegiatan lelang gula rafinasi di dalam negeri.

SK Mendag ini memunculkan pertanyaan dari sejumlah pihak, baik dari kalangan anggota DPR RI maupun pengamat ekonomi. Bahkan dalam surat terbukanya kepada Presiden RI, pengamat ekonomi Faisal Basri mempertanyakan kegunaan lelang dan pola yang digunakan  dalam penunjukan pihak penyelenggaranya.

Faisal mempersoalkan tujuan kegiatan lelang itu untuk mencegah terjadi rembesan gula rafinasi yang diduga dilakukan produsen mamin,  Menurutnya, kecil kemungkinan pelaku industri makanan dan minuman besar ikut cawe-cawe terjun ke bisnis gula rafinasi rembesan yang melanggar hukum. “Mengawasi mereka relatif mudah, karena produsen yang memasok gula rafinasi hanya belasan saja dan pembelian oleh industri besar dan sedang pada umumnya diikat dengan kontrak jangka panjang. Beberapa pabrik telah ditindak karena dinyatakan melakukan perembesan,” katanya.

Faisal juga pesimis kalau IKM  bakal memperoleh keadilan dalam lelang gula rafinasi itu karena penyelenggara lelang mensyaratkan transaksi minimum sebanyak satu ton. Dengan asumsi harga Rp8.000/kg, UKM butuh dana Rp8 juta hanya untuk gula. Padahal, kebutuhan gula rata-rata UKM tidak banyak. Kalau membeli satu ton, boleh jadi sebagian stok gula mereka bakal rusak.

Dia menilai, kebijakan Menteri Perdagangan yang mengatur transaksi lewat pasar lelang nyata-nyata merupakan praktek pemburuan rente yang mudaratnya jauh lebih besar ketimbang maslahatnya.

Bias

Menanggapi kritik yang muncul, Kepala Badan Pengawas Perdagangan Bursa Berjangka Komoditi (Bappebti) Bachrul Chairi menyatakan kalau apa yang diambil pemerintah sudah tepat. “Tuduhan yang dilontarkan sejumlah pihak terhadap kegunaan lelang gula rafinasi itu sudah bias,” katanya.

Dijelaskan,  dalam melaksanakan kegiatan lelang gula rafinasi, Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah melakukan langkah-langkah yang transparan, termasuk dalam penunjukan pihak penyelanggara.

“Dalam hal penunjukan pihak penyelenggara, kami juga sudah mengajukan pola yang kami pakai kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha untuk dinilai apakah yang telah dilakukan kami melanggar ketentuan yang berlaku,” ujar Bachrul.

Pihak KKPU, ungkapnya, telah memberikan penilaian terhadap sistem yang digunakan dalam penunjukkan pihak penyelenggara lelang gula rafinasi. “Catatan KPPU hanya meminta agar ada penilaian terhadap pihak penyelenggara,” paparnya.

Catatan KPPU pun ditindaklanjuti Kemendag dengan menetapkan adanya evaluasi setiap lima tahun sekali terhadap kinerja pihak penyelenggara lelang gula rafinasi itu. “Kami akan lalukan evaluasi untuk menetapkan apakah penyelenggara lelang itu mampu atau tidak,” jelasnya.

Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Pasar Bappebti, Dharmayugo Hermansyah menegaskan, seluruh proses untuk menentukan penyelenggara lelang telah sesuai dengan Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

“Dengan demikian, penetapan PT Pasar Komoditas Jakarta sebagai penyelenggara lelang telah mematuhi ketentuan yang berlaku,” katanya.

Dharmayugo menegaskan, kebijakan yang diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan bertujuan untuk mengurangi, bahkan menghilangkan distorsi di pasar untuk komoditas gula kristal rafinasi (GKR).

“Selain itu, kebijakan ini diharapkan dapat mencegah kebocoran gula rafinasi di pasar dan menghilangkan praktik-praktik pengambilan keuntungan yang berlebihan dari perdagangan GKR,” paparnya.

Dijelaskan, selama ini terdapat sebuah situasi yang membuat industri besar makanan dan minuman (mamin) dapat memaksa importir produsen melalui kontrak BEO (Buyer Executable Orders) untuk menyepakati harga jual GKR pada 6 bulan atau 1 tahun ke depan berdasarkan kontrak forward.

Sedangkan, IKM/UKM harus membeli sesuai dengan harga berjangka (futures) harian yang fluktuatif. Dengan demikian, IKM/UKM tidak mendapatkan keadilan, bahkan harus membeli di pasar bocoran karena sulit mengakses ke industri GKR.

