‘Food Estate’ Kalteng Optimalkan Lahan Eks PLG

Presiden Joko Widodo, didampingi Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Mentan Syahrul Yasin Limpo dan Menhan Prabowo Subianto, meninjau lokasi food estate di Desa Bentuk Jaya, Kecamatan Dadahup, Kabupaten Kapuas dan Desa Belanti Siam, Kecamatan Pandih Batu, Kabupaten Pulang Pisau, Kalteng, Kamis (9/7/2020).

Pembangunan food estate atau lumbung pangan di Kalimantan Tengah (Kalteng) tidak akan membuka kembali lahan eks pengembangan lahan gambut (PLG), tetapi hanya melakukan intensifikasi lahan pertanian dan mengoptimalkan pemanfaatkan lahan eks PLG dengan meningkatkan indeks pertanaman (IP).

“Intensifikasi pertanian dilakukan sebagai usaha meningkatkan hasil pertanian dengan mengoptimalkan lahan pertanian yang sudah ada,” kata Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo dalam keterangan tertulis.

Pernyataan itu dia sampaikan saat mendampingi Presiden Joko Widodo meninjau lokasi food estate di Desa Bentuk Jaya, Kecamatan Dadahup, Kabupaten Kapuas dan Desa Belanti Siam, Kecamatan Pandih Batu, Kabupaten Pulang Pisau, Kalteng, Kamis (9/7/2020).

Dia mengatakan, pengoptimalan itu dilakukan dengan penerapan teknologi 4.0, seperti pemberian bibit unggul, pemupukan berimbang, dan penggunaan alat mesin pertanian (Alsintan).

“Kegiatan intensifikasi awal tahun 2020 ini seluas 30.000 hektare (ha), meliputi 20.000 ha di Kapuas dan 10.000 ha di Pulang Pisau. Kami perbaiki varietas, pupuk, dan unsur haranya agar produktivitas 7 ton/ha,” tegasnya.

Pihaknya juga akan meningkatkan penanganan pascapanen dan mewujudkan pertanian modern agar tidak kalah dengan pertanian di Pulau Jawa.

Menurut Syahrul, food estate berbasis korporasi itu merupakan investasi terintegrasi dari hulu ke hilir sebagai upaya meningkatkan produksi pangan bagi masyarakat Indonesia.

“Pengembangan food estate ini merupakan program dan sinergi seluruh komponen di pemerintah pusat dan daerah dengan dukungan pengawasan serta pembiayaan,” katanya.

Sinergi itu mulai dari sistem hulu, on farm, hilir, hingga distribusi pasar untuk meningkatkan kapasitas dan diversifikasi produksi pangan.

Butuh Alsintan

Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan), Sarwo Edhy  mengatakan, Alsintan diperlukan untuk mendukung pembangunan food estate.

Alsintan itu antara lain traktor roda 4 dan 2, pompa air, rice transplatter, hand sprayer, drone tabur benih, dan combine harvester.

“Kementan juga menyiapkan benih sekitar 1.500 ton, dolomit 30.000 ton, pupuk hayati 150.000 ton, urea 6000 ton, NPK 4500 ton, dan pupuk herbisida 120.000 ton,” ujar Sarwo Edhy.

Food estate sendiri merupakan salah satu Program Strategis Nasional 2020-2024 yang bertujuan membangun lumbung pangan nasional. Nantinya, food estate akan berada di lahan seluas 165.000 hektar.

Food estate menjadi upaya pemerintah RI untuk mengantisipasi ancaman krisis pangan sebagai dampak pandemi Covid-19. Pembangunannya pun mengintegrasikan pertanian, perkebunan, dan peternakan di satu kawasan.

Food estate ini yang bertanggung jawab pada produksinya adalah Mentan yang bersinergi dengan kementerian lainnya,” kata Presiden Joko Widodo.

Dia melanjutkan, aktivitas di sana tidak hanya produksi. BUMN akan bertanggung jawab membangun industri, yakni terlibat dalam pemrosesan hingga pengemasan.

“Para petani dan peternak di sana selanjutnya akan terkonsolidasi dalam kelompok-kelompok tani dengan terlebih dahulu difasilitasi, baik sarana maupun prasarana serta pendukung lainnya,” sambung Jokowi.

