Ombudsman Republik Indonesia menilai Kementerian Pertanian (Kementan) telah melakukan maladministrasi terkait kebijakan larangan impor jagung. Kementan hanya melarang impor, tapi tidak diikuti oleh kertersediaan pasok produksi dalam negeri, sehingga industri pakan ternak kesulitan bahan baku.
Selain itu juga, data mengenai produksi jagung nasional dinilai tidak akurat, sehingga pemerintah salah mengambil kebijakan.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan, Momon Rusmono membenarkan ketika dikonfirmasikan soal penilaian Ombudsman tersebut. “Ya, temuan itu ada. Tapi saya belum baca semua,” katanya kepada Agro Indonesia di Jakarta, Jumat (23/8/2019).
Dia juga menyebutkan, karena masalah jagung terkait dengan pakan ternak, maka yang akan memberikan jawaban adalah Direktur Pakan Ternak, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan.
Momon mengatakan, temuan atau rekomendasi Ombusman itu pasti akan ditindaklanjuti, namun dia belum menyebutkan dengan rinci. “Kalau rekomendasi Ombudsman pasti kita tindaklanjuti,” katanya.
Masalah jagung ini memang menarik. Kementan ngotot untuk melarang impor jagung. Di sisi lain, Kementerian Perdagangan malah meminta kran impor jagung dibuka karena industri pakan ternak kesulitan bahan baku dan harga mahal.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan akan membuka impor jagung tahun ini. Impor ini dilakukan guna mengantisipasi kenaikan harga dan sisi produksi jagung nasional yang menurun akibat kemarau.
Meskipun demikian, kata Enggar, surat perizinan impor (SPI) masih tergantung bagaimana rekomendasi yang dikeluarkan oleh Kementan. “Kita akan minta rekomendasi impor dari Kementan, bahwa akan terjadi kekeringan dan (mengganggu) produksi serta stok jagung,” katanya.
Menurut Enggar, selama ini peternak lokal pun kerap mengeluhkan harga jagung pakan yang tinggi. Tingginya harga jagung pakan peternak itu juga menjadi kontribusi terbesar yang menyebabkan harga ayam nasional tinggi.
Tetap tolak
Menanggapi hal ini, Dewan Jagung Nasional (DSN) menolak rencana pemerintah tersebut. Sekretaris Jenderal DSN, Maxdeyul Sola menilai, dibukanya kran impor mematikan pendapatan petani lokal.
Sola juga membantah pernyataan sejumlah pihak, termasuk Kemendag, bahwa stok jagung nasional minim. Misalnya, kata dia, dua tahun lalu.
“Sekarang stok jagung dari seluruh pabrik secara nasional berada dalam kondisi stabil jika dibandingkan dengan kondisi stok di pabrik-pabrik besar secara menyeluruh lho ya, itu sudah 3 juta ton. Jumlah ini cukup sampai tiga bulan ke depan, karena kebutuhan kalau dirata-rata per bulan hanya 700.000 ton,” ujarnya di Jakarta, Kamis (22/8/2019).
Dia juga menilai kebijakan impor jagung saat ini kurang tepat, sebab sejumlah pabrik jagung sudah mulai menutup pintu pasok.
Meski begitu dia mengakui, produksi jagung nasional di musim kemarau memang mengalami penurunan jika dibandingkan dengan di musim hujan.
Maxdeyul Sola mengakui, harga jagung saat ini memang mengalami kenaikan. Hanya saja, kenaikan harga tersebut masih dalam ambang wajar sebab ada pengaruh kemarau. Kemarau membuat biaya produksi jagung petani bertambah karena mereka perlu pemenuhan aliran air. Contohnya, untuk biaya mesin pompa serta biaya pengaliran yang lainnya.
“(Ada kenaikan), tapi enggak banyak. Kalau dibanding tahun lalu, harga masih oke yang sekarang. Mei 2018 harga sudah melambung, ini sudah Agustus 2019 harga naik tapi masih normal (kenaikannya),” ujarnya.
Dia mencontohkan, harga beli jagung ke petani Sumbawa baru-baru ini berkisar Rp3.500-Rp3.700/kg. Sedangkan harga beli di pabrik menyentuh Rp4.500/kg atau berada di atas harga pembelian pemerintah (HPP) sebesar Rp3.150/kg.
“Memang selalu di atas HPP harganya. Ini juga kami minta ke Kemendag HPP-nya direvisi. Jangan segitu,” ujarnya.
Stok jagung Bulog
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyebutkan, impor jagung bukan menjadi sebuah kebutuhan yang mendesak saat ini. Sebab, Perum Bulog masih memiliki stok jagung di sejumlah gudangnya hingga 20.000 ton.
Amran menuturkan, stok jagung tersebut dapat dibeli oleh mereka yang membutuhkan. Tidak terkecuali bagi para peternak untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak.
“Sebenarnya (Bulog) mau mempercepat penjualan. Kalau ada petani yang butuh, dapat meminta ke Bulog,” ujarnya di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (23/8/2019).
Selain stok Bulog, Amran menjelaskan kebutuhan jagung dapat terpenuhi setelah masa panen Agustus. Terdapat 300.000 hektare (ha) yang siap panen dengan rata-rata panen 6 ton/ha. Artinya, setidaknya akan ada 1,8 juta ton jagung yang bisa dimanfaatkan sampai akhir bulan ini.
Di sisi lain, Amran memastikan sistem produksi jagung yang ‘setiap hari tanam dan setiap hari panen’ akan memastikan ketersediaan komoditas. Terlebih, pemerintah melalui Kementan telah membangun irigasi tersier yang dapat meningkatkan indeks pertanaman (IP).
