Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo menegaskan, pemerintah sudah menyiapkan strategi untuk menghadapi cuaca atau iklim ekstrem sepanjang tahun 2023 ini di sektor pertanian.
Strategi tersebut antara lain dengan melakukan percepatan musim tanam dan menyamakan validasi cuaca dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi cuaca ekstrem yang berpotensi menghambat produksi pertanian.
“Selama ini, kami selalu menghadapi masalah cuaca dan hama. Karena itu, kami lakukan mapping (pemetaan) serta kerja sama dengan BMKG. Pastinya kami terus bergerak cepat. Mudah-mudahan ini bisa berjalan dengan baik dan bukan hanya beras yang terpenuhi, tetapi komoditas lain selalu tersedia,” ujarnya.
Dia mengungkapkan, keberhasilan Indonesia dalam menjaga ketersediaan pangan tahun 2022 adalah modal utama dalam melakukan fokus kerja di tahun 2023.
Oleh karena itu, imbuh Syahrul, pendekatan kerja yang diambil harus berjalan efektif dan efisien. “Pertanian di tahun 2023 itu sudah kami rancang pada 2022. Karena itu kami lanjutkan dengan melakukan intervensi agar produksi berjalan dengan lancar serta sesuai dengan harapan,” katanya.
Untuk saat ini, lanjut dia, kondisi cuaca terbilang menguntungkan karena cukup bersahabat.
Menurutnya, intensitas hujan cukup mendukung produksi dalam musim tanam kali ini. Petani sudah dapat memulai panen pada Februari 2023, sedangkan puncak panen akan berlangsung Maret-April 2023.
“Oleh karena itu, kami berharap hasil produksi ini segera terproses di semua penggilingan. Dari penggilingan tentu akan menuju pasar, dengan begitu tentu kami berharap ketersediaan di seluruh Indonesia cukup,” jelasnya.
Selain cuaca ekstrem, lanjut Syahrul, organisme pengganggu tanaman (OPT), seperti tikus, penggerek batang, wereng batang cokelat (WBC), penyakit blast oleh Pyricularia grisea, hingga bacrerial leaf blight (BLB), diperkirakan juga akan meningkat pada Mei hingga Juli 2023.
“Peringatan FAO terhadap potensi kelangkaan pangan bukanlah karena faktor kekeringan (iklim). Akan tetapi, lebih ke food supply-chain yang terganggu. Ini tidak boleh terjadi di negeri ini,” imbuhnya.
Surplus beras 1,7 Juta
Pada kesempatan tersebut, Syahrul menjelaskan, Indonesia diperkirakan akan mengalami surplus beras setidaknya 1,7 juta ton pada 2023.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, produksi beras nasional 32 juta ton, sedangkan kebutuhan kurang lebih 30 juta ton. Setidaknya, kata Mentan, akan ada cadangan hingga 1,7 juta ton.
“Dari data BPS juga mengatakan, panen dalam rentang Februari-Maret 2023 akan mencapai sekitar 10 juta ton. Kalau dari pengamatan Kementerian Pertanian (Kementan) melalui satelit, produksi periode itu bahkan dapat mencapai 11,1 juta ton,” katanya.
Mentan menjamin data satelit tersebut valid karena memotret seluruh lahan padi di Tanah Air. Selain itu, laporan dari dinas-dinas provinsi dan kabupaten terkait panen padi, juga mendukung tren yang sama.
Di samping itu, sebutnya, ketersediaan beras hingga Idul Fitri dijamin aman. Sebab, sebanyak 1,9 juta hektare (ha) lahan sawah akan panen sampai Maret 2023.
“Artinya, akan ada 6 juta ton beras yang dihasilkan oleh para petani dalam negeri hingga Maret 2023. Pada Februari 2023 ada kurang lebih 1,9 juta ha di seluruh Indonesia yang siap panen,” ucapnya.
Salurkan Bantuan Alsintan
Direktur Jenderal (Dirjen) Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Ali Jamil mengatakan, Kementan siap membantu menyediakan infrastruktur yang diperlukan bagi daerah-daerah apabila mengalami kekeringan atau kebanjiran dengan menyediakan paket bantuan kepada petani.
“Pertama, bantuan berupa pompanisasi dan pipanisasi. Bantuan ini digunakan untuk menarik air dari sumber-sumber yang ada, baik dari sungai maupun mata air. Pompa juga untuk menguras air yang menggenangi sawah akibat banjir,” ujarnya.
Kedua, lanjut Ali, Kementan juga bisa menyediakan pembangunan embung atau long storage. Program yang ditujukan untuk kelompok tani (poktan) berfungsi untuk menampung air di musim hujan (bank air) kemudian dialirkan ke sawah bila dibutuhkan.
Ketiga, membangun sumur dangkal (sumur bor) di lahan-lahan yang mengalami kekeringan. “Sumur bor ini dalamnya bisa mencapai 60 meter. Ini juga cukup membantu dalam mengatasi kekeringan,” ujar Ali.
Keempat, lanjut dia, petani diimbau untuk ikut program asuransi Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP).
Dengan asuransi tersebut, petani akan dapat ganti rugi sebesar Rp6 juta/ha/musim jika ada lahan padinya mengalami kekeringan hingga 70%.
“Sehingga petani tidak perlu lagi was-was mengalami gagal panen karena kekeringan. Karena dari klaim bisa jadi modal menanam kembali,” imbuh Ali.
