Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) harus bertindak cepat mengatasi masalah illegal logging dan perdagangan kayu ilegal di Papua. Kasus ini bisa mengancam kredibilitas sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK), yang ujungnya merusak ekspor produk kayu nasional. Perusahaan penilai dan verifikasi independen pun mengaku sudah terganggu.
Tertangkapnya puluhan konteiner berisi kayu merbau ilegal asal Papua di Pelabuhan Soekarno-Hatta, Makassar dan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya dalam waktu yang berdekatan sangat mengejutkan. Pasalnya, aktivitas illegal logging makin sulit bergerak seiiring perbaikan tata kelola dan tata niaga kayu dalam beberapa tahun terakhir, terutama sejak diberlakukannya sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK).
Maklum, dengan sistem berbasis daring (online) ini, legalitas kayu dari hulu hingga hilir terjamin. Bahkan, selain mengatur rantai-rantai proses produksi yang ada, non-produsen pun ikut diatur. Mekanisme itu terjamin berkat adanya lembaga penilai dan verifikasi independen (LP&VI) yang jadi pintu keluar melalui pemberian “label halal” dalam sistem SVLK.
Itu sebabnya, ketika puluhan konteiner kayu merbau lolos dari Papua ke Surabaya dan Makassar, pertanyaan besar mencuat, apa kerja lembaga verifikasi legalitas kayu (LVLK)? Apakah sebagai stakeholder mereka ikut bermain meloloskan kayu haram?
Kecurigaan ini yang ditakutkan. Pasalnya, jika LVLK sebagai stakeholder ikut bermain, kredibilitas SVLK menjadi taruhan. “Kasus ini mengganggu kami. Pemerintah harus menanggapi dengan cepat masalah ini. Jangan sampai kepercayaan dan kredibilitas sistem SVLK yang sudah sangat bagus menjadi menurun,” ujar Dirut PT Mutuagung Lestari, Arifin Lambaga di Jakarta, Kamis (10/1/2019). Mutuagung adalah 1 dari 25 LVLK yang terdaftar di Kementerian LHK.
Dia menilai kasus kayu merbau Papua ini perlu diselidiki lebih dalam, apa benar kayu-kayu tersebut lolos ada sertifikatnya. Bisa saja sertifikat yang ada palsu dan itu juga pernah dialami Mutuagung. “Sertifikat kami di China pernah dipalsukan,” katanya. Yang jelas, kata Arifin, pemerintah sebagai owner dari sistem SVLK harus mengontrol lembaga sertifikasi.
KLHK pun menanggapi serius masalah ini. Bahkan, penetapan LP&VI terancam dicabut. Mereka tidak boleh main-main demi menjaga kredibilitas SVLK. “Kalau main-main, penetapannya kami cabut,” tegas Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan KLHK, Rufi’ie ketika dihubungi via layanan pesan singkat, Sabtu (12/1/2019).
Hanya saja, dia mengaku memang perlu pendalaman informasi, sehingga diperoleh kejelasan pemilik kayu, dokumen yang digunakan, asal usul kayu dan hal-hal terkait lainnya. “Ini agar dapat diambil tindakan sesuai kewenangannya,” kata Rufi’ie. AI