Kawasan hutan Indonesia dinilai terlalu luas dan kurang efektif pengelolaannya. Untuk itu, luas hutan nasional perlu dirasionalisasi alias dipangkas sekitar 40% tinggal 72,3 juta hektare (ha)! Bahkan, demi menyukseskan agenda pembangunan nasional, pemerintah bisa menempuh forest amnesty, mengampuni para pelanggar perizinan kawasan hutan dengan syarat tertentu.
Luar biasa. Tapi, siapa sangka, usul kontrovesi itu justru muncul dari anggota kabinet Presiden Joko Widodo, yang notabene seorang rimbawan. Dan menariknya, usulan tersebut dipaparkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) selaku penanggung jawab pengelolaan hutan nasional.
Demi efektivitas pengelolaan kawasan hutan, Bappenas mengusulkan rasionalisasi luas kawasan hutan dari sekitar 120 juta ha lebih menjadi tinggal 72,3 juta ha. Sekitar 40% atau sekitar 48 juta ha kawasan hasil pemangkasan bisa dipakai untuk dikonversi atau ‘disewakan’, mulai dari kebutuhan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA), Pehutanan Sosial sampai dilepas untuk penggunaan lain.
“Diperlukan perancangan ulang pembangunan kehutanan Indonesia guna menyukseskan agenda pembangunan nasional,” kata Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Bappenas, Arifin Rudiyanto di depan Rapat Koordinasi Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di kantor KLHK, Jakarta, Selasa (7/8/2018). Untuk itu, luas kawasan hutan pun perlu dirasionalisasi.
Yang mengejutkan, Bappenas juga tertarik mengadopsi kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) di bidang keuangan dengan mengusulkan forest amnesty terhadap para pelanggar perizinan kawasan hutan dengan mewajibkan restorasi dan reklamasi kawasan serta melakukan landswap.
Meski Arifin menyebut rasionalisasi merupakan rancangan teknokratis Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) tahun 2020-2024, dan baru bisa dijalankan pemerintah mendatang jika setuju, namun KLHK menilai telah terjadi beda persepsi. Dirjen Planologi dan Tata Lingkungan KLHK, Sigit Hardwinarto menyataka akan memberi pemahaman kepada Bappenas untuk mencapai persepsi yang sama guna membuat rencana induk pembangunan hutan. “Rencananya minggu depan akan ada (diskusi) lagi,” kata Sigit, Jumat (24/8/2018).
Suara lebih keras, seperti biasa, dilontarkan LSM. Forest Watch Indonesia (FWI) tegas menolak usulan Bappenas tersebut. Bahkan, pengkampanye hutan FWI, Agung Adi menyebut alasan Bappenas keliru. Pengelolaan hutan yang lebih efektif bisa dilakukan dengan mengoptimalkan peran Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) sebagai unit pengelola hutan di tingkat tapak. “Untuk efektivitas pengelolaan hutan, bisa mengoptimalkan peran KPH,” kata Agung. AI