Pasar ekspor teh Indonesia di pasar dunia mengalami pelemahan akibat melemahnya daya saing kompetitifnya. Demikian dikatakan Ketua Umum Dewan Teh Indonesia (DTI) Rachmad Gunadi.
Kondisi tersebut, kata Rachmad Gunadi, berbeda dengan kondisi teh nasional yang secara global terjadi peningkatan trend konsumsi teh dalam beberapa tahun terakhir.
“Global Tea Revenue mengalami peningkatan sebesar 6,79% dengan nilai bisnis setara USD 247,2 millyar,” katanya, di Jakarta, Jumat (2/12/2022)
Dia juga menyebutkan areal teh, produksi dan konsumsi teh dunia mengalami trend peningkatan dan perilaku konsumen terhadap produk berbasis teh sudah beralih pada produk teh yang menawarkan functionality, body immunity, equity-wellbeing, dan ecofriendly.
Selama masa Pandemi Covid-19, gaya hidup konsumen terhadap customer value tersebut semakin meningkat. Permintaan pasar teh dunia hingga 2027 menunjukkan pertumbuhan terutama permintaan teh hijau dan fruit/herbal tea. Sedangkan untuk teh hitam tipe broken mulai menurun.
Dengan histori dan kompleksnya permasalahan industri teh nasional, maka solusi yang dibutuhkan sudah “beyond of capacity” para pelaku industri teh.
“Pemecahan berbagai permasalahan industri teh Indonesia membutuhkan intervensi kebijakan secara langsung oleh pemerintah dalam semua elemen dan kelembagaan industri ini untuk me-Reformatting Industri Teh Indonesia,” katanya.
Menurut Gunadi, pendekatan strategi tata kelola industri teh Indonesia tidak lagi bisa berpijak pada pendekatan parsial tetapi industri teh ini perlu dilihat dalam posisinya secara global.
Teh termasuk komoditas sub sektor unggulan perkebunan nasional yang hingga saat ini turut berkontribusi dalam perekonomian nasional.
Komoditas teh salah satu sebagai penyumbang devisa negara yang ditandai dengan kinerja ekspor impor sebesar 140 juta dolar AS di tahun 2021 dan perannya dalam pengembangan UMKM nasional.
Selain peran ekonomi, komoditas teh juga memiliki peran sosial budaya dan lingkungan yang sangat besar. Industri perkebunan teh mampu menyerap tenaga kerja lebih dari 200 ribu pekerja dan menghidupi keluarga lebih dari 1 juta jiwa.
Manfaat bagi kesehatan dan nilai sejarah serta budaya sangat melekat pada komoditas ini. Dalam aspek lingkungan, komoditas teh berperan nyata dalam konservasi tanah sebagai penahan laju erosi dan memiliki ecosystem services lainnya yang tak ternilai.
Namun secara nasional, kondisi bisnis teh saat ini, baik dihulu dan perdagangan sangat memprihatinkan. Dalam lima tahun terakhir produksi, dan luas areal teh mengalami penurunan, diikuti penurunan produktivitas.
Tercatat pada tahun 2020, Indonesia mmeproduksi sebesar 126.000 teh kering dari 113.000 hektar (Ha) lahan teh. Di satu sisi nilai ekspor dan impor teh Indonesia juga patut untuk diperhitungkan.
Tercatat pada tahun 2020 Indonesia memiliki nilai ekspor teh setara dengan 96,3 juta dolar AS (45,3 ribu ton) dengan pasar utama negara Eropa.
“DTI sendiri dalam beberapa kesempatan terus mendorong PT Perkebunan Nusantara (PTPN) agar mengambil peran penting dalam ekspor teh Indonesia. Ekspor terbesar teh Indonesia dari PTPN sebesar 70 persen, sedangkan perkebunan besar swasta hanya 30 persen,” papar Gunadi.
Namundi sisi lain, lanjut Gunadi, Indonesia dibanjiri oleh produk teh Vietnam, nilai impor total teh Indonesia tercatat sebesar 28,9 juta dolar AS (14,9 ribu ton).
Terlepas dari hal tersebut, penyelamatan industry teh Indonesia sangatlah penting mengingat nilai ekspor yang cukup besar dan menyumbang devisa bagi negara. Jamalzen