Kementan Bangun JUT Berbasis Padat Karya

PADAT KARYA: Sejumlah petani bekerja sama membangun Jalan Usaha Tani (JUT) di desanya. Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan akan meningkatkan pembangunan JUT berbentuk Padat Karya untuk lokasi lahan pertanian seluas 14.400 hektare (ha) di 10 provinsi, 30 kabupaten. Target ini naik lebih dari tiga kali lipat dari tahun 2019.

Kementerian Pertanian (Kementan) tahun 2020 bakal membangun Jalan Usaha Tani (JUT) berbentuk Padat Karya untuk lokasi lahan pertanian seluas 14.400 hektare (ha) di 10 provinsi, 30 kabupaten. Target ini naik lebih dari tiga kali lipat dari tahun 2019.

Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) menjelaskan, tujuan dari pembangunan JUT untuk membangun atau merehabilitasi  JUT  sesuai dengan standar biaya berdasarkan peraturan yang berlaku.

JUT yang dibangun antara lain meliputi kawasan budidaya tanaman pangan, kawasan budidaya perkebunan, dan kawasan budidaya hortikultura. “Harapannya, setelah terbangun JUT akan memudahkan para petani dalam mengangkut hasil budidayanya untuk dipasarkan ke kota,” papar Mentan.

Mentan SYL meminta jajarannya memprioritaskan anggaran tahun 2020 untuk program pemberdayaan warga melalui program padat karya — yang memberikan kesempatan kerja bagi warga yang miskin dan menganggur. “Program padat karya ini memberikan kesempatan kerja bagi mereka yang miskin, yang menganggur di desa dengan model cash for work,” katanya.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) merupakan indikator untuk mengukur tenaga kerja yang tidak terserap oleh pasar kerja. TPT mengalami penurunan dari 2015 sampai dengan 2019 sebesar 0,90%. TPT pada 2018 sebesar 5,34%, turun menjadi 5,28% pada 2019. 

Struktur penduduk bekerja menurut lapangan pekerjaan pada 2019 masih didominasi tiga lapangan pekerjaan utama, yaitu pertanian sebesar 27,33%, perdagangan sebesar 18,81% dan industri pengolahan sebesar 14,96 %

“Sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo, program padat karya berbasis pertanian harus menjadi ujung tombak untuk menekan angka kemiskinan, khususnya di desa, serta mengangkat kesejahteraan petani,” kata Syahrul.

Lahan yang ditetapkan sebagai calon lokasi harus memenuhi persyaratan. Di antaranya clear dan clean, lahan bersedia tidak dialihfungsikan dengan membuat surat pernyataan, status lahan jelas serta tersedia petani penerima manfaat sesuai dengan kriteria yang telah di tentukan.

Kepala Dinas Kabupaten/Kota bertanggung jawab dalam pemilihan lokasi (CPCL) dan bertanggung jawab penuh dalam pelaksanaannya baik fisik maupun keuangan secara padat karya dan dituangkan dalam surat pernyataan tanggung jawab.

Lahan yang masuk dalam program padat karya dijamin tidak dialihfungsikan menjadi fungsi lain, yang dibuktikan dengan surat pernyataan kelompok tani/gapoktan bermaterai. Selain itu, petani bersedia bekerja dalam kelompok dan petani bersedia melepaskan sebagian lahannya tanpa ganti rugi.

“Setiap petani atau kelompok tani harus bersedia untuk melakukan perawatan dan pemeliharaan jalan pertanian secara swadaya,” tambahnya.

Standar Spesifikasi

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy menambahkan, bangunan JUT juga harus memiliki standar spesifikasi. Antara lain, dimensi lebar badan jalan minimal 2 meter dan/atau dapat dilalui kendaraan roda 3 dan dapat saling berpapasan atau dibuatkan tempat untuk berpapasan.

Spesifikasi dan dimensi komponen jalan pertanian (bahu jalan, badan jalan, saluran drainase, gorong-gorong, jembatan dan lainnya) juga disesuaikan dengan kebutuhan lapangan.

“Standar teknis kegiatan pembangunan baru, peningkatan kapasitas, rehabilitasi dan penyediaan bahan material masing-masing lokasi jalan pertanian disesuaikan dengan kondisi setempat,” tambahnya.

