Antisipasi Dampak Buruk Musim Kemarau

Musim kemarau sudah terjadi di sejumlah daerah dan memberikan dampak negatif bagi produksi hasil pertanian dan kehidupan masyarakat di daerah-daerah tersebut.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG),, berdasarkan hasil monitoring hujan berturut-turut menyatakan, Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi sebagian besar klasifikasi hujannya berlangsung sangat pendek, yakni di kisaran 1-5 hari.

Hal serupa juga trjadi di wilayah yang memiliki karakteristik kekeringan yakni Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), sebagian Jawa Timur, Jawa Tengah bagian timur, dan wilayah Pantura Jawa.

Menurut BMKG, penyebab terjadinya kekeringan itu bukan dikarenakan adanya El Nino, tetapi ada faktor lainnya, yakni tekanan udara rendah yang dipengaruhi transisi posisi matahari saat ini dari utara menuju khatulistiwa. Adanya gangguan cuaca di sebelah timur Filipina, mengurangi potensi terbentuknya awan hujan. Dampaknya akan terjadi panas yang menyengat. Pasalnya, tidak ada lagi awan yang menghalangi sinar matahari.

Kekeringan yang sudah melanda sejumlah wilayah itu perlu segera diantisipasi karena beberapa wilayah yeng terkena kekeringan itu merupakan lumbang utama produksi komoditas hasil pertanian dan perkebunan.

Terganggunya produksi hasil pertanian tentunya akan berdampak pada pencapaian target produksi komoditas pangan yang telh dicanangkan pemerintah pada tahun ini, seperti produksi beras, jagung, kedelai dan sayur mayor.

Jika target tidak tercapai, tentunya kebijakan impor sudah tidak bisa lagi dibendung. Penurunan produksi yng berbuntut pada minimnya psokan ke padar dalam negeri, juga akan memicu gejolak harga komoditas pangan tersebut.

Sementara dampak negatif dari penurunan produksi komoditas perkebunan, Indonesia berpotensi mengalmi penurunan pula pada kinerja ekspor produksi non migas. Seperti diketahui, kinerja ekspor non migas Indonesia selama ini didominasi oleh ekspor komoditas perkebunan, terutama minyak sawit mentah (CPO), karet, kopi, kakao dan sebagainya.

Jika kinerja ekspor komoditas perkebunan terganggu, maka devisa yang diterima Indonesia dari sektor ekspor komoditas perkebunan akan berkurang yang berbuntut pada defisit neraca perdagangan.

Melihat dampak buruk yang bisa ditimbulkan dari pengurangan produksi komoditas pertanian dan perkebunan akibat kekeringan, sudah saatnya pemerintah dan instansi terkait lainnya di negeri ini untuk segera mengambil langkah-langkah antisipastif.

Misalnya saja BMKG  perlu membangun pos Agroklimat di dekat lahan pertanian. Pos ini berfasilitas sistem digital dan telemetri untuk mengirimkan hasil pemantauan curah hujan, radiasi matahari, serta suhu permukaan setiap saat

Di sisi lain, pemerintah juga perlu meningkatkan pengawasan terhadap system pengairan di wilayah-wilayah yang terancam kekeringan. Pasokan air bagi kawasan pertanian dan perkebunan perlu diperhatikan agar tidak terkendala.

Sosialisasi kepada petani atau pekebun juga maat dibutuhkan. Mereka harus diberi pemahaman dan pengetahuan mengenai cara-cara mengantisipasi kekeringan agar produksi komoditas hasil pertanian dan perkebunan tidak terganggu oleh datangnya musim kemarau.