Monumen Hutan Raya dalam Nagara Rimba Nusa

Peta lokasi calon Ibu Kota Negara yang baru
Bambang Winarto

Oleh: Bambang Winarto (Konsultan paruh waktu Yayasan Sarana Wana Jaya, Pensiunan Kehutanan, Mantan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Gorontalo, Penyusun Kamus Rimbawan dan Kamus Konservasi)

PPara Rimbawan mestinya gembira ketika Senin, 23 Desember 2019, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengumumkan pemenang sayembara desain ibu kota baru. Hasil penilaian tim juri, kelompok Nagara Rimba Nusa ditetapkan sebagai juara I, The Infinite City juara II dan Seribu Galur sebagai juara III serta Zamrud Khatulistiwa Juara Harapan I dan yang terakhir Banua Rakyat Juara Harapan II. Lima pemenang desain ibu kota baru  ini berhasil menyisihkan 287 peserta lain. Selanjutnya, di bawah komando Kementerian PUPR desain Juara I, II dan III akan disinergikan untuk memperoleh desain ibu kota yang lebih sempurna. Ibu kota baru berada di Kabupaten  Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur dengan luas sekitar 256.000 hektare yang berada di kawasan hutan.

Ada tiga kriteria yang digunakan dalam menentukan pemenang. Pertama adalah ibu kota negara sebagai identitas bangsa. Kedua, keberlanjutan kota tersebut (ibu kota yang friendly, memperhatikan lingkungan, memperhatikan kebencanaan, sosial, dan ekonomi). Ketiga, kota bukan untuk generasi saat ini tapi generasi mendatang (Jadi kota harus menunjukkan kecerdasan, kemudian modern dan standar internasional).

Sibarani Sofian sebagai ketua tim penyusun Nagara Rimba Nusa, menjelaskan bahwa ‘Nagara Rimba Nusa’ dijadikan tema karena NAGARA merupakan perwakilan pemerintah dan rakyat. Sementara RIMBA adalah karakter ibu kota baru di Kalimantan yang masih berupa hutan, sedangkan NUSA adalah identitas bangsa Indonesia karena kita tinggal di kepulauan. Ibu kota baru di desain untuk jangka minimal 200 tahun. Bandingkan dengan Jakarta hanya berumur tidak lebih dari 80 tahun.

Untuk mengimplentasikan berbagai perencanaan pembangunan yang berada di wilayah ibu kota baru, nantinya akan dibentuk suatu BADAN OTORITAS setingkat menteri yang bertanggung jawab kepada Presiden.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang mempunyai kewenangan dalam bidang kehutanan telah melakukan kajian terhadap:  ekologi hutan yang masih kaya keanekaragaman hayati, ekonomi, sosial, dan budaya di calon ibu kota baru . Berdasarkan kajiannya 40% atau 102.400 hektare dari 256.000 hektare wilayahnya akan dicadangkan sebagai area hijau atau dalam bahasa regulasi merupakan KAWASAN LINDUNG.

Bagaimana mewujudkan 102.400 hektar menjadi kawasan lindung?  Ini menjadi pertanyaan besar yang harus dijawab KLHK dalam waktu singkat, mengingat Presiden dalam tahun 2024 sudah berkantor di ibu kota baru.

Tulisan singkat ini memberikan masukan bagaimana wajah wilayah hijau yang akan di kembangkan, khususnya MONUMEN HUTAN RAYA(MHR),berupa monumen tanaman hutan beserta ekosistemnya, yang mencerminkan hutan tropis dunia sekaligus menjadi ciri khas dari ibu kota baru.

Master Plan Wilayah Hijau

Sebagai konsekuensi penetapan ibu kota baru dari Presiden, KLHK harus menyediakan areal 256.000 hektare yang berada di kawasan hutan. Kajian KLHK, ibu kota baru  berada di konsesi HPH PT ITCI dan HTI PT ITCI Hutani Manunggal. Kawasan hutan pada PT ITCI Hutani Manunggal telah dikonversi menjadi Hutan Tanaman Industri dengan tanaman Eucalyptus Sp. dan Acacia Sp.  KLHK mengharapkan ibu kota negara Republik Indonesia yang baru adalah sebuah kota modern dengan ekosistem hutan hujan tropis khas Kalimantan.

