Kopi Instan Asal Indonesia Terhambat di Filipina, Kementan Lakukan Fasilitasi Perdagangan

Kepala Barantan Banun Harpini (kanan) bersama Duta Besar Republik Indonesia untuk Filipina, Dr. Sinyo Harry Sarundajang (kiri), memimpin pertemuan koordinasi dagang Indonesia-Filipina di ruang rapat Kementerian Pertanian, Jumat (14/12/2018).

Menyikapi tindakan pengamanan yang dilakukan oleh Pemerintah Filipina terhadap salah satu komoditas ekspor unggulan Indonesia, yakni kopi olahan berupa kopi instan 3-in-1, Kementerian Pertanian melalui Badan Karantina Pertanian (Barantan) memfasilitasi hambatan perdagangan yang terjadi antarkedua negara.

“Tentunya kepentingan nasional menjadi perhatian kami, termasuk menjaga neraca perdagangan kita tetap positif,” kata Kepala Barantan Banun Harpini, saat memimpin pertemuan koordinasi dagang Indonesia-Filipina di ruang rapat Kementerian Pertanian, Jumat (14/12/2018).

Seperti diketahui, Pemerintah Filipina telah menerapkan Special Safeguards (SSG) duty atas produk kopi instan 3-in-1 asal Indonesia. Special Safeguards merupakan salah satu instrumen kebijakan perdagangan yang diatur oleh organisasi dagang dunia atau WTO berupa pengenaan tarif bea masuk tambahan produk impor yang dianggap memonopoli atau menguasai pasar dalam negeri sehingga merugikan petani negara pengimpor.

Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, nilai ekspor produk yang tengah dikenakan kebijakan pengamanan oleh pemerintah Filipina ini berkisar antara 350-400 juta dolar AS/ tahun, dan ditambah dengan pendapat lainnya yang dapat mencapai 600 juta dolar AS.

“Melihat potensi ekspor kita yang tinggi, tentunya pemberlakukan kebijakan ini sangat merugikan Indonesia dan perlu dilakukan upaya negosiasi,” papar Duta Besar Republik Indonesia untuk Filipina, Dr. Sinyo Harry Sarundajang.

Pada pertemuan yang juga dihadiri oleh pejabat dari Kementerian Perdagangan dan Kementerian Luar Negeri ini, Sinyo menyampaikan bahwa pihak Indonesia meminta Filipina untuk mencabut kebijakan SSG Duty, yakni dengan mengubah dari penundaan pajak impor sementara terhadap kopi olahan PT Mayora menjadi pencabutan tarif pajak.

Dubes Indonesia untuk Filipina, Dr. Sinyo Harry Sarundajang, Kepala Barantan Banun Harpini dan seluruh peserta pertemuan fasilitasi perdagangan berfoto bersama.

Hal ini merupakan upaya untuk mengantisipasi turunnya nilai ekspor Indonesia ke Filipina. Dan dari  hasil negosiasi, pihak Filipina mengajukan beberapa tuntutan, yakni berupa fasilitasi masuknya komoditas pertanian mereka berupa buah pisang, nanas maupun bawang merah agar dapat masuk ke Indonesia. ”Mereka juga minta agar dapat masuk melalui pelabuhan Bitung,” ujar Sinyo.

Menyikapi hal tersebut, pihak Kementerian Pertanian menyatakan kesiapan untuk memfasilitasi permasalahan dagang ini. “Presiden Jokowi bersama presiden Filipina beberapa waktu lalu sudah melakukan kesepakatan untuk membuka jalur perdagangan di Bitung. Jadi, kami pun sudah mempersiapkan segala sesuatunya untuk hal tersebut. Kami sudah siap,” tegas Banun.

Sebelumnya, sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian 42/2012, pemerintah membatasi pintu masuk impor produk segar asal tumbuhan hanya melalui lima pintu masuk, yaitu Pelabuhan Belawan di Medan, Tanjung Perak di Surabaya, Pelabuhan  Soekarno Hatta di Makasar dan Bandar Udara Soekarno Hatta di Banten serta  daerah bebas dagang atau Free Trade Zone Area. Dengan adanya negosiasi ini, maka Barantan segera mempersiapkan perangkat kebijakan, sarana dan prasarana perkarantinaan.

Menurutnya, ada dua kunci yang menjadi pegangan karantina dalam memfasilitasi perdagangan, yakni keamanan pangan dan daerah bebas hama penyakit tumbuhan atau pest free area (PFA).

“Dengan kedua kunci ini, meskipun pintu di pelabuhan Bitung terbuka, kami masih bisa mengendalikan dan mengontrol kesehatan tumbuhan dan keamanan pangan yang masuk ke Indonesia,” tandas Banun. Humas Barantan