Pemerintah Indonesia telah berkomitnen untuk berpartisipasi dalam pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK).Sebagai buktinya, Kementerian Perindustrian akan mengusulkan penerapan pajak berdasarkan tingkat polusi atau carbon tax untuk kendaraan bermotor di dalam negeri.
“ Usulan ini sebagai salah satu upaya menurunkan target emisi sebesar 29 persen pada tahun 2030,” ujar Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kemperin, I Gusti Putu Suryawirawan dalam Focus Group Discussion(FGD) dengan tema “Perumusan Peta Jalan Industri Kendaraan Dikaitkan Dengan Kebijakan Energi Nasional dan Target Penurunan Gas Rumah Kaca” di Jakarta, Kamis (20/4/2017).
Menurut Putu, penerapan carbon tax ini rencananya dimuat dalam regulasi yang mengatur program kendaraan low carbon emission vehicle (LCEV), kelanjutan dari program kendaraan bermotor hemat bahan bakar dan harga terjangkau (KBH2).
“Ada tiga jenis kendaraan yang akan dicakup dalam penerapan carbon tax ini, yakni mobil berbahan bakar listrik, mobil hybrid, dan mobil berbahan bakar gas. Itu yang akan kami usulkan, namun hasilnya ada di kewenangan Kementerian Keuangan. Yang jelas, pajak akan ditetapkan berdasarkan CO2 yang dikeluarkan oleh produk otomotif,” katanya.
Putu menjelaskan, ada tiga hal yang harus dilakukan untuk menekan emisi, yaitu penyediaan produk, kualitas bahan bakar, dan tarif pajak. “Penurunan emisi gas rumah kaca akan sangat efektif apabila mendapat kontribusi dari kendaraan yang ada di jalan raya,” lanjutnya.
Berdasarkan hasil pemetaan sektor yang berkontribusi terhadap emisi GRK, sektor energi menjadi sektor yang amat penting untuk menurunkan GRK 29%. Saat ini, Indonesia masih sangat bergantung pada energi fosil sebagai sumber energi primer bagi alat transportasi darat. Akibatnya, semakin besar volume bahan bakar minyak (BBM) yang digunakan maka semakin besar juga jumlah gas karbon dioksida (CO2) yang dikeluarkan ke lingkungan. Karena itu, dibutuhkan kebijakan yang komprehensif untuk menurunkan emisi GRK
Putu optimistis, penerapan carbon tax akan meningkatkan daya saing industri otomotif. Namun, saat ini, penerapan pajak masih mengacu pada isi silinder. Dari sisi manufaktur, mayoritas pabrik kendaraan di dalam negeri telah dinyatakan bebas emisi. Hanya saja produk otomotif masih menjadi penyumbang emisi.
“Sejalan dengan upaya tersebut, Kemperin akan melakukan penghitungan terkait tingkat penurunan emisi untuk sektor kendaraan bermotor,” katanya.
Sementara itu Presiden Institut Otomotif Indonesia (IOI) I Made Dana Tangkas mengatakan, sejak 2016, pihaknya bersama Kemperin telah melakukan inisiasi untuk melakukan kajian pengembangan Peta Jalan Industri Alat Transportasi Darat, khususnya otomotif. “Ada beberapa skenario yang bisa digunakan oleh pemerintah untuk menurunkan emisi GRK sesuai dengan target,” ujarnya.
Dijelaskan, upaya tersebut, di antaranya pengembangan bahan bakar alternatif, promosi kendaraan hemat energi, dan beberapa opsi lain. “Untuk memudahkan identifikasi sumber emisi GRK perlu dilakukan klasifikasi kendaraan yang dapat dilakukan seperti berdasarkan usia dan jenis,” ucapnya.
Dari klasifikasi kendaraan tersebut, kemudian dapat dikaji dan ditemukan kontribusi masing-masing klasifikasi terhadap emisi GRK. IOI pun merekomendasikan agar kebijakan yang diambil nantinya disesuaikan dengan hasil kajian tersebut.
Sedangkan Direktur Eksekutif Komite Penghapus Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin mengatakan, untuk menekan emisi GRK, pemerintah perlu memberikan insentif selain memiliki kebijakan transportasi yang bersifat holistik, komprehensif, dan tidak membebankan hanya ke satu sektor atau kebijakan.
“Upgrade tidak hanya dilakukan dalam bidang teknologi terkait bahan bakar dan transportasi ramah lingkungan, namun juga mencakup strategi manajemen mobilitas bagaimana perpindahan orang dan barang dapat seefisien mungkin,” papar Ahmad. Buyung