Mengadili Kewenangan Kehutanan

Dari banyak UU yang ada di negeri ini, nampaknya UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan cukup “laris” mendapat gugatan. Namun, dari tiga kali permohonan pengujian UU Kehutanan yang sudah terjadi, uji terbaru kali ini termasuk paling serius. Selain “nyawa” kehutanan yang digugat, yakni pasal 4 ayat (2) dan sejumlah pasal lainnya, Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) selaku pemohon juga diwakili Yusril Ihza Mahendra selaku kuasa hukum.

Hutan sebagai kekayaan alam yang dikuasai negara untuk kemakmuran rakyat, semua sepakat. Namun, ketika penguasaan negara diturunkan dalam bentuk kewenangan, mendadak pemerintah daerah seperti orang baru bangun dari tidur. Bayangkan, setelah berjalan sekian lama, UU No.41/1999 baru dinilai bertabrakan dengan UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tabrakan itu yang kini dimohon pengujiannya oleh Apkasi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Bahkan, untuk memenangkan pertempurannya, Apkasi menunjuk mantan Mensesneg dan Menkum HAM yang juga pakar hukum tata negara, Prof. Yusril Ihza Mahendra.

Menurut Yusril, dalam sidang perdana yang digelar di Ruang Sidang Pleno MK, Rabu (3/9), norma dalam UU 41/1999 bertentangan dengan norma konstitusi dalam UUD 1945. Intinya, kewenangan menjalankan pemerintahan di bidang kehutanan bukan kewenangan pemerintah pusat. Apalagi, UUD 1945 menegaskan Pemda berwenang menjalankan kewenangannya, kecuali memang secara spesifik disebut UU itu adalah kewenangan pemerintah pusat.

Itu sebabnya, Apkasi pun meminta MK menguji pasal 4 ayat (2) dan sejumlah pasal lainnya. Pengujian pasal 4 ayat (2) ini memiliki implikasi sangat serius jika dikabulkan MK. Bisa dibilang, inilah pasal yang jadi “nyawa” bagi keberadaan kementerian kehutanan. Maklum, di pasal inilah kewenangan pemerintah pusat disebutkan. Mulai dari “mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, sampai penetapan suatu wilayah sebagai kawasan hutan atau bukan kawasan hutan.”

Sejauh ini, Kementerian Kehutanan masih bersikap tenang. Apalagi, daerah dinilai Sekjen Kemenhut, Hadi Daryanto, sebetulnya sudah punya kewenangan pengelolaan hutan. Bahkan, dalam UU 32/2004 juga disebutkan penyelenggaraan bagian pemerintahan yang bersifat konkuren atau bersama-sama. Terbukti, dalam setiap perizinan kehutanan, kepala daerah selalu dimintai rekomendasi. Kok, tetap ngotot? “Yang dituntut sepertinya soal kewenangan penerbitan izin,” katanya.

Yang menarik, Hadi mengungkapkan dukungan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menghadapi permohonan Apkasi di MK. Caranya? Hadi memang tidak menyebutkan. Namun, kabar yang ada, KPK akan mengajukan diri sebagai pihak terkait. Artinya, KPK akan mengajukan permohonan ke MK sebagai pihak terkait karena hak/kewenangannya terpengaruh oleh pokok permohonan. Nah, soal dikabulkan atau tidak oleh MK, yang jelas Kemenhut sudah berhasil menggandeng dukungan kelas kakap. AI