Kalpataru adalah penghargaan yang diberikan kepada perorangan atau kelompok atas jasanya dalam melestarikan lingkungan hidup di Indonesia. Kalpataru sendiri dalam bahasa Sanskerta berarti pohon kehidupan.
Tidak semua orang bisa menerima penghargaan tertinggi ini, karena untuk memperoleh Kalpataru pribadi atau kelompok secara mandiri dan atas kesadaran sendiri tanpa pamrih dan secara swadaya telah melakukan pelestarian fungsi Lingkungan Hidup. Ada kegiatan-kegiatan yang hasilnya nyata berdampak positif terhadap masyarakat luas dan kelestarian lingkungan.
Jenis kegiatannya terkait dengan upaya pencegahan, penanggulangan dan pemulihan kerusakan lingkungan untuk pelestarian air, kehati, pertanian ramah lingkungan, kesehatan lingkungan, energi alternatif, pemberdayaan masyarakat, pemenuhan kebutuhan pangan dan peningkatan ekonomi masyarakat. Kegiatan yang dilakukan sekurang kurangnya telah berlangsung selama 5 tahun.
Kali ini Agro Indonesia berkesempatan mewancarai Bapak Suryanto dari Carikan RT 3 RW 2 Bumirejo, Lendah, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Salah satu penerima Penghargaan Kalpataru Tingkat DIY tahun 2021, Juara I Kalpataru Kategori Perintis Lingkungan dan akan mewakili DIY untuk Tingkat Nasional tahun depan.
Awalnya bagaimana sampai dapat Kalpataru?
Saya tidak menyangka sampai dapat Kalpataru. Karena saya lakukan apa yang seharusnya saya lakukan. Dan saya juga tidak berfikir ke arah itu, Kalpataru. Saya sebenarnya tidak mengejar ke situ, saya ingin buat ini saja, tapi malah jadi juara, ini sebuah tanggungjawab.
Awalnya dari hobi suka dengan ikan hias, tahun 2010 an, dan saya kembangkan jadi budidaya ikan hias untuk usaha dan jualan. Tidak kasih tahu bagaimana merawatnya, besok kalau ikannya mati beli lagi. Saat itu saya mulai berfikir, saya punya ilmu budidaya ikan, tapi tidak disebarkan, tidak dibagi. Mindset saya berubah, saya bisa jualan sambil edukasi, bagaimana pembeli tidak hanya sekedar membeli ikan, tapi tahu juga bagaimana cara merawat, memelihara sampai membudidayakan ikan yang dibeli.
Jadi mulai edukasinya dari situ. Saya bikin Surya Fish Farm Education (SSF Edu). SSF dulu spontan saja. Tahun 2015an saya bikin edukasi. Jika orang itu bisa beli ikan dan bisa memelihara ikannya, ikan hidup dan berkembang, saya senang.
Dalam perjalanan, saya tertarik dengan kondisi sekitar saya, lingkungan saya. Semakin tertarik dengan pelestarian lingkungan, suka dengan lingkungan yang alami, lalu ikut komunitas dan sebagainya. Saya melihat kondisi saat ini, sekarang sudah beda dari yang dulu, kalau waktu saya kecil dulu, ikan masih banyak. Sekarang jarang sekali ikan di perairan, tergantikan oleh ikan budidaya. Mulailah masuk ke ikan lokal. Ikan lokal hampir, belum dikatakan punah tapi menurun. Saya tergerak kearah itu, ke arah ikan lokal, bagaimana supaya ikan lokal keberadaanya terjaga.
Dengan SSF saya coba kembangkan suatu teknologi pembenihan, dan pembesaran beberapa jenis ikan lokal yang ada di lingkungan masyarakat sekitar. Agar masyarakat lebih mengenal dan mengetahui jenis-jenis ikan endemik lokal yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta
Untuk menarik peminat dari ikan hias dulu?