Fokus utama KLHK adalah melakukan kajian areal  seluas 102.400 hektar yang akan menjadi wilayah hijau. Wilayah ini dapat berupa areal yang secara parsial merupakan suatu ekosistem atau dapat juga merupakan kesatuan dari bangunan infrastuktur (jalan, bangunan, dsb) dengan suasana hijau.

Untuk menjadi pegangan tim pengkajian dalam mewujudkan wilayah hijau,  Peraturan Presiden 32 tahun 1990 tentang Kawasan Lindung dapat dijadikan salah satu rujukan. Menurut Perpres tersebut meliputi kawasan lindung adalah:

  1. Kawasan yang memberikan perlindungan Kawasan Bawahannya yang terdiri dari : a). Kawasan Hutan Lindung, b). Kawasan Bergambut, c). Kawasan Resapan Air.
  2. Kawasan Perlindungan setempat terdiri dari:  a). Sempadan Pantai, b). Sempadan Sungai, c). Kawasan Sekitar Danau/Waduk, d). Kawasan Sekitar Mata Air.
  3. Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya  terdiri dari:  a). Kawasan Suaka Alam, b). Kawasan Suaka Alam Laut dan perairan lainya, c). Kawasan Pantai Berhutan Bakau, d). Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam, e). Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan.
  4. Kawasan Rawan Bencana Alam.
  5. Monumen Hutan Raya.

Namun mengingat bahwa lahan ibu kota negara Republik Indonesia merupakan areal konsensi PT ITCI dan HTI PT ITCI Hutani, maka dapat dipastikan bahwa Kawasan Suaka Alam, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam tidak berada di areal tersebut.

Dengan demikian tugas pertama adalah mendeliniasi kawasan lindung yang berupa : kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, kawasan resapan air,  sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, kawasan sekitar mata air, kawasan pantai berhutan bakau dan kawasan rawan bencana alam. Tugas ini nampaknya tidak terlalu berat, KLHK sudah mempunyai peta detail yang cukup lengkap dari  PT ITCI dan HTI PT ITCI Hutani. Lagi pula dengan perkembangan teknologi citra satelit, deliniasi kawasan hijau dapat dilakukan dengan waktu yang relatif singkat.

Kantor KLHK yang berupa gedung Manggala Wana Bakti beserta  Hutan di dalamnya dapat dijadikan rujukan dalam membangun kantor lembaga pemerintah, kantor kedutaan besar dari negara sahabat atau kantor lainnya. Jika kantor KLHK di Jakarta mempunyai luas hanya 12 hektar saja mampu memberikan nuansa hutan kota, maka perkantoran pada ibu kota baru minimal mempunyai 20 hektare. Pada masing masing kantor selain gedung utama beserta sarana dan sarana yang menyertainya juga terdapat ekosistem hutan, kolam yang cukup luas serta berbagai binatang. Sementara untuk kantor kedutaan besar negara sahabat berkisar antara 1-3 hektare. Di kiri dan kanan jalan utama selebar minimal 20 meter berupa jalur hijau, yang ditanami dengan jenis tanaman khas Kalimantan. Prinsipnya, setiap pembangunan infrastruktur (bangunan, jalan, dsb), 40% nya harus berupa wilayah hijau. Dan yang paling penting Master Plan Wilayah Hijau harus menjadi satu kesatuan dengan Master Plan Ibu Kota Baru.

Lebih Lanjut Tentang Monumen Hutan Raya

Indonesia masuk ke dalam negara dengan tingkat biodiversitas tertinggi kedua di dunia setelah Brazil. Tingkat biodiverisitas atau potensi alam yang tinggi ini haruslah dijaga. Monumen Hutan Raya (MHR)merupakan salah satu program untuk menjaga potensi alam tersebut.

Pengertian Monumen menurut Kamus Besar Indonesia adalah bangunan atau tempat yang mempunyai nilai sejarah yang penting dan karena itu dipelihara dan dilindungi negara, sedangkan MHRdiartikan sebagai monumen suatu wilayah yang cukup luas, sekitar 9.000 hektare yang dibangun dengan koleksi pohon dan tumbuhan bukan saja tanaman khas Kalimantan, tetapi juga tanaman khas tropika dari luar Indonesia dan 1.000 hektare untuk kebun binatang.

Untuk membangun MHR,KLHK  harusbekerja samadengan LIPI yang ahli dalam mendesain Kebun Raya. Penataan koleksi tanaman dilakukan dengan kaidah-kaidah ilmu pertamanan, sehingga nampak indah. Keindahan dan informasi ilmiah yang terkandung dalam koleksi tumbuhan kiranya merupakan daya tarik utama dari sebuah MHR.

