P3A Bisa Menjamin Ketersediaan Air Irigasi

Peran Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) sangat dibutuhkan, terutama pada musim kemarau seperti sekarang ini. Jika P3A andal, maka ketersediaan air irigasi dapat dijamin.

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan), Sarwo Edhy mengatakan, ada lima pilar modernisasi irigasi. Kelima pilar itu adalah keandalan suplai air, keandalan jaringan irigasi, manajemen air, kelembagaan dan Sumber Daya Manusia (SDM).

“P3A mengelola atau memelihara jaringan irigasi tersier dan mencari solusi secara lebih mandiri terhadap persoalan-persoalan menyangkut air irigasi yang muncul di tingkat usaha tani,” kata Sarwo Edhy di Jakarta, Selasa (10/9/2019).

Dia mengatakan, berbagai upaya telah dilakukan Kementan untuk meningkatkan produksi pangan. Saat ini penyediaan sarana dan prasarana pertanian yang lebih memadai dan  fokus untuk peningkatan produksi pangan.

Dari penyediaan sarana dan prasarana tersebut, kata Sarwo Edhy, secara kuantitas mengalami peningkatan. Begitu pula dengan pembangunan atau rehabilitasi jaringan irigasi yang sudah dilaksanakan mampu memberikan kontribusi perluasan coverage area tanaman yang terairi.

“Namun, saat ini yang masih perlu ditingkatkan dalam penyediaan dan pengelolaan air irigasi adalah bagaimana pengelolaan, pemanfaatan serta pemeliharaan jaringan irigasi berjalan secara berkelanjutan. Sehingga terus berkontribusi terhadap peningkatan produksi tanaman pangan,” ujar Sarwo Edhy.

Dia menjelaskan, P3A merupakan salah satu lembaga atau kelompok petani di pedesaan yang andal dan berperan penting dalam pengelolaan, pemanfaatan, dan pemeliharaan air irigasi.

Lembaga ini secara khusus mewadahi para petani yang terkait dengan tata kelola air irigasi di tingkat usaha tani sekaligus pengelolaan sumber daya air lainnya.

“Jadi, wajar jika kemudian Kementan merasakan betapa perlunya melakukan upaya penguatan atau pemberdayaan kelembagaan petani pemakai air tersebut sebagai ujung tombak dalam peningkatan produksi pangan dan pencapaian swasembada pangan,” katanya.

Pentingnya peran P3A disebutkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2004, di mana petani diberi wewenang dan tanggung jawab pemeliharaan di tingkat usaha tani.

Sedangkan pentingnya penguatan atau pemberdayaan petani pemakai air juga tertulis dalam regulasi khusus, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2007 yang mengamanatkan pembinaan dan pemberdayaan P3A menjadi tanggung jawab instansi pemerintah daerah yang membidangi ketahanan pangan.

“Dalam hal ini antara lain adalah dinas atau instansi pemerintah lingkup pertanian sebagai perpanjangan tangan Kementerian Pertanian di daerah,” ungkapnya.

P3A Laksono Warih

Salah satu contoh P3A yang mampu mengatasi keterbatasan ketersediaan air adalah P3A Laksono Warih, di Kabupaten Bantul. Yang menarik dari kelompok ini adalah upaya mengelola air irigasi yang bersumber dari air tanah, karena kelompok ini berada di luar sistem irigasi.

“Meski air sangat terbatas karena posisinya di wilayah dataran tinggi, lahan kering, yang selama ini hanya berharap dari air hujan sebagai sumber airnya. Namun, dengan memanfaatkan sumber air tanah serta pengelolaan kelembagaan yang mencakup area seluas 125 hektare (ha) ini mampu mengatasi kesulitan air terutama pada saat musim kemarau,” paparnya.

Kelompok ini secara swadaya mengembangkan jaringan irigasi yang sederhana untuk mengalirkan air pada saat hujan, sehingga dapat menanam padi. Di setiap petakan sawah, anggota kelompok diwajibkan membangun tampungan air (ukuran 50x50x50cm) minimal 2 unit untuk menampung air.

“Pada saat musim kemarau, air dalam kubangan ini dimanfaatkan oleh anggota tersebut dengan memanfaatkan irigasi bertekanan (sprinkle). Hal ini mampu mencukupi kebutuhan air untuk pertanaman padi/hortikultra sesuai ketersediaan air,” jelas Sarwo Edhy.

Pada saat belum terbentuk kelembagaan ini, di lokasi ini hanya ada pertanaman 1 musim saja, yaitu saat hujan. Namun, dengan kelembagaan yang terkelola dengan baik, maka tak ada lagi lahan milik anggota yang dibiarkan tanpa ada  tanaman.

Direktur Irigasi Pertanian Ditjen PSP, Rahmanto menambahkan, peran serta masyarakat petani dapat pula dalam hal pembiayaan operasi dan pemeliharaan sistem irigasi primer dan sekunder. Namun, Rahmanto mengakui, P3A/GP3A seringkali menemui hambatan pada kemauan petani untuk membayar iuran irigasi yang rendah.

“Kita sudah berlakukan Iuran Pengelolaan Air (IPAIR) yang dikelola sepenuhnya oleh P3A. Memang, kalau hanya mengandalkan uang iuran dari petani sulit sekali. Hal ini merupakan tantangan dan peluang bagi P3A dalam memperluas kegiatan usaha ekonominya yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan para anggotanya,” tutur Rahmanto.

Rahmanto menegaskan, ini bukan berarti P3A “menjual” air irigasi pada pihak yang membayarnya. Karena pemilikan atas hak guna air dan jaringan irigasi oleh para petani anggota P3A bersifat kolektif.

Menurut Rahmanto, dalam perkumpulan P3A sebaiknya tidak hanya pengelolaan air sebagai unit usaha. Perlu adanya unit usaha sampingan seperti pengadaan saprodi, simpan pinjam, jasa Alsintan, dan lain sebagainya.

“Basis unit kegiatan tetap pada pengelolaan air irigasi untuk anggotanya. Tapi juga bisa memberikan pelayanan lainnya yang menghasilkan,” tambahnya.

Pengembangan unit baru ini diharapkan mampu menghidupkan aktivitas perekonomian wilayah setempat serta mampu mengakomodasi berbagai kebutuhan anggota.

Unit usaha tersebut sebaiknya dilakukan mulai pada level organisasi P3A Gabungan mengingat pada tingkat ini jumlah anggotanya sudah relatif banyak (setara dengan satu kecamatan).

Selain mampu memenuhi kebutuhan petani dengan harga yang lebih murah, nantinya sebagian keuntungan dari unit usaha baru ini bisa dialokasikan untuk pembiayaan OP (saluran air menjadi bagus/ketersediaan air lebih terjamin). “Ini tentunya sangat berdampak pada tingkat produksi mendatang,” ujar Rahmanto. PSP