Ya. Jadi untuk mengajak dan menarik, karena saya fokusnya bukan hanya pada orang dewasa saja, tapi dari anak usia dini sudah saya kenalkan menjaga kelestarian alam dengan cara melalui ikan, merawat ikan hias. Nanti bisa tahu kondisi airnya, kondisi lingkungannya. Bagaimana bisa membuat ikan hidup, itu dibutuhkan air yang bersih, yang tidak tercemar. Vegetasinya juga harus ada, saling keterkaitan. Itu saya aplikasikan kependidikan, edukasi dari ikan hias, kemudian ke ikan lokal. Ikan lokal kita mulai jarang, menjadi tertarik. Kelangsungan ikan itu ya harus dirawat lingkungannya, airnya juga dijaga, lingkungan sekitar juga sungai
Yang ikan lokal dijual juga?
Cuma saya budidayakan dan dilepas ke sungai-sungai sekitar. Sungai di sekitar sini. Sungai yang dekat. Kegiatannya di sini. Belajar memelihara merawat terus melestarikan jenis-jenis ikan lokal. Saya edukasi ke anak-anak sekolah, sebelum corona saya fokus anak usia PADU, SD. Kita kasih tahu, ini ikan hias, ini ikan lokal, ini yang asli sini, ini yang harus dilestarikan. Bahwa ikan hias itu tidak harus dilepaskan di sungai Jadi kalau memelihara ikan hias itu, jangan dibuang ke sungai, berdampak banyak sekali.
Apa dampaknya?
Ikan hulu, ikan tengah, ikan hilir itu beda beda. Kalau ikan hulu ditaruh di tengah atau di hilir dan sebaliknya maka yang disana akan kalah atau yang disini akan pergi. Jadi memang habitat di sungai itu masing-masing. Kalau yang disini ditaruh disana, akan menimbulkan masalah baru. Seperti ikan invasif (ikan asing). Ikan invasif itu keberadaannya dan penyebarannya juga bisa berpotensi menyebabkan kerugian secara lingkungan.
Kalau sekarang ikan lokal yang sudah diketahui ada berapa spesies?
Jumlahnya lebih dari 20. Itu waktu tahun 2015 edukasi. Setelah tahun 2015 dengan teman-teman seperti pak Irwan (ketua Wagleri Yogya dan relawan jejaring kepedulian perairan Wild Water Indonesia region Yogyakarta) melakukan pemetaan jenis-jenis ikan, ikan yang ada di Kulon Progo, di Yogyakarta itu ikan apa saja. Saya ambil sampel, setiap jenisnya. Dan saya domestikasi, dari alam ke aquarium, penyesuaian hidup. Lalu saya budidayakan.
Semua dibudidayakan?
Kalau yang sudah saya budidayakan baru 4 jenis, yang 16 jenis lainnya kita display, untuk edukasi, jenis lokal. Empat jenis yang sudah dibudidayakan seperti; Wader Pari, Wader Cakul, Wader Derbang, Ikan Betta picta (cupang). Ini beta yang lokal, karena ada beta yang lokal dan ada yang dari luar. Baru 4 yang kita budidayakan. Karena itu mempelajari setiap jenis ikan, identifikasi jenis kelamin, cara kawinnya, cara berkembangbiaknya seperti apa secara alami, bukan dengan suntikan dan lain-lainnya, sambil dirawat. Jadi yang sudah berhasil baru 4 yang lain menyusul bertahap.
Bagaimana penilaian Kalpatarunya?
Semua aktivitas saya dari awal dilihat, masuk dalam penilaian. Dan tahun 2020 saya didaftarkan ikut nominasi Kalpataru DIY 2021, mewakili Kabupaten Kulonprogo. Ada verifikasi lapangan dari DLHK DIY. Mengunjungi kegiatan-kegiatan yang sudah saya rintis, presentasi apa yang sudah saya laksanakan, ditinjau titik-titik mana yang sudah saya buat. Dulu seperti apa, sekarang seperti apa.
Bapak dapat Kalpataru kategori apa?
