Pemerintah Perlu Dorong Industri Alsintan Dalam Negeri

* Dongkrak Level Mekanisasi

Pemerintah terus mendorong petani untuk menggunakan Alsintan, demi efisiensi serta meningkatkan produksi. foto: Antara

Pemerintah mendorong pertanian menuju era modernisasi melalui penggunaan alat mesin pertanian (Alsintan).  Harapannya, dengan memanfaatkan Alsintan, maka semua kegiatan usaha tani menjadi lebih efisien dan hemat. Ujungnya, produksi pertanian pun mampu terdongkrak, khususnya komoditas pangan.

Sejauh ini, dari data yang ada, Indonesia masih tertinggal dari Malaysia dan Thailand dalam penggunaan Alsintan. Level mekanisasi Indonesia pada tahun 2015 hanya 0,5 horse power/hektare (HP/ha).

Padahal, Malaysia sebagai jiran serumpun sudah menembus 2,4 HP/ha dan Thailand 2,5 HP/ha. Jika dibandingkan dengan Jepang, Indonesia makin jauh tertinggal, di mana penggunaan Alsintan di negeri Matahari Terbit ini sudah mencapai 16 HP/ha.

Upaya pemerintah memasifkan Alsintan juga sudah dilakukan sejak beberapa tahun terakhir, di mana level mekanisasi terdongkrak menjadi 2,1 HP/ha pada 2021 atau naik 236%.

”Pengembangan Alsintan menjadi cara kita menjadikan pertanian maju, mandiri dan modern. Dengan Alsintan juga dapat mengatasi kelangkaan tenaga kerja,” kata Ketua Subkelompok Alat dan Mesin Pertanian, Direktorat Alat dan Mesin Pertanian, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Cahya Trilaksana.

Jika melihat ketersediaan, jumlah Alsintan di dalam negeri baru mencapai 283.285 unit. Padahal, kata Cahya, kebutuhannya mencapai 1,35 juta unit. Artinya, masih ada kekurangan cukup besar, sekitar 1,07 juta unit, baik traktor roda 2, traktor roda 4, pompa air, rice transplanter dan hand sprayer.

Bahkan, Cahya juga memprediksi kebutuhan Alsintan akan meningkat lagi. Sebab, pada tahun 2023 ada tambahan Alsintan untuk tanaman jagung, tranportasi roda tiga, perbengkelan dan drone.

Menurutnya, ada beberapa faktor pendorong penggunaan Alsintan. Di antaranya, terjadi perubahan kebutuhan Alsintan, kelangkaan tenaga kerja karena generasi muda masih sulit untuk terjun ke pertanian. “Faktor lain adalah luas lahan suboptimal yang sangat potensi untuk dikembangkan dan membutuhkan Alsintan,” ujarnya.

Cahya melihat banyak keuntungan penggunaan Alsintan. Selain meningkatkan efisiensi waktu kerja, juga mengurangi biaya kerja dan susut hasil.

Misalnya, dalam pengolahan tanah secara manual memerlukan waktu kerja 320-400 jam/ha. Sementara dengan Alsintan hanya butuh 4-6 jam/ha. Biaya kerja juga lebih hemat. Jika manual mencapai Rp2 juta, maka dengan Alsintan hanya Rp1,2 juta.

”Karena itu, pemerintah melakukan optimalisasi Alsintan. Selain melalui pelatihan Alsintan, juga penguatan brigade Alsintan dan pemberdayaan Poktan dan Gapoktan,” katanya.

Perlu Dukungan Pemerintah

Ketua Umum Asosiasi Alat Mesin Pertanian (Alsintani), Mindo Sianipar mengatakan, saat ini anggota Alsintani cukup banyak, yakni mencapai 56 pelaku usaha. Mereka terdiri dari produsen Alsintan 41 industri dan 15 perusahaan trader.

Mindo, yang juga anggota Komisi IV DPR, melihat kebijakan pemerintah belum banyak berpihak kepada industri Alsintan dalam negeri.

Contohnya, banyak produk Alsintan tertentu yang diimpor penuh, ternyata terkena bea masuk. Di sisi lain, industri yang memproduksi Alsintan di dalam negeri, ketika harus mengimpor bahan baku, justru terkena pajak.

“Bagaimana ini berpikirnya. Seharusnya kita harus berpikir sistimatik untuk memajukan industri dalam negeri,” tegasnya.

Untuk itu, Mindo berharap harus ada kemauan politik dari pemerintah untuk menggunakan produk Alsintan dalam negeri dan memakai impor sekecil mungkin.

Jika harus mengimpor, kata Mindo, hanya produk Alsintan yang tidak bisa dibuat di dalam negeri dan maksimal hanya 10% dari kebutuhan.

“Jadi, komitmen pemanfaatan Alsintan dalam negeri harus diutamakan. Karena mereka (industri dalam negeri, Red.) sudah berinvestasi dan mengambil risiko. Kalau importir kan tidak ada risiko yang besar. Cukup impor, lalu dijual,” katanya.

Bahkan Mindo menilai tak masuk akal jika ada impor combine harvester dan traktor roda empat dalam jumlah banyak atas permintaan petani. “Pertanyaannya, berapa lama digunakan selama musim tanam? Belum lagi anggaran yang harus dikeluarkan pemerintah,” tandasnya.

