Kontroversi Perubahan Status Fungsi Kawasan Hutan Mutis

Deklarasi Taman Nasional Mutis Timau (KLHK)
Pramono DS

Oleh: Pramono Dwi Susetyo (Pernah bekerja di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan)

Perubahan status fungsi kawasan hutan Mutis di Kabupaten Kupang, Kabupaten Timur Tengah Selatan, dan Kabupaten Timur Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi taman nasional (TN) Mutis seluas 78.789 hektar banyak digugat oleh sebagian masyarakat NTT belakangan ini. Taman nasional ini menjadi taman nasional ke-56 di Indonesia melalui Keputusan Menteri LHK Nomor 496 Tahun 2024 tentang perubahan fungsi pokok Cagar Alam Mutis Timau menjadi Taman Nasional.

Penolakan terhadap Taman Nasional Mutis ini oleh sebagian kalangan masyarakat dikarenakan terjadinya penurunan status fungsi kawasan hutan dari cagar alam menjadi taman nasional. Dengan turunnya status fungsi kawasan hutan ini, dikhawatirkan akan menjadi ancaman bagi cagar alam Mutis sebagai sumber mata air dan pusat peradaban bagi masyarakat disekitarnya.

Kawasan Taman Nasional Mutis Timau memiliki luas 78.789 hektare, meliputi tiga wilayah kabupaten, yakni Kabupaten Kupang seluas 52.199 hektare, Kabupaten Timor Tengah Selatan seluas 22,313 hektare serta Kabupaten Timor Tengah Utara seluas 4.277 hektare. Sebelumnya, kawasan TN Mutis Timau adalah kawasan Cagar Alam Mutis Timau yang memiliki luas 12.315 hektar dan kawasan hutan lindung seluas 66.473 hektar, yang termasuk dalam tiga kabupaten, yakni Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kabupaten Timor Tengah Utara, dan Kabupaten Kupang.

Kontroversi tentang status perubahan  status fungsi kawasan hutan Mutis dari cagar alam menjadi taman nasional (TN)  P. Timor Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi menarik untuk diulas dan dikaji lebih lanjut. Apa sebenarnya perubahan dan penurunan status fungsi kawasan hutan dan apa konsekuensinya?

Secara normatif dan regulasi kehutanan, fungsi kawasan hutan di Indonesia dibagi menjadi hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi. Sesuai dengan tingkat (level) prioritas kawasan hutan yang harus dijaga, dilindungi dan dipertahankan sebagai kawasan hutan berturut turut dari atas adalah hutan konservasi, hutan lindung dan terakhir hutan produksi. Kenapa demikian?

Hutan konservasi diatur dan dilindung oleh dua undang-undang (UU)  yakni UU no. 5/1990 yang diubah menjadi UU no. 32/2024 tentang konservasi sumber daya alam  hayati dan ekosistemnya (KSDAE) dan UU no. 41/1999 tentang kehutanan. Sedangkan hutan lindung dan hutan produksi hanya diatur  oleh UU no. 41/1999. Pada tingkatan hutan konservasipun juga diatur kawasan hutan yang diprioritaskan yakni secara berurutan kawasan suaka alam (KSA), kawasan pelestarian alam (KPA)  dan taman buru (TB). Kawasan suaka alam terdiri dari cagar alam dan suaka margasatwa. Sementara kawasan hutan pelestarian alam yang termasuk didalamnya adalah taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata.

Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan  persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Sedangkan ekosistem sumber daya alam hayati merupakan sistem hubungan timbal balik antara unsur dalam alam, baik hayati maupun nonhayati yang saling tergantung dan pengaruh mempengaruhi. Pada tingkatan hutan konservasipun juga diatur kawasan yang diprioritaskan yaitu, berturut turut kawasan suaka alam (KSA), kawasan pelestarian alam (KPA) dan taman buru (TB). Kawasan suaka alam terdiri dari cagar alam (CA) dan suaka margasatwa (SM), sedangkan kawasan pelestarian alam yang termasuk didalamnya adalah taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata. Jadi wajar apabila ada masyarakat NTT yang menganggap terjadi penurunan status fungsi kawasan hutan bila diubah menjadi TN Mutis.

Namun untuk menjaga kekhasan, keaslian, keunikan, dan keterwakilan dari jenis flora dan fauna serta ekosistemnya, undang undang no.41 tahun 1999 mengatur bahwa kawasan konservasi cagar alam dan zona inti taman nasional tidak diizinkan/diperbolehkan dilakukan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan. Kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan  yang dimaksud dapat dilakukan  di semua hutan dan kawasan hutan kecuali cagar alam dan zona inti taman nasional. Rehabilitasi hutan diselenggarakan melalui kegiatan reboisasi, penghijauan, pemeliharaan, pengayaan tanaman, dan penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif dan sipil teknis, pada lahan kritis dan tidak produktif (pasal 41, UU no.41/1999).

UU no. 5/1990 yang diperbarui UU no. 32/2024 menyatakan di dalam cagar alam dapat dilakukan kegiatan untuk kepentingan penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan kegiatan lainnya yang menunjang budidaya. Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam kecuali pembinaan habitat untuk kepentingan satwa di dalam suaka marga satwa. Perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam meliputi mengurangi, menghilangkan  fungsi dan luas kawasan suaka alam, serta menambah jenis tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli. Nampaknya aturan perundangan mengisyaratkan bahwa prioritas tertinggi yang harus dilindungi, dijaga dan dipertahankan ekosistem ,habitat dan kawasannya  (high protected priority), adalah  cagar alam dan zona inti taman nasional.

Oleh karena itu, sepanjang luas dan lokasinya zona inti TN Mutis (baru) minimal sama (12.315 hektar) atau bahkan lebih luas dari cagar alam Mutis (lama) yang telah diubah maka sebenarnya tidak ada masalah karena dengan adanya TN Mutis ini kawasan yang dikonservasi tetap sama bahkan zona pemanfaatan dapat lebih ditingkatkan dibandingkan dengan cagar alam yang sebelumnya. Barangkali penjelasan seperti ini belum pernah disampaikan kepada masyarakat NTT khususnya kepada tiga kabupaten terkait yang berada di TN Mutis tersebut yang menolaknya. Seandainya sudah ada sosialisasi dan penjelasan dari pihak KLHK, namun masyarakat yang menolaknya masih belum paham benar apa itu cagar alam, zona inti TN dan taman nasional itu sendiri apabila dilihat dari aspek konservasinya. Benar dari aspek konservasinya cagar alam lebih tinggi satu tingkat (level) dibandingkan dengan taman nasional, namun  cagar alam dan bagian dari taman nasional (zona inti TN) satu tingkat sebagai kawasan koservasi yang paling diprioritaskan untuk dilindungi (high protected priority). ***