Konsesi Bekas Terbakar Dikelola KPH

????????????????????????????????????

Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi tiga bulan belakangan ini mengingatkan kembali pentingnya eksistensi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Sebagai sebuah unit pengelolaan di tingkat tapak, KPH tahu secara detil setiap potensi dan masalah yang ada di wilayah kerjanya.

Meski secara struktur menjadi bagian dari pemerintah daerah, namun KPH dibekali kewenangan yang memadai dan kemandirian pengelolaan keuangan dalam menjalankan fungsi manajemen hutannya. Hal ini membuatnya lincah untuk mengolah potensi yang ada guna mendukung pengelolaan hutan lestari.

Itu sebabnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) memastikan akan mendorong operasionalisasi KPH di seluruh Indonesia. Tak cuma itu. Lahan-lahan konsesi yang terbakar akan diambil alih dan akan dikelola langsung oleh KPH. “KPH akan melakukan pencegahan kebakaran pada tahun-tahun berikutnya,” kata Menteri LHK Siti Nurbaya.

Sebagai gambaran, sampai akhir tahun 2014 sudah ada 120 KPH yang beroperasi di seluruh Indonesia. Sampai tahun 2019 nanti, Kementerian LHK menargetkan dapat membangun 600 KPH lagi di seluruh Indonesia. “Tahun depan kami akan percepat pembentukan KPH di enam provinsi yang rawan kebakaran,” ujar Menteri Siti.

Di antara 600 KPH yang dirancang bisa beroperasi tersebut, sebanyak 182 di antaranya adalah KPH Lindung. Nantinya, KPH tidak hanya berperan mencegah kebakaran, tapi juga merehabilitasi hutan dan lahan kritis.

Dirjen Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Kementerian LHK, Hilman Nugroho memastikan pihaknya mendorong agar KPH Lindung bisa beroperasi dan menjalankan perannya dengan maksimal.

Menurut Hilman, pemerintah pusat cq. Ditjen PDAS & HL nantinya akan menetapkan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) untuk pengelolaan KPH Lindung. “Akan ada peraturan dan pedoman yang menjadi pegangan bagi pengelola KPH Lindung dalam menjalankan tugasnya,” kata Hilman.

Dia menjelaskan, jika hutan lindung berfungsi optimal, maka perannya sebagai catchment area dan pengatur tata air bakal optimal. Di sisi lain, dia juga akan menjadi rumah yang nyaman bagi berbagai jenis flora dan fauna. Selain itu, tentu saja bisa memberi kesejahteraan bagi masyarakat yang memanfaatkannya.

Menurut Hilman, meski berfungsi lindung, namun berbagai potensi pemanfaatan bisa digarap di hutan lindung. Termasuk pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK), pemanfaatan jasa lingkungan, dan wisata alam. “Jadi, hutan lindung juga bisa memberi kesejahteraan bagi masyarakat,” katanya.

Memang, tak semua kawasan hutan yang masuk dalam sebuah KPH Lindung akan berfungsi hutan lindung. Ada juga sebagian yang berfungsi hutan produksi. Terkait hal ini, Hilman menyatakan pengelolaan hutan produksi pada sebuah KPH Lindung nantinya akan mengacu kepada NSPK yang ditetapkan Ditjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Kementerian LHK. Sebaliknya, ada juga hutan lindung yang menjadi bagian dari KPH Produksi. Nah, nantinya pengelolaan hutan lindung di KPH Produksi akan mengacu kepada NSPK yang ditetapkan Ditjen PDAS & HL Kementerian LHK.

Hilman juga memaparkan, NSPK pengelolaan KPH Lindung nantinya akan mengacu pada situasi di lapangan. Pasalnya, tak sedikit kenyataan hutan lindung yang ternyata telah dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan lain. Ada yang dimanfaatkan untuk kegiatan pertambangan atau infrastruktur, ada juga yang terlanjur dirambah masyarakat.

Namun, Hilman menegaskan bahwa pengelolaan KPH Lindung pasti akan mengedepankan kesejahteraan masyarakat. “Kami akan pastikan hutan lindung yang dikelola tetap baik dan bisa memberi manfaat bagi masyarakat,” katanya.

Rehabilitasi

Sementara itu Direktur KPH Lindung Kementerian LHK, Bagus Herudojo Tjiptono menjelaskan, untuk mendorong KPH Lindung beroperasi, pihaknya mengalokasikan dana sekitar Rp100 miliar pada tahun ini.

Anggaran tersebut sebenarnya merupakan anggaran untuk kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan yang dikelola oleh Balai Pengelolaan DAS, unit pelaksana teknis kementerian LHK. Namun, pelaksanaannya akan dilakukan di wilayah KPH Lindung dan dan harus bekerjasama dengan pengelola KPH Lindung setempat. “Kegiatan rehabilitasi ini merupakan pemicu bagi beroperasinya KPH,” ujar Heru.

Nantinya, kegiatan rehabilitasi akan dilakukan di 40 KPH Lindung yang sebelumnya sudah ditetapkan sebagai model. Total rehabilitasi untuk tahun ini sektar 10.000 hektare (ha).

Dia memastikan keterlibatan KPH akan mengefektifkan kegiatan rehabilitasi yang dilakukan. Pasalnya, sebagai pengelola di tingkat tapak, KPH Lindung bakal tahu persis lokasi-lokasi mana saja yang butuh rehabilitasi besar-besaran dan lokasi mana yang butuh pengkayaan atau sekadar perawatan tanaman.

Bibit yang ditanam pun akan selalu terpantau dengan ketat. “Jadi, harapan keberhasilan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan akan meningkat,” kata Heru.

Sesuai dengan fungsi lindungnya, penanaman di KPH Lindung nantinya akan diarahkan untuk pemanfaatan berbagai HHBK. Untuk itu, bibit tanaman yang ditanam pun akan ditujukan untuk keperluan tersebut. Heru menyatakan, penanaman pohon penghasil HHBK jangan dipandang sebelah mata. Pasalnya, jika dikelola dengan baik, HHBK bisa memberi pendapatan yang besar.

“Di KPH Yogyakarta dihasilkan minyak kayu putih. Hasilnya bisa mencapai Rp3 miliar-Rp5 miliar setahun untuk disumbangkan kepada pendapatan asli daerah,” ujar Heru.

Selain lewat kegiatan rehabilitasi, langkah mendorong beroperasinya KPH Lindung juga dilakukan dengan memfasilitasi pembuatan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek (RPHJPd) bagi setiap KPH. Nantinya, setiap KPH juga akan dibantu untuk pembuatan rencana bisnisnya. Dokumen rencana tersebut merupakan koridor bagi sebuah KPH dalam pengelolaan hutannya.

Heru mengingatkan agar para pengelola KPH Lindung perlu memiliki jiwa kewirausahaan. Bermodal hal itu, maka pengelola KPH Lindung bisa mengelola potensi usaha di wilayah kerjanya. “Jadi, sebuah KPH Lindung nantinya diharapkan bisa memperoleh pendapatan untuk membiayai operasionalnya secara mandiri, bahkan menyumbang bagi pendapatan asli daerah,” kata Heru. AI