Karena itu, Mindo mengingatkan agar pemerintah menata kembali bantuan Alsintan yang digelontorkan ke petani. Misalnya, Brigade Alsintan bekerjasama dengan TNI untuk mengoptimalkan Alsintan bantuan pemerintah tersebut.

”Pemerintah harus mendesain kebutuhan Alsintan per kabupaten, per provinsi. Harus dipikirkan mana yang paling banyak diperlukan petani, sehingga bantuan akan lebih efisien,” ujarnya.

Hal lain yang menjadi sorotan Mindo adalah proses pengadaan Alsintan. Pemerintah telah menetapkan setiap pengadaan Alsintan harus melalui e-catalog.  Jika sudah masuk dalam e-catalog, maka sudah pasti memenuhi persyaratan teknis dan harga.

”Jadi, siapa yang bisa melakukan pengadaan? Salah satu faktor penentunya adalah harga. Aturan seperti ini harus terbuka dan transparan. Pemerintah tidak boleh mengklaim satu industri saja,” tegasnya.

Di sisi lain, Mindo juga menyuarakan dukungannya terhadap program Taksi Alsintan. Untuk itu, dia meminta Kementerian Pertanian untuk memberikan informasi lokasi pelaksanaan Taksi Alsintan agar pelaku usaha Alsintan lainnya bisa mempelajari program tersebut.

”Saya mendukung Taksi Alsintan. Tapi memang memerlukan kelembagaan dan support banyak pihak agar Taksi Alsintan berjalan baik. Usaha Taksi Alsintan bisa efisien jika mengelola lahan minimal seluas 100 ha,” tuturnya.

Mindo menegaskan, dirinya mendukung modernisasi pertanian dengan Alsintan. Pertanian tanpa Alsintan, diakuinya akan menurunkan kemampuan produksi pertanian.

”Tidak ada jalan lain, kita harus genjot penggunaan Alsintan. Tinggal bagaimana uang negara terserap dan terpakai dengan benar atau tidak. Jadi, bukan hanya terserap,” ujarnya. SW

Terbuka Peluang Bisnis Taksi Alsintan

Dengan anggaran Kementan yang cenderung terus menurun sejak 2015-2022, maka pengadaan Alsintan pun ikut terpengaruh. Untuk mengatasi hal ini, Kementerian Pertanian terus dorong pertumbuhan Taksi Alsintan guna menumbuhkan mekanisasi pertanian.

Ketua Subkelompok Alat dan Mesin Perkebunan dan Peternakan, Direktorat Alsintan, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Cahya Trilaksana mengatakan, Taksi Alsintan adalah program penyediaan Alsintan secara mandiri oleh pelaku usaha di sektor pertanian.

Jadi, lanjut Cahya, Taksi Alsintan adalah model bisnis jasa Alsintan yang dikelola secara terintegrasi, terkonsolidasi, profesional dan modern dengan pemanfaatan pembiayaan dari skim kredit perbankan.

Menurutnya, petani diberi kesempatan membeli Alsintan dengan pembiayaan dari Kredit Usaha Rakyat (KUR) Pertanian. Dengan demikian, petani menjadi lebih mandiri dan meningkatkan motivasinya untuk memproduksi secara efektif. “Program ini juga dapat membantu mengurangi ketergantungan petani pada bantuan pemerintah,” ujarnya.

Cahya menegaskan, pihak perbankan pun tak perlu khawatir merealisasikan KUR Taksi Alsintan kepada petani. Sebab, setiap Alsintan yang diperoleh melalui KUR mendapatkan pengawalan dan pembinaan dari pemerintah, sehingga kredit macet bisa diminimalkan.

“Taksi Alsintan juga akan meningkatan kinerja pemanfaatan Alsintan. Level mekanisasi juga meningkat, serta berkembangnya model bisnis Taksi Alsintan,” tuturnya

Dalam pengelolaan Alsintan, selain dengan Taksi Alsintan, memang bisa dengan UPJA (Usaha Penyewaan Jasa Alsintan). Bedanya, jika UPJA anggarannya berasal dari APBN, maka Taksi Alsintan sumber dananya dari kredit komersial.

Dalam pengelolaan UPJA, Kementan mengupayakan agar petani, kelompok tani dan pengelola UPJA dapat mengubah pendekatan dalam menjalankan usaha pertanian dengan bertransformasi menjadi bisnis yang lebih modern dan efisien.

”Jika UPJA dikelola secara konvensional, maka UPJA harus profesional, terintegrasi, terkonsolidasi, dan diupayakan menuju digitalisasi manajemen bisnis jasa Alsintan,” kata Cahya Trilaksana.

Dalam hal ini, petani akan dilatih dan didorong mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dalam manajemen usaha, pemasaran, dan teknologi pertanian terbaru. Harapannya, efisiensi dan produktivitas dapat ditingkatkan, dan menghasilkan keuntungan yang lebih besar secara berkelanjutan.

“Upaya ini juga diharapkan dapat membantu mengembangkan ekonomi lokal dan meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat sekitar,” kata Cahya PRP