
Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Hortikultura mulai mengembangkan kawasan hortikultura bebas pestisida. Hal ini dilakukan untuk mendorong ekspor produk hortikultura.
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura, Bambang Sugiharto, mengatakan solusi yang diterapkan untuk pengembangan pertanian ramah lingkungan adalah melalui aplikasi biopestisida.
“Salah satu prospek pengembangan produk hortikultura yang diekspor adalah adanya permintaan komoditas hortikultura dengan Batas Maksimum Residu Pestisida (BMR) yang rendah,” ujar Bambang di Jakarta, Selasa (21/7/2020)
Dia mengatakan beberapa negara seperti Malaysia, Singapura dan Uni Eropa mempersyaratkan produk dengan BMR yang rendah.
“Upaya selanjutnya juga bisa melalui pengembangan pertanian ramah lingkungan lewat aplikasi biopestisida,” katanya.
Bambang menyebutkan, Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura akan mulai mengembangkan kawasan hortikultura yang bebas residu pestisida kimia.
Demplot pengembangan kawasan hortikultura tersebut dikelola Asosiasi Agro Bio Input Indonesia (ABI). Lokasi demplot terletak di Kelurahan Marga Mulya, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung.
Ketua ABI Gunawan Sutio mengatakan bio pestisida yang digunakan merupakan produksi dalam negeri. Komoditas yang dikembangkan pada demplot tersebut diantaranya bit merah, lobak, tomat, buncis, brokoli, wortel, kentang, dan lain-lain.
“Produk yang dihasilkan dengan penerapan bio pestisida tersebut beberapa sudah diekspor ke negara Vietnam, Kamboja dan Pakistan,” ungkapnya.

Teknologi Blockchain
Selain itu, untuk membangun kepercayaan konsumen akan diinisiasi pengembangan Blockchain Technology. Blockchain merupakan suatu model ketelusuran, transparansi rantai pasokan, pemantauan kesesuaian, dan auditabilitas.
Bambang mengatakan kalau Blockchain dimaksudkan untuk menyajikan informasi mengenai seluruh atau sebagian rantai pasok produk hortikultura mulai dari budidaya, pemanenan, pengangkutan, penyimpanan hingga distribusi dan penjualan.
“Kepercayaan konsumen terhadap mutu produk hortikultura akan meningkat dengan adanya informasi tersebut,” katanya.
Menurut Bambang, konsumen akan mengetahui informasi mengenai petani, lokasi tanam, sertifikasi, aplikasi pestisida dan lain-lain hanya dengan memindai QR Code yang tercantum pada kemasan produk hortikultura.
Lokasi percontohan dan penerapan blockchain technology dilakukan secara bertahap dan dikembangkan lokasi percontohannya.
Ditemui secara terpisah, Sekretaris Direktorat Jenderal Hortikultura, Retno Mulyandari mengatakan salah satu kunci produk hortikultura berdaya saing adalah rendah residu bahkan bebas residu.
Hal ini sebagaimana yang sering disampaikan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
“Produk yang telah memenuhi persyaratan Good Agricultural Practices (GAP) dan Good Handling Practices (GHP) serta bebas residu, mudah diterima oleh pasar ekspor,” katanya.
Jamalzen