EPPIC Cari Solusi Inovatif Selesaikan Sampah Plastik

Sampah di perut Paus Sperma (Physeter macrocephalus) yang ditemukan mati terdampar di perairan Pulau Kapota, Resort Wangi-Wangi, Taman Nasional (TN) Wakatobi, Sulawesi Tenggara. (foto: istimewa)

Sekretariat Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut (TKN PSL) bersama Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi dan Archipelagic Island States Forum menggelar kompetisi penyelesaian sampah laut di Indonesia.

Kompetisi yang bertajuk EPPIC (Ending Plastic Pollution Innovation Challenge) Fase 2 ini merupakan kelanjutan dari EPPIC Fase 1 yang sebelumnya diadakan di Vietnam dan Thailand.

Dalam penyelenggaraannya, EPPIC Fase 2 di Indonesia didukung oleh Kementerian Riset dan Teknologi,  Badan PBB untuk Pembangunan (UNDP) serta Kementerian Luar Negeri Norwegia, dan NORAD (Norwegian Agency for Development Cooperation).

Kompetisi EPPIC bertujuan untuk mencari solusi inovatif terbaru yang berimplikasi secara nyata dan mampu berkontribusi kepada masyarakat tidak hanya secara lingkungan, namun juga dapat berpengaruh secara ekonomi dan sosial budaya.

“Berdasarkan studi lain menunjukan bahwa Asia Tenggara merupakan wilayah dengan kontribusi kebocoran plastik di lautan yang terbesar. UNDP berharap bahwa EPPIC dapat berkontribusi untuk menurunkan angka tersebut melalui munculnya solusi-solusi inovatif, pengembangan dan replikasinya,” kata Sophie Kemkhdaze, Deputy Resident Representative UNDP Indonesia dalam pernyataan yang dikirim, Rabu (17/3/2021)

Riset dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyatakan bahwa ada sekitar 268.740- 594.558 ton sampah plastik masuk ke perairan Indonesia tiap tahunnya. Pusat Penelitian Oseanografi LIPI memperkirakan kasar nilai potensi laut Indonesia sampai Maret 2019 mencapai Rp1.772 triliun. Besarnya potensi nilai laut kemudian menjadikan Indonesia tentunya harus memiliki perhatian khusus terhadap kondisi laut.

“Dari EPPIC 2020 sebelumnya di Vietnam dan Thailand, kita sudah melihat solusi yang ditawarkan oleh berbagai startup, LSM, dan akademisi yang berasal dari negara-negara ASEAN. Tahun ini, kami berharap dapat melihat kontribusi yang lebih banyak lagi untuk menyelesaikan masalah-masalah polusi plastik laut yang ada di Indonesia dan Filipina. Gerakan bersama ini tidak hanya akan meningkatkan kekuatan kawasan ASEAN, tapi juga kemitraan multilateral di kawasan ASEAN,”  kata Kemkhadze.

Lintas Batas Negara

Nani Hendiarti, Deputi Bidang Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi menjelaskan, Indonesia sudah merespons isu sampah laut dengan langkah-langkah yang konkret seperti penerbitan Perpres 83/2018 tentang Penanganan Sampah Laut dan juga kebijakan-kebijakan lainnya yang saling mengisi dan melengkapi.

“Dengan kerja bersama kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, Indonesia sudah berhasil mengurangi 15,3% sampah di laut dari target 70% yang ditargetkan,” kata Nani.

Dia menekankan, untuk menangani sampah laut ini, diperlukan inovasi-inovasi yang solutif dan juga kemitraan tidak hanya di dalam Indonesia namun juga dengan negara-negara lain mengingat masalah sampah plastik di laut yang bersifat trans boundary. Menurut dia, adanya kompetisi EPPIC ini bisa menghadirkan solusi yang inovatif dan applicable yang dapat menghidupkan prinsip circular economy.

Novrizal Tahar, Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sekaligus Sekretaris 1 Tim Pelaksana Rencana Aksi Nasional Penanganan Sampah Laut mengatakan, Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah pengurangan sampah dan sampah plastik dari hulu hingga hilir.

“Permasalahan terkait sampah memang selama ini sudah menjadi permasalahan yang tidak hanya dihadapi oleh Indonesia atau ASEAN, namun juga seluruh dunia. Terbukti dengan tertuangnya permasalahan ini dalam salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan nomor 14 yaitu Kehidupan Bawah Laut yang tentu menjadi fokus pemerintah Indonesia sebagai negara kepulauan yang dikelilingi oleh laut,” katanya.

Sugiharto