Mayoritas perusahaan kayu tropis dan pulp (bubur kayu) dunia tidak siap dengan penerapan undang-undang produk kayu yang bebas dari deforestasi Uni Eropa (EUDR). Hanya 13,3% perusahaan yang secara terbuka memberikan bukti pemantauan deforestasi dalam wilayah kerjanya, dan hanya 4,3% memantau operasional para pemasoknya.
Kesimpulan itu diperoleh dari hasil penilaian SPOTT Timber and Pulp dari lembaga konservasi ZSL yang diluncurkan 15 Agustus 2023 untuk mengetahui kesiapan penerapan EUDR pada Desember 2024. EUDR mewajibkan perusahaan yang memasukkan produk kayu — selain minyak sawit, kopi, kakao, karet, daging sapi dan kedele — harus menjamin produk tersebut tidak diambil dari kawasan hutan yang dibabat habis, asal-usul produk itu diketahui, dan mereka dihasilkan secara legal di negara asal.
Dengan syarat itu, EUDR bermaksud mengatasi hilangnya keanekaragaman hayati yang disebabkan oleh deforestasi dan mengurangi emisi gas rumah kaca.
Dalam waktu 16 bulan yang tersisa untuk menerapkan aturan tersebut, nyatanya masih banyak perusahaan yang gagal mematuhi persyaratan EUDR, dan mereka berisiko tidak bisa masuk ke pasar Uni Eropa (UE) — kekuatan ekonomi terbesar nomor tiga dunia.
Menurut Sam Ros, Analis Proyek Bisnis Berkelanjutan ZSL yang juga kepala tim penilaian, “UE menyumbang seperenam dari perdagangan global dan lebih dari 4 miliar dolar perdagangan impor kayu tropis dan furnitur kayu (2022), sehingga UE punya pengaruh signifikan terhadap industri dan perdagangan komoditi global. Aturan EUDR yang akan datang bakal menentukan arah bagi perundang-undangan lain yang baru dan yang sudah ada, seperti UK Environment Act dan US FOREST Act. Namun, temuan kami menyoroti hal yang mencemaskan, yakni kurangnya kesiapan di kalangan perusahaan kayu dan pulp terhadap perubahan yang akan datang itu.”
Berdasarkan EUDR, perusahaan-perusahaan UE harus menjamin bahwa setiap bahan yang mereka impor tidak menyebabkan deforestasi setelah Desember 2020 atau menghadapi hukuman pidana.
Hanya 15 dari 90 perusahaan yang dinilai SPOTT saat ini memiliki komitmen terbuka yang memenuhi persyaratan EUDR. Dan bahkan lebih sedikit lagi — 8 dari 94 perusahaan (8,5%) — yang mengungkapkan bahwa mereka mewajibkan para pasok mereka melakukan hal yang sama.
EUDR juga membuat persyaratan kepada perusahaan untuk memperoleh data presisi geolokasi untuk semua produk yang mereka masukkan ke dalam pasar UE. Penelitian SPOTT menunjukkan syarat ini merupakan bagian penting untuk memperbaiki sektor tersebut, di mana hanya 6 dari 94 perusahaan (6,4%) yang secara terbuka melaporkan bahwa mereka saat ini mampu menelusuri 100% pasok mereka ke lokasi pemanenan kayu.
ZSL mendesak kepada pembeli dan lembaga keuangan — yang memberi pinjaman kepada perusahaan kayu tropis dan pulp — untuk mendukung perusahaan produsen mengatasi deforestasi dan meningkatkan kepatuhan mereka terhadap EUDR. Seluruh pemangku kepentingan dari rantai pasok harus membantu dalam memperkuat ketertelusuran, proses uji tuntas (due diligence), dan komitmen anti-deforestasi guna mencapai tujuan EUDR mengatasi krisis perubahan iklim dan hilangnya keanekaragaman hayati yang saling terkait.
Robert-Alexandre Poujade, ketua analis ESG dan keanekaragaman hayati BNP Paribas Asset Management berkomentar: “Sebagai institusi keuangan utama, kita punya peran penting yang bisa dijalankan untuk mempromosikan praktik-praktik yang lestari di dalam industri di mana kami berinvestasi. European Union Deforestation Regulation yang akan datang merupakan langkah penting dalam perjalanan ini.
“Kami secara aktif mendukung mitra kami di industri perkayuan dan pulp agar meningkatkan kepatuhan mereka dan mengikuti aturan penting ini. EUDR sesuai dengan komitmen kami, dan kami menganggap ini sebagai sebuah peluang buat keseluruhan industri bergerak menuju masa depan yang lebih berkelanjutan.”
Dari daftar 100 perusahaan kayu dan pulp yang dinilai, ada 11 perusahaan kayu dan pulp asal Indonesia. Dari jumlah itu, empat industri pulp yang dinilai adalah Toba Pulp Lestari, Asia Pulp and Paper (APP), APP China, dan Asia Pacific Resources International Limited (APRIL). Sementara tujuh lainnya adalah perusahaan perkayuan, seperti Korindo Grup, Sumalindo Lestari Jaya (SLJ) Global, Kayu Lapis Indonesia (KLI), Alas Kusuma Grup, Wapoga Mutiara Timber Unit II, Agra Bareksa dan Adindo Foresta Indonesia. AI