Bisnis importasi sapi kembali memakan korban di kalangan pejabat pengambil keputusan di negeri ini. Korban yang terbaru adalah hakim konstitusi Patrialis Akbar. Pekan lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Patrialis Akbar dengan dugaan menerima suap berkaitan dengan adanya beberapa pihak yang melakukan gugatan terhadap UU No 14 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan ke MK.
Dalam kasus tersebut, KPK juga telah menetapkan tiga orang tersangka lainnya, termasuk pengusaha importir sapi, Basuki Hariman, dia disangka sebagai penyuap Patrialis Akbar dengan tujuan agar perusahaan milik Basuki yang bergerak di bidang impor daging dapat berjalan lancar.
Kasus penyuapan yang berkaitan dengan kebijakan impor daging dan hewan sapi sebenarnya juga terjadi pada tahun 2013. Dalam kasus itu, salah satu yang ditetapkan sebagai tersangka adalah pemimpin salah satu partai di negeri ini.
Dalam kegiatan bisnis, terutama kegiatan impor bahan pangan, keberhasilan usaha importir sangat bergantung pada kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Dalam kasus importasi daging dan hewan sapi, kalangan importir daging dan hewan sapi sangat bergantung pada kebijakan yang dikeluarkan beberapa instansi, seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kantor Menko Perekonomian.
Terkait kasus yang melibatkan Patrialis Akbar dan Basuki Hariman, fokusnya adalah UU No 14 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Salah satu isi dari UU itu yang ditengarai menjadi ganjalan bagi importir sapi adalah soal kelonggaran negara asal impor daging dan hewan sapi. Dalam pasal 36C UU itu disebutkan bahwa pemasukan ternak ruminansia indukan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat berasal dari suatu negara atau zona dalam suatu negara yang telah memenuhi persyaratan dan tata cara pemasukannya.
Persyaratan dan tata cara pemasukan ternak ruminansia indukan dari luar negeri ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ditetapkan berdasarkan analisis risiko di bidang Kesehatan Hewan oleh Otoritas Veteriner dengan mengutamakan kepentingan nasional.
Disebutkan pula bahwa pemasukan ternak ruminansia indukan yang berasal dari zona, selain harus memenuhi beberapa ketentuan terlebih dahulu, yakni a. dinyatakan bebas Penyakit Hewan Menular di negara asal oleh otoritas veteriner negara asal sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan badan kesehatan hewan dunia dan diakui oleh Otoritas Veteriner Indonesia, dilakukan penguatan sistem dan pelaksanaan surveilan di dalam negeri; dan ditetapkan tempat pemasukan tertentu.
Dengan adanya UU itu, sebenarnya akan memudahkan importir mendapatkan daging atau hewan sapi dari Australia dan Selandia Baru, yang selama ini menjadi pemasok daging dan hewan sapi ketika Indonesia menerapkan sistem country base.
Namun, bagi kalangan importir, terutama yang memiliki sifat kartel, perlonggaran kebijakan impor daging dan hewan sapi itu tentunya akan membahayakan kelangsungan usaha mereka. Karena itu, berbagai upaya dilakukan untuk membatalkan UU tersebut, termasuk dengan mengajukan gugatan terhadap UU itu ke MK.