Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo berharap akses terhadap pupuk untuk petani dapat dipermudah karena pupuk merupakan variabel penting dalam pertanian.
“Pupuk itu penting dalam meningkatkan produktivitas pertanian. Akses petani terhadap pupuk jangan sampai dibikin rumit,” ungkapnya saat memberikan sambutan dalam kegiatan Workshop Transformasi Kebijakan Pupuk Bersubsidi di Sentul, Bogor, Kamis (3/8/2023).
Dia menyebutkan, pembenahan distribusi pupuk perlu dilakukan dengan cepat. Dia juga menginginkan standar operasional prosedur (SOP) diperkuat sehingga mekanisme distribusinya bisa lebih baik.
“Mari kita perbaiki SOP sehingga akses pupuk bisa lebih merata. Ingat, di sini ada kepentingan petani,” tegasnya.
Syahrul menjelaskan, digitalisasi sangat penting dalam pengawasan dan pendataan penerima pupuk, terutama dalam meningkatkan efektivitas distribusi pupuk.
“Sekarang ini zamannya digital. Seharusnya kita bisa manfaatkan, sehingga pupuk subsidi bisa diterima sesuai sasarannya,” sebut Mentan.
Terkait transformasi kebijakan subsidi pupuk, Syahrul mengingatkan semua pihak untuk berhati-hati. “Kita harus pelan-pelan. Mengurus pertanian tidak semudah itu. Apalagi ini nasib petani. Kita tidak boleh main-main,” ujarnya.
Syahrul juga mengingatkan, banyak pihak yang terlibat dalam distribusi pupuk sehingga kerja tim harus dikedepankan. “Semua pihak yang terlibat harus memiliki team work. Kita harus menjaga akuntabilitas dengan menggunakan cara-cara yang cepat, cermat, dan akurat,” jelasnya.
Sebagai informasi, PT Pupuk Indonesia (Persero) resmi menerapkan aplikasi iPubers pada seluruh kios resmi di Bangka Belitung (Babel), Riau, Bali, Aceh dan Kalimantan Selatan (Kalsel) sejak 27 Juni 2023.
Aplikasi iPubers ini memudahkan pemerintah — dalam hal ini Dinas Pertanian Daerah dan Kementerian Pertanian (Kementan) — untuk memantau proses penebusan pupuk secara real time.
Direktur Pupuk dan Pestisida, Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementan, Tommy Nugraha mengatakan, penerapan iPubers juga akan diperluas ke Sumatera Utara (Sumut) dan Jawa Timur (Jatim).
Dia menargetkan penerapan iPubers dapat dilakukan secara nasional pada tahun 2024. “Jadi, tiga provinsi ini awalnya. Setelah itu, seluruh Indonesia insya Allah segera. Mudah-mudahan tahun 2024 sudah nasional sistem digital iPubers ini,” tutup Tommy.
Dengan diimplementasikannya iPubers pada tiga provinsi percontohan, yaitu Bangka Belitung, Riau, dan Kalimantan Selatan, maka total provinsi yang menerapkan penebusan pupuk bersubsidi cukup dengan membawa KTP ini sudah dilakukan di lima provinsi, setelah sebelumnya diterapkan di Bali dan Aceh.
Laporan Kelangkaan Pupuk
Sementara Wakil Ketua Ombudsman Bobby Hamzar Rafinus menambahkan, program pupuk bersubsidi tidak akan berjalan dengan sukses tanpa keterlibatan institusi negara dan pemerintah lainnya.
Dalam hal ini, peran serta pemerintah daerah, mulai dari pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, sampai pemerintah desa juga dibutuhkan.
“Di sini, Ombudsman memiliki peran yang tidak kalah penting, yaitu sebagai lembaga pengawas pelayanan publik seperti Ombudsman RI,” sebutnya.
Bobby juga mengapresiasi Mentan bersama jajarannya yang turut mengawal program pupuk bersubsidi dengan baik.
Dia mengatakan, program pupuk bersubsidi telah berjalan selama hampir 40 tahun dan terus berlanjut sampai saat ini. “Program pupuk bersubsidi ini memberikan tanda kepada masyarakat bahwa mereka tidak sendiri dalam menghadapi tantangan ekonomi mereka,” ucapnya.
Dalam workshop yang diselenggarakan Ombudsman itu, Bobby menyebutkan beberapa permasalahan yang akan dibahas, yakni kebijakan pupuk bersubsidi, kriteria petani penerima pupuk, pendataan, dan penyaluran.
“Menghadapi berbagai permasalahan yang ada dalam tata kelola pupuk bersubsidi, Ombudsman tentunya memberikan perhatian khusus guna mendorong perbaikan dan transformasi dalam kebijakan pupuk bersubsidi,” terangnya.
Bobby mengatakan, Ombudsman melakukan pengawasan terhadap distribusi pupuk bersubsidi. Menurutnya, pengawasan itu dilakukan hingga tingkat kota/kabupaten.