Dengan berbagai upaya itu, Amran berharap komoditas jagung di pasaran dapat tersedia mencukupi, sehingga tidak perlu dilakukan impor dalam jangka waktu dekat. “Yang jelas, yang butuh jagung bisa ke Bulog. Itu jawaban pak Dirut (Direktur Utama Bulog, Budi Waseso) saat saya tanya tadi pagi,” ucapnya.
Hanya saja, Amran tidak dapat memastikan apakah pemerintah akan secara total menutup kran impor hingga akhir tahun. Kalaupun ada, dia berharap jumlah jagung yang diimpor dapat lebih kecil dibandingkan dengan ekspor. Jamalzen
Kemenko Belum Bahas Jagung
Deputi Menko Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko), Musdhalifah Machmud menyebutkan, isu impor jagung belum menjadi pembahasan di tingkat Kemenko Perekonomian. Dia masih menunggu data dari berbagai pihak yang berkepentingan, termasuk Kementerian Pertanian (Kementan).
Data yang dimaksud Musdhalifah adalah jumlah produksi dan tingkat kebutuhan industri dalam negeri. Apabila melalui perhitungan tersebut menunjukkan bahwa tingkat supply lebih rendah dibandingkan demand, maka pemerintah akan segera merancang dan membuat kebijakan. “Ini akan kita bahas bersama,” ujarnya.
Direktur Serealia Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementan, Bambang Sugiharto tegas menolak gagasan impor jagung. Menurut dia, stok jagung nasional saat ini dalam kondisi stabil meski kekeringan melanda. “Posisi kita jelas, tolak rencana impor itu pasti. Karena enggak relevan dengan kondisi riil,” ujarnya.
Bambang juga mempertanyakan ketidakstabilan sisi produksi yang dimaksud. Sebab, menurut dia, jagung merupakan komoditas pertanian yang paling sulit terimbas gagal panen. Dia menyebut, hingga saat ini belum pernah ada kasus gagal panen jagung akibat kekeringan.
Sedangkan terkait harga, dia mengklaim, harga jagung lokal saat ini masih relatif terjangkau, meski dia tidak dapat menyebut berapa harga spesifik jagung-jagung tersebut. Berdasarkan informasi yang dia terima dari sejumlah produsen pakan ternak, harga jagung pun masih normal.
“Kemarin saya baru saja pergi ke produsen pakan, harga (jagung) kata mereka masih sekitar Rp4.000/kg,” ujarnya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 58 Tahun 2018 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen, harga jagung di tingkat konsumen di level Rp4.000/kg. Sedangkan harga jagung di tingkat petani terbagi menjadi lima kriteria tergantung kadar airnya.
Kriteria tersebut antara lain dengan kadar air 15% seharga Rp3.150/kg, 20% kadar air sebesar Rp3.050/kg, 25% kadar air sebesar Rp2.850/kg, 30% kadar air sebesar Rp2.750/ kg, dan kadar air 35% sebesar Rp2.500/ kg.
Bambang menambahkan, faktor kemarau dan kekeringan tidak berpengaruh banyak terhadap produktivitas jagung. Menurutnya, jagung merupakan salah satu komoditas pertanian yang tak terlalu membutuhkan pasokan air berlebih layaknya padi.
Tingkatkan produktivitas
Sementara itu Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Kementan, Suwandi mengatakan, produktivitas jagung harus segera ditingkatkan untuk menjaga stabilisasi pasokan dan harga di dalam negeri.
“Kita harus pastikan produksi jagung cukup sesuai kebutuhan bulanan. Luas tanam kita tingkatkan, tapi produktivitas juga harus bagus,” katanya di Jakarta, Selasa (20/8/2019).
Dia mengatakan, rata-rata produktivitas jagung lokal saat ini sekitar 6 ton/ha. Kementan menargetkan produktivitas naik menjadi 8-9 ton/ha. Saat ini, di beberapa sentra produksi sudah bisa mencapai target produktivitas tersebut.
Suwandi menyebutkan, pola tanam jagung mengikuti pola tanam yang dilakukan pada komoditas padi. Di mana penanaman dilakukan secara terus-menerus, sehingga musim panen terus berlanjut sepanjang tahun.
Target produksi jagung hingga akhir tahun sebanyak 33 juta ton atau naik dari realisasi 2018 sebesar 28,92 juta ton. Adapun kebutuhan jagung untuk pakan ternak tahun ini diperkirakan sebesar 7 juta ton. Sisa dari produksi jagung lokal dapat digunakan untuk kebutuhan konsumsi maupun kebutuhan lainnya.
Mengenai harga, Suwandi mengatakan, sesuai acuan pemerintah harga ideal jagung sebesar Rp3.150/kg. Harga tersebut secara nasional sudah menguntungkan petani dan para pengguna jagung.
“Sekarang kita sudah membuat sentra-sentra jagung setiap wilayah dan penanaman terus dilakukan. Selain di lahan sawah juga di lahan kering dan perkebunan. Sejauh ini tidak ada masalah,” kata Suwandi.
Meski demikian, dia mengakui terdapat tugas besar yang harus dilakukan ke depan. Seiring peningkatan produsi jagung, Kementan sebagai pihak yang mengatur hulu harus memberikan kepastian pasar bagi petani.
Hal itu akan didorong melalui kemitraan antara kelompok petani beserta industri pakan ternak maupun para pengusaha ternak ayam. “Mesti ada kemitraan supaya petani punya kepastian pasar dan harga. Petani dan peternak sama-sama mendapat kepastian. Dari hulu hingga hilirisasi,” katanya. Jamalzen