Jiwa Patriotisme Rimbawan Makin Luntur, Ketua Umum Yayasan Peduli Hutan Prihatin

Ilustrasi. rimbawan melakukan pemeliharaan tata batas kawasan hutan (foto: dok ksdae.menlhk.go.id

Terkait dengan tingginya angka kerusakan hutan nasional yang mencapai 60 juta hektare maupun kisruhnya kebijakan KHDPK (Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus) di Jawa yang seolah tak berujung, Dr. Ir. Transtoto Handadhari, M.Sc, rimbawan KAGAMA yang juga Ketua Umum Yayasan Peduli Hutan Indonesia menyampaikan keptihatinannya oleh lunturnya patriotisme rimbawan akhir-akhir ini.

“Sarjana Kehutanan itu menyelesaikan kuliahnya sekitar 3,5 tahun atau yang model lama sebelum tahun 1978 bisa sampai 6 tahun.Itupun baru menyerap teori 30 persen, dan sedikit ditunjukkan contohnya di lapangan,” kata Transtoto dalam pernyataannya, Sabtu 10 September 2022.

Menurutnya kemampuan mahasiswa menyerap ilmu kehutanan tersebut masih dipotong waktu bermain dan pacaran.

“Apalagi kuliah di Indonesia nyaris tidak ada PR. Lebih santai rasanya….”

“Di pekerjaan mulai lebih serius memahami hutan dan ekosistem. Plus kursus-kursus sesuai bidang kerjanya. Tapi untuk mengerti benar tentang kehutanan perlu waktu sekitar 15 tahun. Itu juga dipraktikkan di Perum Perhutani”, lanjut Direktur Utama Perum Perhutani 2005-2008 itu.

Tapi untuk sampai mampu memahami filosofi ilmu kehutanan menurutnya perlu 20-25 tahun perenungan dan mengalami pahit getirnya manajemen hutan.

“Patriotisme rimbawan tercipta dalam keheningan, yang potensial akan mudah terusak oleh riuhnya keterlibatannya dalam bisnis kayu. Kecurangan akan lebih meraja dibandingkan keinginan memuliakan hutan dengan kesungguhan”.

“Jiwa patriotisme rimbawan sejati akan menangis melihat bencana di, tetapi tidak terjadi bagi rimbawan pencari rente,” cetusnya.

“Dan bila politik kekuasaan sudah menjadi panglimanya, maka sulit setiap orang mengutamakan keselamatan rakyat sekalipun dengan menjaga kelestarian hutan”, pungkas Transtoto. ***