Di tengah upaya mempertahankan kelangsungan usaha akibat krisis Covid-19, para pelaku usaha kembali dihadapkan pada permasalahan yang cukup memprihatinkan yaitu kelangkaan kontainer dan keterbatasan ruang/space di kapal.
Dari sejumlah kontainer yang dibutuhkan para pelaku usaha, rata-rata hanya 25% saja yang dapat dipenuhi dan bahkan jika kurang beruntung tidak mendapatkan kontainer sama sekali. Akibatnya, kegiatan ekspor pun terganjal.
“Dari 10 – 15 kontainer per minggu yang dibutuhkan, hanya 5 – 6 kontainer saja yang tersedia padahal jumlah yang dibutuhkan tersebut terbilang sedikit. Lalu bagaimana dengan eksportir besar yang membutuhkan kontainer dengan jumlahnya lebih banyak lagi? Dari kebutuhan 100 kontainer per minggu hanya bisa mendapatkan 25-50 kontainer saja,” kata Ketua Presidium HIMKI, Abdul Sobur, di Jakarta, (02/12/2020).
Menurutnya, apabila kondisi tersebut terus berlanjut maka ujung-ujungnya mereka gagal ekspor dan yang lebih menyedihkan lagi eksportir terkena wanprestasi dan kena penalty karena tidak bisa memenuhi kontrak sesuai jadwal.
“Selain itu, keterbatasan space di kapal dan bahkan tidak adanya kapal menyebabkan eksportir terkena demurrage dan diantara mereka terpaksa batal ekspor dan membongkar kembali kontainernya,” ujarnya.
Menurut Ketua Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Jakarta Irwandi MA Rajabasa, penyebab dari kelangkaan kontainer antara lain disebabkan oleh turunnya operasional di transshipment port yang belakangan ini hanya 50%.
Selain itu shortage container juga akibat menurunya volume impor menjadikan berkurangnya kontainer yang masuk ke Indonesia. Kelangkaan kontainer ini hampir terjadi di semua pelabuhan, termasuk pelabuhan Medan dan Tanjung Emas, terutama untuk tujuan ekspor ke Asia.
Apabila situasi ini terus berlanjut maka bukan tidak mungkin eksportir akan mengalami kerugian dan bahkan bangkrut. Kelangkaan kontainer telah mengerek naiknya harga freight dan kenaikannya tidak tanggung-tanggung bukan lagi 2 kali lipat melainkan hingga 5 kali lipat bahkan lebih.
Kelangkaan kontainer yang terjadi secara global itu, menurut Ketua Depalindo, Toto Dirgantoro akan terjadi hingga Maret 2021 dan ini murni terjadi bukan karena regulasi tetapi business to business (B to B).
Saat ini, kenaikan harga kontainer untuk Intra-Asia kenaikan atau General Rate Increase (GRI) sebesar 150 dolar AS / 20DC dan 2.000 dolar AS/40”/4HDC yang efektif berlaku pada 1 Desember 2020.
Kontainer untuk ke Eropa naik menjadi 6.800 dolar AS atau naik sebesar 2.509 dolar AS dari harga sebelumnya. Untuk ke Amerika Serikat saat ini harga container berada di kisaran 8.000 dolar AS/40”
Sobur menegaskan, masalah kelangkaan dan naiknya harga kontainer dipastikan akan berdampak signifikan terhadap pengurangan jam operasional industri yang pada akhirnya berpengaruh pada pengurangan atau merumahkan tenaga kerja hingga pemutusan hubungan kerja (PHK).
“ Untuk itu kami dari kalangan dunia usaha memohon kepada Pemerintah untuk segera turun tangan menyelesaikan permasalahan ini, dan bisa memberikan solusi untuk membantu eksportir Indonesia,” pintanya.
Dia mengakui untuk proses ekspor tidak ada biaya demurrage, pelayaran akan release DO jika sudah confirm equipment dan space di kapal, kalaupun di pelabuhan transhipment di roll over, maka biaya storage di transhipment port akan menjadi tanggung jawab pelayaran.
Dikatakan, saat ini kebanyakan pelayaran memberikan harga ocean freight per kapal (bukan lagi rate valid per bulan) Untuk mengulangi penimbunan full container di transhipment port beberapa pelayaran sudah melakukan stop booking untuk dest tertentu. (system buka tutup).Buyung N