
Petani Indonesia tiap tahun menghasilkan 100 juta ton limbah jerami dan sekam padi, dan sayangnya sekitar 60% dari limbah tersebut dibakar, yang menimbulkan polusi udara. Padahal, jika mau, limbah tersebut bisa dimanfaatkan secara komersial untuk menghasilkan energi.
Nah, pemanfaatan itu yang sedang digarap ilmuwan di Energy and Bioproducts Institute, Aston University, Birmingham, Inggris. Mereka memulai proyek untuk mengubah limbah jerami dan sekam padi menjadi energi murah dalam skala komersial.
Menurut mereka, dari sekitar 100 juta ton limbah jerami dan sekam padi, sekitar 60% dibakar di sawah/ladang. Padahal, jumlah yang dibakar itu setara dengan 85 terawatt tenaga listrik, yang cukup untuk memasok 10 kali lipat kebutuhan listrik rumah tangga di Indonesia.
Sebuah konsorsium, yang termasuk Aston University, bermaksud mengembangkan proses untuk menangkap lebih banyak energi yang ada dari jerami padi ketimbang yang sudah ada sebelumnya — dan mendemonstrasikan kalau itu bisa dilakukan dalam skala komersial.
Sebagian dari proses itu melibatkan teknologi konversi biomasa yang disebut pirolisis. Langkah ini antara lain memanaskan materi limbah pada suhu yang tinggi sampai 5000 Celsius untuk mengurainya, memproduksi uap dan produk padat. Sejumlah uap yang dihasilkan juga bisa dikondensasikan menjadi produk cair yang disebut minyak pirolisis atau bio-oil pirolisis. Baik uap pirolisis maupun bio-oil pirolisis bisa dikonversi menjadi energi listrik.
Metode yang ada saat ini hanya mengkonversi 35% dari energi panas jerami padi menjadi tenaga listrik yang terjangkau. Namun, dengan metode baru yang telah dipatenkan, yakni mesin pembakaran yang dirancang oleh anggota konsorsium dari Inggris, Carnot Limited, hasil yang diperoleh dua kali lipat menjadi 70%.
Energi yang diekstrak dengan cara ini bisa membantu negara-negara berpendapatan rendah dan menengah untuk menciptakan sendiri pembangkit energi lokal, yang berkontribusi pada tujuan emisi net-zero pada tahun 2050, menciptakan lapangan kerja dan memperbaiki kesehatan masyarakat setempat.
Proyek ini juga akan membantu mengembangkan sebuah model bisnis yang bisa mendukung perusahaan dan pihak berwenang untuk menghasilkan enrgi murah yang diproduksi di daerah setempat di Indonesia. Juga bisa membantu negara lain dengan kapasitas biomasa.
Tiga pakar akademik dari disiplin ilmu berbeda di Aston University terlibat dalam proyek awal ini, yang fokus di Pulau Lombok.
Mereka adalah Dr Jude Onwudili, Dr Muhammad Imran dan Dr Mirjam Roeder, yang berbasis di Energy and Bioproducts Research Institute (EBRI), Aston University.
Menurut Dr Jude Onwudili, yang memimpin tim, “Proyek ini punya potensi sangat besar. Komersialisasi dari tekonologi gabungan ini akan punya manfaat ekonomi signifikan untuk rakyat Indonesia, baik langsung atau tak langsung, melalui penciptaan lapangan kerja, termasuk rantai pasok bahan baku serta distribusi tenaga listrik dan penjualan.”
“Sekitar 1 juta rumah tangga di Indonesia masih kurang memperoleh akses tenaga listrik dan pembangunan infrastruktur yang lestari di 6.000 pulau-pulau yang dihuni di Indonesia seperti di Pulau Lombok jadi tantangan.”
“Teknik-teknik baru yang sedang dieksplorasi bisa mengurangi polusi terhadap lingkungan, berkontribusi kepada emisi nol bersih (net-zero) dan yang paling penting adalah memberikan akses energi yang terjangkau dari limbah pertanian setempat yang berkesinambungan.”
“Aston University merupakan pemimpin global dalam bioenergi dan sistem energi, dan saya senang menerima pendanaan untuk mengeksplorasi bidang ini.”
Selama umur operasi pembangkit listrik ini, tim proyek telah mengkalkulasi bahwa biomasa menghasilkan tenaga listrik yang lebih murah (sekitar 4,3 dolar AS/kWh atau Rp66.650/kWh dengan kurs Rp15.500/dolar AS) dibandingkan dengan tenaga surya (sekitar 6,6 dolar AS/kWh), geotermal atau panas bumi (sekitar 6,9 dolar AS/kWh), batubara (sekitar 7,1 dolar AS/kWh), tenaga angin (sekitar 8 dolar AS/kWh), dan subsidi gas (sekitar 8,4 dolar AS/kWh).
Proyek ini akan dimulai pada April 2023 dengan total pendanaan 1,5 juta poundsterling untuk empat mitra dari Innovate Inggris.
Bersama Carnot Limited, ilmuwan Aston University akan bekerja dengan dua perusahaan lain yang berbasis di Inggris, yakni PyroGenesys dan Straw Innovations.
PyroGenesys adalah perusahaan dengan spesialisasi pada teknologi PyroChemy, yang akan mengkonversi 70% jerami padi menjadi uap atau bio-oil untuk menghasilkan tenaga listrik, di mana 30% sisanya dikonversi menjadi arang (biochar) yang kaya nutrisi — yang bisa dijual kembali untuk dipakai sebagai pupuk padi di sawah.
Sementara Straw Innovations akan berkontribusi pada keahlian memanen dan mengumpulkan jerami, pekerjaan sama yang sudah mereka lakukan banyak tahun di Asia. AI