“Karena peredaran pupuk bersubsidi ini melibatkan berbagai pihak. Tidak hanya BUMN, tapi juga para masyarakat yang masuk ke dalam lini perdagangan distribusinya,” katanya.
Bobby mengatakan, pihaknya terus menampung masukan dan aduan dari masyarakat terkait peredaran pupuk bersubsidi. Hingga kini, kata dia, Ombudsman masih terus menerima laporan terkait kelangkaan pupuk subsidi.
“Kami dalam beberapa kesempatan masih menerima laporan dari masyarakat terkait dengan kelangkaan yang terjadi. Melalui peredaran pupuk bersubsidi ini, mudah-mudahan kita akan terus mendapat data semakin akurat,” ucapnya.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra mengatakan, pengawasan peredaran pupuk subsidi dilakukan melalui dua kegiatan. Yaitu percepatan administrasi dan mitigasi kelangkaan.
“Pertama, tahun 2021 kami melakukan percepatan administrasi dengan memetakan semua persoalan pupuk bersubsidi dari hulu ke hilir. Kedua, kami melakukan mitigasi atas kelangkaan pupuk bersubsidi,” ujarnya.
Dia menyebut Ombudsman banyak menerima laporan terkait kelangkaan pupuk bersubsidi dari para petani. Namun, karena beberapa persyaratan belum terpenuhi, pihaknya tetap perlu melakukan investigasi.
Yang melaporkan itu banyak. “Tapi karena yang melaporkan itu para petani kita dan mereka susah memberikan laporan yang memenuhi persyaratan formil materiilnya, maka kami harus aktif untuk melakukan investigasi tersebut,” katanya. YR
KTNA Dukung Pemerintah Benahi Kebijakan Subsidi Pupuk
Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) menyampaikan dukungannya kepada pemerintah dalam upaya pembenahan subsidi pupuk. Beberapa aspek dari penyaluran pupuk bersubsidi harus diperbaiki.
“Kami setuju dengan Pak Menteri Pertanian. KTNA berharap pendistribusian dari sistem subsidi ini harus tertata dari awal hingga akhir,” kata Wakil Sekretaris Jenderal KTNA, Zulharman Djusman usai menghadiri pembukaan Workshop Transformasi Kebijakan Pupuk Bersubsidi, di Sentul Bogor, Kamis (3/8/2023).
Pada saat membuka kegiatan workshop tersebut, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo memang meminta akses petani terhadap pupuk semakin dipermudah. Syahrul berharap pembenahan kebijakan pupuk bersubsidi mempertimbangkan kepentingan petani.
“Bantuan pupuk susbidi banyak yang tidak tepat sasaran. Kami berterima kasih masukan kami didengarkan oleh Kementerian Pertanian dan Ombudsman,” ucap Zulharman.
Sebagai bagian dari pembenahan, Zulharman meminta pendataan untuk distribusi pupuk bersubsidi bisa dilakukan secara digital.
”Teman-teman petani akan sangat diuntungkan dengan pendataan secara digital. Karena yang pertama, petani yang menerima memang penggarap dan pelaksana di lapangan. Melalui digitalisasi, pendataan tidak hanya berupa nama saja tapi juga dilengkapi titik koordinasi dan luasan lahan. Hasilnya pun terdata,” jelas Zulharman.
Mengenai wacana perubahan mekanisme subsidi pupuk menjadi subsidi langsung, KTNA turut mendukung dengan catatan.
”Sebetulnya usulan subsidi dilakukan secara langsung itu dari kami (KTNA, Red.). Tapi yang kami harapkan, subsidi itu diarahkan untuk subsidi pemasaran,” sebut Zulharman.
Merespon tentang hal yang sama, Syahrul saat memberikan sambutan meminta semua pihak yang terlibat dalam perumusan kebijakan untuk berhati-hati dalam mengubah mekanisme subsidi pupuk.
”Kita harus mencari mekanisme yang terbaik dalam pemberian subsidi pupuk. Kita bicara tentang nasib petani. Jadi tidak boleh sembarangan,” ujar Syahrul.
Menurut Syahrul, kuota pupuk bersubsidi saat ini 9 juta ton. Dengan porsi pupuk bersubsidi yang hanya mencakup 38% dari total pupuk yang dibutuhkan, mekanisme subsidinya pun perlu dipertimbangkan dengan matang. “Kita tidak boleh salah langkah. Jangan sampai produktivitas malah jadi menurun,” tandas Syahrul.
Workshop Transformasi Kebijakan Pupuk Bersubsidi diselenggarakan oleh Ombudsman RI. Alasan diselenggarakan workshop ini adalah untuk mendengarkan pendapat dari sejumlah pihak terkait tentang skema Subsidi Langsung Pupuk (SLP).
Selain Menteri Pertanian dan KTNA, workshop turut mengundang perwakilan Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Keuangan, PT Pupuk Indonesia, dan akademisi. SW