
Emisi gas rumah kaca (GRK) penyebab perubahan iklim, menurun secara drastis selama pandemi COVID-19 menerjang Indonesia. Hal itu sebagai dampak dari kebijakan pembatasan sosial skala besar (PSBB) dan melambatnya aktivitas industri.
Direktur Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan Monitoring, Pelaporan dan Verifikasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Syaiful Anwar menyatakan, hasil verifikasi yang dilakukan bersama para pakar dan kementerian/lembaga terkait mengungkap adanya penurunan emisi GRK selama pandemi COVID-19.
“Ada kecenderungan emisi GRK turun selama pandemi COVID-19,” kata dia di Jakarta, Kamis (1/10/2020).
Pencatatan dilakukan sepanjang tahun 2020 dari Januari sampai Mei. Di sektor transportasi, emisi GRK tercatat turun pada aktivitas transportasi darat, laut maupun udara dimana masing-masing mengalami penurunan sebesar 34,2%, 93,5%, dan 90,4% (lihat tabel).

Penurunan emisi GRK juga terjadi pada sektor kelistrikan. Pada aktivitas produksi listrik, emisi GRK tercatat turun 2,24%. Sementara untuk konsumsi listrik, penurunan terjadi pada aktivitas industri sebesar 48,67% dan pusat perkantoran sebesar 85,15%. Untuk konsumsi rumah tangga, emisi GRK justru mengalami kenaikan sebesar 28,5% seiring kebijakan bekerja dan belajar dari rumah (lihat tabel).

Menurut Syaiful pandemi COVID-19 memicu kebijakan PSBB. Kebijakan itu mendorong kebiasaan yang lebih efisien dalam emisi GRK melalui belajar atau bekerja dari rumah, atau bekerja di kantor bergantian. Perubahan ini juga berlaku di tata kelola gedung perkantoran, komersial dan industri.
“Untuk itu perlu didorong secara komprehensif agar mengarah ke perilaku yang ramah lingkungan secara jangka panjang,” katanya.
Untuk mengendalikan perubahan iklim global, Indonesia menargetkan untuk mengurangi emisi GRK sebanyak 29% dengan upaya sendiri atau 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2030.
Empat sektor utama menopang penurunan emisi GRK Indonesia adalah lahan (kehutanan dan pertanian), energi, limbah dan sampah, serta proses industri (IPPU). Sementara kontribusi masing-masing sektor adalah sektor kehutanan 17,2%, energi 11%, limbah dan sampah 0,38%, pertanian 0,32%, dan IPPU 0,1%.
Sugiharto