Selain itu, sebut dia, Kementan juga mengidentifikasi sumber-sumber air yang masih dapat dimanfaatkan. Caranya dengan menyalurkan sumber air dengan pompa di lahan sawah yang masih memiliki standing crop.
“(Kementan) juga mendorong percepatan pelaksanaan fisik kegiatan irigasi pertanian untuk segera dimanfaatkan dalam mengantisipasi kekeringan, antara lain jaringan irigasi tersier, embung pertanian, dan irigasi perpipaan serta perpompaan,” jelas Ali. SW
Gunakan Alsintan Petani Meraup Untung
Petani di Desa Sidomulyo, Kecamatan Kaliori, Rembang, Jawa Tengah saat ini sedang menggelar panen raya padi. Proses panen pada lahan yang dikelola Kelompok Tani (Poktan) Nanggala ini kian cepat dan mudah berkat penggunaan alat mesin pertanian (Alsintan).
“Hasil pengolahan memakai Alsintan lebih besar keuntungannya. Pekerjaannya juga jauh lebih efisien dan tidak membutuhkan banyak tenaga kerja,” ujar Ketua Kelompok Tani Nanggala Desa Sidomulyo, Suwarno.
Dalam perhitungan Analisa Usaha Tani, uang yang didapat dari panen padi dengan sistem manual sebanyak 7,1 ton dikali harga gabah Rp5.200/kg. Total pendapatan Rp36,9 juta lebih, sementara biaya pengolahan tanah Rp17,3 juta lebih. Untung yang didapat petani sebesar Rp19,5 juta lebih per hektare (ha).
Sedangkan pengolahan lahan menggunakan mekanisasi mulai penggunaan traktor sampai dengan mesin panen, petani mendapatkan keuntungan lebih banyak, lebih dari Rp25 juta/ha.
“Di masa tanam pertama 2022/ 2023 ini, ada perbedaan yang signifikan antara sistem manual dengan sistem mekanisasi menggunakan Alsintan. Kita ada keuntungan yang manual Rp19 juta sekian, sedangkan yang pakai alat Rp25 juta sekian,” ungkapnya.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Ali Jamil memastikan bahwa seusai panen pihaknya akan terus mengupayakan ketersediaan air melalui jaringan irigasi yang optimal, serta memaksimalkan penggunaan Alsintan seperti traktor roda 2 dan roda 4 untuk pengolahan tanah persiapan musim tanam selanjutnya.
Petani juga bisa melakukan sewa pinjam Alsintan yang dikelola Brigade Dinas, Usaha Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA), dan Kelompok Usaha Bersama (KUB) di daerah masing-masing atau Taksi Alsintan.
“Dengan menggunakan Alsintan, petani akan lebih hemat dan lebih cepat dalam proses, olah lahan, menanam juga panen,” katanya.
Keuntungan lainnya, penggunaan Alsintan dapat mengurangi penyusutan hasil panen (losses) hingga 10% dan meningkatkan nilai tambah. Bahkan, penanaman padi yang dulunya hanya satu kali setahun, kini bisa tiga kali karena proses pengolahan, tanam dan panen yang lebih cepat.
Begitu juga dengan penggunakan rice transplanter, yakni mesin penanam padi yang digunakan pada areal tanah sawah kondisi siap tanam. Fungsinya untuk menanam bibit padi dari hasil semaian yang menggunakan tray dengan umur bibit sekitar 15 hari atau ketinggian bibit tertentu. Rice transplanter membuat penanam bibit padi dengan jumlah, kedalaman, jarak dan kondisi penanaman yang lebih seragam serta lebih cepat proses pengerjaannya.
“Mesin tanam ini dirancang agar dapat beroperasi pada lahan berlumpur (puddle) dengan kedalaman kurang dari 40 cm. Oleh karena itu, mesin ini dirancang ringan dan dilengkapi dengan alat pengapung,” tutur Ali Jamil.
Direktur Alat Dan Mesin Pertanian Ditjen PSP, Muhammad Hatta menambahkan, panen secara mandiri dengan Alsintan ini akan membuat pendapatan yang diterima petani menjadi optimal di tengah cuaca ekstrem yang masih membayangi.
“Menghadapi musim panen ini, petani sebaiknya bisa lakukan panen secara mandiri dengan Alsintan. Jangan sampai membiarkan padi yang sudah waktunya dipanen tidak dilakukan proses pemanenan karena alasan tidak mendapat buruh panen saat ini,” kata dia.
Kesulitan mendapatkan buruh panen, lanjut Hatta, memang menjadi permasalahan klasik yang selalu dihadapi petani setiap musim panen. Karena memang ketergantungan yang cukup tinggi pada buruh panen yang sebagian besar berasal dari luar daerah.
Karena itu, panen secara mandiri ini menjadi solusi. Selain panen bisa tetap berlangsung sesuai jadwal, pendapatan yang diterima petani juga lebih besar karena tidak dipotong ongkos buruh. Kualitas panen gabah yang dihasilkan pun akan optimal karena waktu panen yang tepat waktu.
“Panen mandiri sebenarnya sangat memungkinkan dilakukan, terlebih dengan banyaknya bantuan Alsintan yang sudah disalurkan ke petani untuk mempermudah proses panen. Selain dari bantuan, petani juga bisa menyewa ke UPJA atau Taksi Alsintan,” ucapnya. YR