Untuk itu,  dalam lelang GKR, salah satu ketentuannya adalah produsen gula rafinasi yang ingin menjual wajib menyisihkan 20% GKR-nya untuk IKM/UKM. Apabila 20% dari GKR tersebut tidak terjual dalam waktu yang ditentukan, maka diperbolehkan untuk dijual kepada perusahaan menengah atau besar setelah mendapat persetujuan Pemerintah.

Dalam proses lelang GKR, para pembeli baik IKM/UKM maupun perusahaan skala menengah ke atas juga tidak dipungut biaya transaksi. Melalui proses lelang, maka harga yang diperoleh perusahaan besar dan kecil akan relatif sama karena adanya pembentukan harga yang tercipta secara transparan.

“Selain itu, karena proses lelang menggunakan sistem dalam jaringan (online), maka semua tahapan lelang dan para pelakunya tercatat dan dapat diketahui publik,” ucapnya.

Dalam penyelenggaraan lelang ini, kata Dharmayugo, diterapkan pengawasan dari hulu saat bahan baku diimpor, sampai ke hilir saat gula diperdagangkan dan didistribusikan, salah satunya dengan menggunakan e-Barcoding dan QR Code. B Wibowo

Monopoli Perum Bulog Digugat APTRI

Jika penjualan gula kristal rafinasi (GKR) melalui lelang memunculkan polemik, di komoditas gula kristal putih (GKP) kini juga muncul polemik menyusul kebijakan pemerintah yang menetapkan Perum Bulog sebagai pembeli gula petani yang ada di pabrik gula milik pemerintah.

Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) telah mengadukan Perum Bulog kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) karena dinilai melakukan monopoli pembelian gula petani.

“Kami telah melaporkan ke KPPU terkait monopoli pembelian gula petani dan penjualan gula oleh Bulog,” kata Sekjen APTRI Nur Khabsyin dalam penjelasannya kepada Agro Indonesia, akhir pekan lalu.

Menurutnya, masalah ini bermula dari adanya aturan dari Menko Perekonomian lewat surat  Nomor: S-202/M.EKON/08/2017 bahwa yang membeli gula petani dan gula pabrik gula milik BUMN hanya Perum Bulog dengan harga Rp9.700/kg.

Surat Menko tersebut ditindaklanjuti dengan surat Menteri Perdagangan Nomor: 885/M-DAG/SD/8/2017 yang intinya hanya Perum Bulog yang bisa memasarkan gula curah di pasaran.

“APTRI mengindikasikan dan menduga ada monopoli gula petani oleh Bulog, karena pemerintah mengeluarkan kebijakan gula petani dan gula pabrik gula milik BUMN dibeli Bulog seharga Rp9.700/kg, sehingga gula petani hanya bisa dibeli Bulog saja seharga Rp9.700/kg,” kata Nur Khabsin.

APTRI juga merasa dirugikan karena yang bisa memasarkan gula curah ke pasar hanya Perum Bulog. Sedangkan pedagang hanya bisa membeli dari Bulog tidak bisa langsung membeli dari petani seperti selama ini terjadi.

Bantah

Menanggapi aduan APTRI ini, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan kalau kebijakan pemerintah itu telah didukung oleh asosiasi petani tebu lainnya.

“Asosiasi petani mana yang menolak? Kami juga telah mendapatkan dukungan dari asosiasi petani tebu yang satunya,” jelas Enggar.

APTRI yang merupakan asosiasi yang menaungi para petani tebu saat ini memang terpecah menjadi dua. Satu APTRI dipimpin oleh Soemitro Samadikoen dan Nur Khabsyin dan APTRI satu lagi dikomandoi oleh Arum Sabil dan Abdul Wachid. Dalam kasus ini, APTRI yang dikomandoi Arum Sabil dan Abdul Wachid mendukung kebijakan pemerintah.

Mendag menyatakan, kebijakan untuk memerintahkan Perum Bulog memberi gula petani di pabrik gula milik pemerintah dengan harga Rp9.700/kg justru membantu petani tebu dalam menjual hasil panennya,

“Justru dengan adanya Perum Bulog gula milik petani jadi terbantu penjualannya. Selain itu, pihak lain juga boleh membeli gula petani, tidak hanya Perum Bulog saja,” ucap Mendag.

Sementara itu Ketua KPPU, Syarkawi Rauf menyatakan, dirinya akan memeriksa secara detil surat pengaduan yang diluncurkan APTRI  Soemitro dan Nur Khabsyin itu. “Saya akan memeriksa secara detil surat pengaduan itu terlebih dulu,” papar Syarkawi. B Wibowo