Sebagai informasi, tahun 2019 Kementan telah merealisasikan pembangunan JUT untuk areal sawah 4.320 ha sekitar 68,8 km. Infrastruktur tersebut dibangun di 16 kabupaten di 8 provinsi yang melibatkan 144 kelompok tani.

“Dengan adanya jalan usaha tani, sangat membantu petani dalam menjalankan usaha taninya. Selain itu, yang membangun juga para petani sehingga rasa memiliki lebih tinggi untuk turut menjaganya,” ujarnya.

Infrastruktur Pertanian

Menurut Sarwo Edhy, program padat karya merupakan suatu kegiatan produktif yang dilaksanakan dalam rangka memberikan kesempatan kerja dan menambah penghasilan bagi petani miskin.

“Program padat karya infrastruktur pertanian ini diharapkan dapat menyentuh langsung kebutuhan public sehingga dapat memberikan peningkatan produksi pertanian, juga pengentasan kemiskinan dan penyediaan lapangan kerja bagi petani dan masyarakat sekitarnya yang belum punya pekerjaan tetap,” ujarnya.

Fokus utama program tersebut adalah pada pembangunan infrastruktur pertanian, seperti pembangunan jalan usaha tani, rehabilitasi jaringan irigasi, pembangunan embung, atau pengembangan prasarana dan sarana pertanian lainnya dengan melibatkan warga masyarakat secara swadaya.

Tak hanya mensejahterkan petani, program padat karya juga bisa sebagai upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional. “Kegiatan program padat karya oleh masyarakat (P3A dan Poktan) dilakukan melalui pola transfer dana pemerintah langsung ke rekening kelompok penerima manfaat,” katanya.

Tahun 2020, Kementan mencanangkan pembangunan jalan usaha tani pada areal seluas 14.400 ha di 10 Provinsi, 30 Kabupaten. Peningkatan target lebih dari tiga kali lipat ini karena anggarannya naik menjadi Rp47,4 miliar untuk tahun 2020 dari sebelumnya Rp18 miliar pada 2019. Pelaksanaannya akan melibatkan 361 kelompok tani.

“Rencana pembangunan ini sudah diajukan sejak 2019. Program padat karya infrastruktur pertanian ini diharapkan dapat menyentuh langsung kebutuhan public, sehingga dapat memberikan kontribusi selain peningkatan produksi pertanian, juga pengentasan kemiskinan dan penyediaan lapangan kerja,” katanya.

Selain itu, kegiatan-kegiatan yang dapat dilaksanakan melalui padat karya produktif/infrastruktur Prasarana dan Sarana Pertanian adalah kegiatan mencakup infrastruktur prasarana dan sarana pertanian aspek irigasi pertanian.

“Di antaranya Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier, Pengembangan Sumber-Sumber Air melalui Irigasi Perpipaan/Perpompaan, Pengembangan Embung Pertanian, Normalisasi Saluran Irigasi dan Saluran Drainasi, dan Kegiatan Aspek Pengelolaan Air lainnya. Kriterianya adalah adanya sumber air yang dapat dialirkan melalui pipa atau melalui sistim perpompaan” katanya.

Syarat dan kriteria penerima bantuan rehabilitasi jaringan irigasi, diutamakan yang tersiernya mengalami kerusakan dan butuh peningkatan. Irigasi primer dan skundernya harus dalam kondisi baik.

“Luas lahannya minimal 20 ha untuk komoditas tanaman pangan dan perkebunan. Untuk komoditas hortikultura minimal 4 ha. Dan untuk peternakan minimal 1 ha dan ternak sapi minimal 20 ekor,” paparnya.

Sementara, kriteria untuk pengembangan embung pertanian antara lain, relatif dekat dengan lahan usaha tani yang membutuhkan suplai air irigasi atau daerah endemik kekeringan dan kebanjiran.

Diutamakan pada daerah cekungan, terdapat parit-parit alami atau sungai-sungai kecil dengan debit air yang memadai untuk dibendung dan dinaikkan elevasinya untuk keperluan irigasi. “Lokasi untuk untuk pengembangan embung pertanian status kepemilikan harus jelas berasal dari Tanah desa atau hibah minimal 25 hektare untuk tanaman pangan, 5 hektare untuk hortikultura, 5 hektare untuk perkebunan, dan 5 hektare untuk peternakan,” tegasnya. PSP