Kenaikan Target Cukai Rokok Kontraproduktif

Kenaikan target cukai rokok sebesar 23,5 persen yang dipatok  dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016 menjadi Rp 148,85 triliun  dinilai terlalu tinggi dan kontraproduktif dengan industri hasil tembakau di dalam negeri. Hal ini dikarenakan kebijakan tersebut   memberatkan pelaku industri dan bisa memicu pemutusan hubungan kerja (PHK) para pekerja pabrik rokok.

Karena itu, untuk menjaga keberlangsungan industri rokok nasional, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) akan mengajukan keberatan terhadap kebijakan yang tertuang dalam RAPBN 2015 itu.

Direktur Jeneral Industri Agro Kemenperin, Panggah Susanto, mengatakan, pihaknya telah  menyiapkan surat resmi yang akan ditujukan kepada Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro.

“Surat resmi tersebut meminta Kementerian Keuangan untuk mengevaluasi kembali besaran kenaikan target cukai tersebut. Suratnya sudah di meja Pak Menteri Perindustrian, tinggal menunggu disetujui oleh beliau,” kata Panggah Susanto,, dalam diskusi yang digelar Forum Wartawan Industri di Jakarta, Selasa (22/9).
Dia mengakui kalau kenaikan target cukai rokok di tahun depan memang tak bisa dihindari. Namun dia mengingatkan jika target kenaikannya terlalu tinggi, hal itu akan kontraproduktif dengan industry di dalam negeri.

“Dalam memasang target penerimaan cukai, setidaknya dibicarakan lebih dulu dengan industri untuk mencari jalan tengah yang terbaik,” paparnya.

Menurut Panggah, selama ini industri minta kenaikan harga cukai sebesar 6 persen, sedangkan pemerintah sendiri minta naik 23 persen. “Ini kan tidak ketemu. Hal ini yang harus dibicarakan lebih intens,”ucapnya.

Seperti diketahui, jika RAPBN 2016 mengesahkan target cukai hasil tembakau sebesar Rp 148,85 triliun, angka tersebut setara dengan 95,72 persen dari total target penerimaan cukai tahun depan sebesar Rp 155,5 triliun.

Sedangkan  pada 2014, realisasi penerimaan cukai hasil tembakau hanya mencapai Rp 116 trilun dengan target pencapaian dalam APBN 2015 sebesar Rp 120,6 triliun.
keberatan terhadap kebijakan pemerintah dalam menaikkan target cukai tembakau juga dilontarkan anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Mukhamad Misbakhun.yang menyebutkan kenaikan cukai rokok pada 2016 dinilai tidak realistis.

Dia menjelaskan bahwa sejak 2000 lalu, peta jalan realisasi penerimaan cukai pada 2015 sudah bisa diperkirakan tidak akan tercapai. Namun pemerintah ngotot kembali menaikkan target pada 2016 ketimbang melakukan diversifikasi cukai ke komoditas lain.

“Industri rokok nasional harus dijaga karena menyangkut tenaga kerja yang besar jumlahnya. Jika kenaikan cukai rokok tetap dipaksakan, maka pilihan yang paling rasional bagi pelaku industri adalah dengan melakukan PHK,” ucapnya.

Sementara itu Sekretaris Jenderal Gabungan Produsen Rokok Indonesia (Gappri) Hasan Aoni Aziz meminta  pemerintah harus membuka ruang diskusi dengan pelaku usaha dalam menetapkan kenaikan cukai 2016 sesuai amanat Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.

“Sesuai amanat UU penentuan besaran target cukai pada Rancangan APBN harus memperhatikan kondisi industri dan aspirasi pelaku usaha industri. Kemudian baru disampaikan kepada DPR untuk mendapat persetujuan,” ucapnya.

Gappri sendiri, ungkapnya, setuju adanya penaikan target cukai rokok, tetapi harus realistis. Selain itu kebijakan penaikan cuka juga jangan sampai menyalahi UU yang berlaku. Buyung N