Pelaksanaan program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) diwarnai adanya oknum atau mafia penyaluran beras dengan memanipulasi kualitas dan volume beras yang diberikan kepada masyarakat penerima BPNT. Adanya dugaan oknum dan mafia dalam pelaksanaan BPNT itu dibeberkan Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso, di Jakarta, Senin (23/09/2019).
“Kami telah menyelidiki berbagai modus kejahatan yang dilakukan para penyalur beras BPNT. ada oknum atau mafia di dalamnya,” ujar mantan Kabareskrim Polri itu.
Menurutnya, hasil temuan Bulog itu akan diserahkan kepada Satgas Pangan dan pihak kepolisian untuk segera ditindaklanjuti.
Dirut perum Bulog yang akrab disapa dengan nama Buwas itu menjelaskan, salah satu aksi yang dilakukan oknum dan mafia dalam penyaluran beras BPNT itu adalah dengan mengoplos atau mengganti beras jenis premium dengan jenis medium.“Beras medium itu kemudian dijual dengan kemasan beras premium,” ucapnya.
Akibat aksi tersebut, oknum atau mafia penyaluran beras itu berhasil meraup keuntungan sekitar Rp 9 miliar setiap bulannya. Yang dirugikan tentunya adalah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang menerima bantuan tersebut.
“Dengan biaya yang dikeluarkan, mereka seharusnya mendapatkan beras premium namun kenyataannya hanya mendapatkan beras medium,” papar Buwas.
Selain kualitas beras yang rendah, keluarga penerima manfaat juga dirugikan dengan adanya pengurangan volume beras yang diterimanya. Jika mengacu aturan, mereka akan mendapatkan beras sebanyak 10 kilogram. Namun karena adanya permainan mafia, beras yang diterima hanya sekitar tujuh kilogram.
Akibat aksi-aksi itu, dari nilai paket BPNT sebesar Rp110.000, yang diterima keluarga penerima manfaat hanya sekitar Rp80.000 saja.
Bulog Dihambat
Budi Waseso juga menegaskan kalau oknum dan mafia BPNT itu juga berusaha keras menjegal Perum Bulog dalam melaksanakan tugasnya mendistribusikan beras untuk BPNT.
“Mereka berusaha menjegal Bulog dengan cara-cara memviralkan video soal beras jelek dari Bulog yang diterima KPM,” ucapnya.
Aksi menjelekkan citra Bulog disinyalir dilakukan dengan menggunakan kantong atau kemasan yang biasa digunakan Bulog yang dijual bebas di pasaran dengan harga sekitar Rp 1.000/ kantong.
Kantong atau kemasan itu, ungkap Buwas, kemudian diiisi dengan beras bermutu rendah dan dengan volume yang tidak sesuai dengan aturan BPNT. Akibatnya, masyarakat penerima bantuan menuding Bulog mendistribusikan beras jelek.
“Padahal, Perum Bulog selalu mendistribusikan beras bermutu tinggi dan melalui pengawasan ketat,” tegas Buwas.
Akibat ulah nakal mafia, Buwas juga menjelaskan kalau Bulog mengalami kesulitan atau hambatan dalam mendistribusikan beras untuk program BPNT. sejak bulan Juli hingga September 2019, beras yang berhsil didistribusikan Perm Bulog kepada KPM program BPNT sekitar 30.000 ton. Padahal, hingga akhir Desember nanti, Bulog ditargetkan untuk mendistribusikan beras untuk program BPNT sebesar 700.000 ton.
Agar masyarakat dan Perum Bulog tidak dirugikan, Buwas meminta Satgas Pangan dan pihak kepolisian segera melakukan penyidikan dan sikap resmi terhadap dugaan aksi mafia tersebut.
“Kita ingin masalah ini segera ditindaklanjuti secepatnya,” pinta Budi Waseso. Buyung N