Luas Baku Sawah Sangat Mungkin Bertambah

Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Agraria Tata Ruang, dan Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) serta Badan Pusat Statistik (BPS), sedang melakukan sinkronisasi data luas lahan baku sawah. Artinya, lahan baku sawah yang kini tercatat seluas 7,1 juta hektare (ha) akan berubah.

“Penambahan luas lahan baku sawah sangat memungkinkan. Hal itu karena terbuka dari adanya potensi deviasi hasil tangkapan citra satelit dengan kondisi riil area pertanaman,” kata pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, Khudori, di Jakarta, pekan lalu.

Khudori mengatakan, deviasi dari pencitraan memungkinkan terjadi lantaran adanya kemiripan warna antara sawah maupun dengan komoditas lain pada sampel gambar yang diambil lewat satelit.

“Misalnya antara padi dengan ilalang itu mirip-mirip. Jadi, dari sisi metode memang perlu ada validasi berulang-ulang. Jadi, sangat mungkin bertambah,” katanya.

Namun, dia menegaskan, penambahan tersebut lebih kepada adanya luas lahan baku sawah yang sudah ada, tapi belum terdata. Jadi, bukan karena program cetak sawah yang dijalankan pemerintah.

Sebab, lanjut Khudori, program cetak sawah saat ini tidak mudah dilakukan Kementan di tengah konversi lahan pertanian menjadi non pertanian yang belum dapat dihentikan.

Ketika ditanya berapa besar penambahan luas lahan baku sawah, Khudori tidak mau berspekulasi. “Saya tidak bisa berspekulasi. Tapi kalau bertambah menjadi 8,1 juta ha seperti yang sebelumnya, rasanya besar sekali. Kemampuan pemerintah untuk cetak lahan baru tidak sebesar yang direncanakan,” ujarnya.

Ke depan, Khudori menyarankan agar Kementan dalam melakukan program cetak lahan bersinergi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Sebab, peran Kementerian PUPR ada pada pembangunan infrastruktur irigasi yang dibutuhkan persawahan.

Berdasarkan pengalaman masa lalu, pembangunan irigasi dan program cetak sawah baru kerap kali terjadi di lokasi yang berbeda. Alhasil, sawah yang dicetak tidak dapat digunakan akibat terkendala ketersediaan air. “Kementan harus mensinergikan kepentingannya dengan PUPR,” katanya.

Sepakat Revisi

Sebelumnya, Kementerian Pertanian bersama Kementerian Agraria dan Tata Ruang sepakat bahwa terdapat revisi dari data luas lahan baku sawah. Revisi tersebut mengarah pada penambahan luas lahan baku sawah dari yang saat ini ditetapkan sebesar 7,1 juta ha di seluruh Indonesia.

Kesepakatan itu dihasilkan setelah Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menggelar pertemuan bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil di Kantor Kementerian ATR/BPN, Jakarta Selatan,  Kamis (31/10/2019).

Pertemuan tersebut merupakan tindaklanjut sinkronisasi data lahan pertanian setelah sebelumnya Syahrul bertemu dengan BPS, Selasa (29/10/2019) lalu. “Kita menyamakan persepsi dan data tentang lahan baku sawah. Ada penambahan, tapi angka finalnya nanti tanggal 1 Desember,” kata Sofyan.

Hingga saat ini, Kementerian ATR bersama Kementan, Badan Pusat Statistik (BPS), dan Badan Informasi Geospasial (BIG) telah melakukan verifikasi di 20 provinsi yang menjadi lumbung padi nasional. Di waktu yang tersisa, pihaknya sedang melakukan verifikasi di 14 provinsi. Namun, kata dia, luas lahan di 14 provinsi tersebut tidak begitu besar.

Sofyan mengakui, data luas lahan baku sawah sebesar 7,1 juta ha yang dipegang pemerintah diperoleh dari hasil tangkapan citra satelit dan diinterpretasikan oleh BIG, Lapan, dan BPPT. Meski telah menggunakan teknologi tinggi, deviasi antara hasil pencitraan satelit dan kondisi riil sangat bisa terjadi.

Sebagai contoh, Sofyan menuturkan, berdasarkan data citra satelit di suatu daerah tidak menunjukkan adanya area pertanaman padi. Itu bisa benar bisa juga salah karena adanya penafsiran data yang kurang tepat. Oleh karena itu, empat lembaga yang bertugas menetapkan luas lahan baku sawah melakukan verifikasi lapangan.

“Jadi, misalnya di gambar tidak jelas, apakah sawah atau bukan. Lalu dalam citra satelit ternyata bukan sawah. Begitu pergi ke lapangan, ternyata sawah. Jadi, itu bisa dibuktikan,” ujar Sofyan.

Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy menyebutkan, saat ini Kementan sedang melakukan validasi dan verifikasi  ulang luas baku lahan sawah tersebut melalui aplikasi ArcGIS.

Verifikasi diprioritaskan di 10 provinsi dengan total selisih luas lahan baku sawah sebesar 1.037.800 ha. Di antaranya Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Aceh, Lampung, Jambi, dan Riau.

Dia mengatakan, verifikasi yang sedang berjalan ini dilakukan terhadap sisa lahan seluas 2,1 juta ha “Kita upayakan agar semua lahan sawah yang produktif tidak boleh diganggu gugat,” ujarnya.

Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) merupakan bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten. Tujuannya, agar menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan nasional.

Menurut Sarwo Edhy, 5 juta ha LP2B yang sudah terverifikasi merupakan sawah dengan irigasi yang bagus. Tingkat produktivitasnya cenderung bervariasi, yaitu antara 5,2 ton/ha-8,0 ton/ha.

“Kalau setiap tahun, ditanam tiga kali, ya tinggal dikalikan tiga,” katanya. Sarwo Edhy menekankan, pemerintah berupaya mempertahankan lahan sawah yang termasuk dalam LP2B.

Upaya tersebut sudah tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah yang diteken Presiden Joko Widodo pada September 2019. PSP