Komoditas pangan di lumbung pangan nantinya juga akan beragam, tidak hanya padi dan jagung. Sarana produksi dan infrastruktur pertanian juga akan dibangun, seperti embung, irigasi, hingga sarana pascapanen yang modern.

Sebagai info, Kalteng ternyata berhasil mengembangkan Padi Inbrida Varietas Unggul Baru Inpari-42 dan Padi Hibrida SUPADI. Selain itu, Kalteng juga sukses memproduksi jagung untuk kebutuhan nasional.

Pada 2015, produksi jagung mencapai 8.940 ton pipilan kering dan tahun 2019 sebesar 71.000-118.000 ton pipilan kering atau naik hampir 1.000%.

Pembangunan food estate atau lumbung pangan menjadi upaya pemerintah RI untuk mengantisipasi ancaman krisis pangan sebagai dampak pandemi COVID-19. Pembangunannya pun mengintegrasikan pertanian, perkebunan, dan peternakan di satu kawasan. "Kegiatan intensifikasi awal tahun 2020 ini seluas 30.000 hektare (ha), meliputi 20.000 ha di Kapuas dan 10.000 ha di Pulang Pisau. Kami perbaiki varietas, pupuk, dan unsur haranya agar produktivitas 7 ton/ha,” tegas Mentan Syahrul Yasin Limpo, yang mendampingi Presiden Jokowi.

Hati-hati Kelola Food Estate

Sementara itu, Kaprodi S3 Ilmu Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Sigit Supadmo Arif menjelaskan, secara harfiah food estate berarti perusahaan perkebunan/pertanian pangan, biasanya padi.

Melansir indonesia.go.id, food estate merupakan konsep pengembangan pangan yang dilakukan secara terintegrasi mencakup pertanian, perkebunan bahkan peternakan di suatu kawasan.

Menurut Sigit, tanah yang digunakan untuk food estate adalah eks PLG. Salah satu alasan pemerintah mengembangan eks PLG, imbuhnya, sebagai perluasan lahan penghasil cadangan pangan nasional.

“Apalagi, dengan adanya COVID-19 ini, FAO (Food and Agriculture Organization) sudah memeringatkan bahwa kemungkinan terjadi krisis pangan di dunia,” ujarnya.

Sigit mengatakan, negara produsen pangan tidak mau menjual persediaan pangan sehingga negara-negara pengimpor pangan seperti Indonesia mengalami krisis.

Oleh sebab itu, diharapkan nanti lahan food estate bisa menaikkan cadangan pangan nasional. Dia mengatakan, cadangan pangan sebenarnya tidak hanya beras. Ada jagung, umbi-umbian, dan lain-lain.

Sigit mengingatkan, pemerintah perlu berhati-hati dalam mengelola food estate di Kalteng. Hal itu karena lahan rawa, terutama lahan gambut sangat rapuh dan heterogen. Apalagi eks PLG yang gagal.

Kabupaten Pulang Pisau, salah satu lokasi yang akan dijadikan food estate, pernah digarap pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Tapi gagal dan menterinya ditangkap KPK.

Guru Besar Teknik Irigasi UGM ini menjelaskan, lahan eks PLG termasuk lahan suboptimal. Artinya, lahan telah mengalami degradasi yang mempunyai kesuburan yang rendah dan tidak mampu mendukung pertumbuhan tanaman secara optimal.

Pengelolaan food estate, jelasnya, dipengaruhi pasang surut air. Jadi, perlu menjaga mutu air dan drainase dengan teknologi tata air yang baik. Berdasarkan informasi yang diterimanya, sebagian besar tanah di Pulang Pisau sudah merupakan tanah mineral. Dia menduga hal itu berarti gambutnya sudah hilang, karena proses drainase besar-besaran pada masa PLG yang sudah belangsung 25 tahun sejak 1995. “Dengan demikian, daerah itu bisa mengalami kekeringan dan juga banjir. Apalagi pada musim hujan dan keadaan pasang bisa terjadi banjir,” tegasnya. PSP