Tujuan pembangunan Monumen Hutan raya adalah :

  1. Konservasi,  melestarikan keanekaragaman tumbuhan dengan cara mengkoleksi pohon dan tanaman bukan saja tanaman khas Kalimantan, tetapi juga khas tropika dari luar Indonesia (Brasil, Amazona, dsb). Berdasarkan buku Karya terakhir Dr. Kade Sidiyasa yang berjudul  “Jenis-Jenis Pohon Endemik Kalimantan” yang diterbitkan oleh Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam KLHK, di Kalimantan terdapat 1.433 jenis pohon endemik Kalimantan, termasuk dalam 218 marga dan 65 suku. Jenis pohon endemik ini yang menjadi prioritas pertama untuk didokumentasikan.  Dokumentai berikutnya adalah tanaman khas Indonesia yang berada di luar Kalimantan. Koleksi tanaman terakhir adalah tanaman khas tropis yang berada di Luar negeri tetapi tidak terdapat di Indonesia. Sebagai gambaran Kebun Raya Bogor atau Kebun Botani Bogor yang luasnya hanya 87 hektare dan memiliki 15.000 jenis koleksi pohon dan tumbuhan.
  2. Penelitian, banyak penelitian hutan yang dapat dilakukan kerjasama dengan badan internasional kehutanan tentang hutan tropis diantaranya adalah: etnobotani, tanaman obat, eksplorasi tumbuh-tumbuhan, inventarisasi, silvikultur, jasa lingkungan, biometrik hutan, dendrologi, arsitektur pohon, phisology tanaman, ekologi tanaman dan biomasa hutan, hama dan penyakit hutan,  dsb. Pembangunan laboratorium sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan penelitian.
  3. Pendidikan dan Pelatihan,  diklat kehutanan secara nasional dan internasional tentang hutan dilakukan diMHR. Fasilitas diklat yang di bangun untuk kebutuhan diklat internasional.
  4. Kebun binatang, melestarikan keanekaragaman binatang Indonesia dan dunia. Sebagai gambaran kebun Kebun Binatang Ragunan  yang luasnya 140 hektare mempunyai koleksi  295 spesies binatang dan 4040 spesimen.
  5. Monumen tanaman, yang berisikan pohon yang ditanam oleh pejabat pemerintah (Menteri, Pejabat setingkat menteri, Gubernur, Bupati, Walikota, Duta besar negara sahabat, dsb) dan masyarakat. Mereka yang melakukan penanaman diwajibkan menjadi donatur untuk pemeliharaan pohon yang jumlahnya akan ditentukan oleh Pimpinan MHR.
  6. Rekreasi, MHR menjadi salah satu tempat tujuan rekreasi bagi masyarakat untuk lebih mengenal tumbuhan binatang beserta ekosistemnya. Pembangunan MHR akan diatur sedemikian rupa dengan konsep tema interpretasi tertentu akan menjadi daya tarik bagi pengunjung.

Pembangunan MHR dilakukan secara bertahap. Namun, paling tidak dalam waktu lima tahun pertama, selain master plan juga kantor beserta infrastrukturnya sudah dibangun disertai dengan pengumpulan jenis tanaman khas kalimantan. MHR dikelola unit organisasi setingkat Eselon I yang bertanggung jawab kepada Kepala Badan Otoritas Ibu Kota Baru.

Penutup

Untuk mewujudkan MHR sebenarnya tidak terlalu sulit, mengingat bahwa Presiden berlatar belakang kehutanan. Menteri LHK  bersama Kepala LIPI menyampaikan pentingnya MHR kepada Presiden dengan disertai Master Plan MHR. Ditekankan bahwa Ibu Kota Negara harus bernuansa hutan tropis yang direpresantasikan dengan adanya MHR.

Dalam waktu dekat akan keluar Undang-Undang yang mengatur perpidahan ibu kota dari Jakarta ke ibu kota baru yang disertai peta lokasi sebagai lampirannya. KLHK dapat berperan dalam pembuatan petanya. Akan sangat ideal sekali apabila wilayah hijaunya sudah ada dalam peta tersebut. Ide-ide cemerlang tentang kehutanan harus disampaikan pada Presiden. Semoga ide MHR dapat terwujud dan dapat menjadi satu kesatuan dengan Master Plan Ibu Kota Baru.