Saya dapat penghargaan Juara I Kalpataru Kategori Perintis Lingkungan. Dan Alhamdulillah Kabupaten Kulon Progo dalam ajang Penghargaan Kalpataru Tingkat DIY Tahun 2021 ini, semua perwakilan dari Kulon Progo berhasil menjadi Juara I di semua kategori (ada 4 kategori).
Penilaian karena ikan lokal?
Bukan hanya itu, lebih luas. Masalah lingkungan. Mencangkup kegiatan dalam masyarakat juga. Awal mulanya memang dari ikan. Ikan itu bisa hidup karena lingkungan. Lingkungan berpengaruh. Lingkungan bersih ada tumbuhan juga. Dari situ saya masuk mengenai kelestarian lingkungan. Di sini banyak sungai, dulu sungai kotor banyak sampah, banyak yang buang sampah, orang lewat kadang membuang sampah di sungai, dilempar ke sungai. Lama kelamaan sungai kotor. Sampah dari Timur menumpuk di Barat, kasihan yang di Barat.
Bertahap buat peraturan seperti: dilarang membuang sampah di sungai, dilarang berburu (dulu disini banyak musang, supaya tidak punah ada larangan berburu), ada peraturan jam belajar anak, jam bermain. Buat pos ronda dan adakan jimpitan juga. Beberapa peraturan dibuat, kesepakatan bersama menjadi sebuah peraturan desa. Itu dijalankan. Setiap bulan ada kerjabakti, melalukan bersih sungai.
Kondisi lingkungan di sini sekarang ini?
Sekarang sungai sudah terlihat bersih. Sudah membaik, sampah sudah berkurang, secara garis besar berkurang. ikannya juga. Yang cari ikan pakai racun atau setrum juga sudah tidak ada. Kerjasama dengan kepolisian yang nyetrum ada sanksi. Ada kelompok pengawas di Kecamatan Lendah namanya Pelestari Alam dan Satwa (PADAS) terbentuk dari rasa keprihatinan terhadap lingkungan yang semakin lama semakin buruk. Kegiatannya antara lain menebar ikan, restocking ikan lokal. Saya edukasi ke kelompok-kelompok, mengarahkan, di sungai ini ikannya ini, yang ditebar ini saja tidak usah dicampur ikan lain.
Untuk menjaga ketersediaan air, kita sarankan juga menanam tanaman pengikat air, seperti Gayam. Orang yang mencari kroto (rangrang) juga kita ingatkan, supaya tidak habis. Karena rangrang juga berguna untuk pertumbuhan tanaman, bisa menjaga buah dari gangguan hama dan ulat pengganggu. Ada saling keterkaitan.
Harapan ke depan?
Masyarakat bisa menjaga lingkungan sekitar rumahnya. Itu saja dulu. Masyarakat menjaga daerah lingkungannya sendiri, pekarangannya, sampah dikelola sendiri, tidak dibuang ke sungai. Sampah bisa diolah, bisa untuk kompos, ada yang bisa dijual. Ketika masyarakat itu mampu menjaga lingkungan di sekitar rumahnya, In Syaa Allah semua wilayah terjaga kelestariannya.
Saya juga ingin punya sekolah alam, punya tempat untuk belajar, anak-anak bisa belajar disini. Ingin tahu ikan ya ke sungai, apa saja ikannya, tumbuhannya. Berkaitan dengan semuanya, terjun langsung, belajar tentang alam.
Dan saya berharap ada program domestikasi dan promosi ikan spesifik lokal. Sehingga bisa muncul peternak-peternak ikan lokal. Ada kerjasama untuk mencegah terjadinya kepunahan terhadap berbagai jenis ikan asli Indonesia yang merupakan kekayaan alam sebagai sumber kehidupan. Perlu adanya upaya pelestarian dalam rangka menjaga keberadaannya secara berkelanjutan (langgeng). Oleh karena itu pelestarian kekayaan alam perairan, terutama berbagai jenis ikan, adalah sangat diperlukan demi untuk menjaga keberadaannya baik sekarang maupun yang akan datang sebagai sumber kehidupan.
Anna Zulfiyah