Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) memastikan untuk mengawal setiap kebijakan di sektor pertanian dengan optimal. Pengawalan itu termasuk dalam kebijakan pupuk bersubsidi, yang banyak menjadi sorotan dalam penyalurannya.
Menurut dia, kebijakan subsidi pupuk merupakan upaya pemerintah untuk menjaga ketahanan pangan dalam negeri. Dengan kebijakan itu diyakini akan meningkatkan produktivitas pertanian. “Untuk itu, kami selalu memantau dan mengawal kebijakan pupuk subsidi agar lebih tepat sasaran,” katanya.
Pengawasan yang ketat juga diakui Direktur Jenderal (Dirjen) Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan), Sarwo Edhy. Menurutnya, langkah itu ditempuh untuk melindungi petani penerima pupuk bersubsidi.
Utamanya, kata dia, bagi penerima pupuk yang tercantum dalam sistem elektronik rencana definitif kebutuhan kelompok (e-RDKK). “Kementan bersama Pupuk Indonesia telah melakukan pengawasan terhadap pendistribusian pupuk ke distributor dan kios,” katanya di Jakarta, Sabtu (13/2/2021).
Selain Pupuk Indonesia, lanjut dia, Kementan juga menggandeng dinas pertanian daerah serta Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP-3).
Sarwo Edhy menegaskan, distributor wajib mengikuti aturan-aturan yang berlaku. Aturan tersebut di antaranya adalah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 15/M-DAG/PER/4/2013. “Peraturan ini berisi tentang pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian secara nasional mulai dari lini I sampai dengan lini IV,” jelasnya.
Selain itu, sambung Sarwo, ada juga Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 49 Tahun 2020 tentang alokasi dan harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi sektor pertanian Tahun Anggaran (TA) 2021.
Dia menyebutkan, jika distributor melanggar, maka akan dikenakan sanksi dan dapat berujung pencabutan izin. “Tak hanya distributor, saya mengimbau kepada petani untuk selalu membeli pupuk bersubsidi di kios resmi dan sesuai dengan aturan yang berlaku,” ucap Sarwo.
Untuk mencegah penyimpangan, pihaknya telah melakukan sejumlah strategi. Salah satunya dengan menetapkan ciri pupuk bersubsidi dengan warna khusus, bag code, dan penyaluran tertutup berdasarkan e-RDKK.
Sarwo mengatakan, pupuk subsidi jenis urea diberi ciri dengan warna merah muda atau pink, sedangkan pupuk subsidi jenis Amonium Sulfate (ZA) diberi warna oranye. “Hal ini bertujuan membedakan antara pupuk bersubsidi dan nonsubsidi, sehingga dapat meminimalisasikan peluang penyelewengan,” ujarnya.
Selain warna, kata Sarwo, pupuk bersubsidi juga memiliki ciri pada kemasan karungnya. Misalnya, ada tampilan logo Pupuk Indonesia di bagian depan karung dan bertuliskan Pupuk Bersubsidi Pemerintah.
Pada kemasan juga tercantum juga nomor call center, logo Standar Nasional Indonesia ( SNI), nomor izin edar pada bagian depan karung, dan memiliki bag code dari produsennya.
Kebijakan Minim Risiko
Dalam penyaluran pupuk bersubsidi, Mentan SYL menegaskan pihaknya berupaya maksimal menetapkan kebijakan yang paling minim risiko, tapi paling banyak manfaat. “Dalam hal penyaluran pupuk dilakukan secara tertutup melalui Permendag 15 Tahun 2013 agar penyaluran lebih ke sasaran dan tepat waktu,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Syahrul, Kementan juga menyesuaikan musim tanam dan berupaya untuk melakukan penyaluran pupuk agar tepat waktu.
Dia menyatakan, pupuk subsidi adalah bentuk keseriusan pemerintah untuk menjaga ketahanan pangan. Dengan kebijakan ini, Kementan ingin meningkatkan produktivitas pertanian. “Untuk itu, kami selalu memantau dan mengawal kebijakan pupuk subsidi agar lebih tepat sasaran, tentu saja dibantu oleh aparat hukum,” katanya.
Kementan pun menyatakan dukungan penuh kepada pihak aparat untuk mengusut tuntas masalah penyelewengan pupuk bersubsidi.
Menurut Mentan SYL, masalah tersebut harus diselesaikan hingga pelaku dapat diketahui dan mendapatkan tindakan hukum. “Seperti kasus penyelewengan pupuk bersubsidi di Blora, Jawa Tengah. Kami berikan apresiasi aparat hukum yang berhasil membongkar kasus tersebut,” jelasnya.
Ketersediaan Pupuk Aman
Terkait dengan ketersediaan pupuk bersubsidi, pemerintah memberi kepastian pasokan aman. Distribusi pupuk bersubsidi tetap mengacu pada elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK).
Sarwo Edhy menjelaskan, mekanisme distribusi pupuk subsidi terus diperbaiki. Kriteria penerima pupuk pun telah ditetapkan agar tepat sasaran.
Dia mengatakan, kriteria penerima pupuk bersubsidi antara lain memiliki KTP, memiliki lahan pertanian maksimal 2 hektare (ha), tergabung dalam kelompok tani, dan telah menyusun e-RDKK. “e-RDKK itu semacam proposal. Jadi, pupuk subsidi yang didistribusikan akan mengacu pada e-RDKK,” jelasnya.
Sementara itu PT Pupuk Kujang Cikampek (PKC) menjamin produksi dan distribusi pupuk bersubsudi lancar dan tepat di tengah pandemi COVID-19. Hal itu guna mencukupi kebutuhan petani akan pupuk di musim tanam.
Sekretaris Perusahaan PKC, Ade Cahya Kurniawan menuturkan, perusahaannya memastikan ketersediaan pupuk untuk petani aman. Sejauh ini, pihaknya terus memantau ketersediaan pupuk hingga tingkat distributor dan kios. “Dalam penyaluran pupuk, terutama yang bersubsidi, kami bekerja sama dengan stakeholder dan masyarakat yang aktif dalam memonitoring penyaluran pupuk untuk sektor tanaman pangan,” ujar Ade, beberapa waktu lalu.
Adapun kuota pupuk subsidi, kata dia, hanya diperuntukan bagi kelompok tani sesuai alokasi Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) yang diinput ke dalam sistem dengan basis NIK melalui e-RDKK.
Jadi, data diri sebagai kelompok tani dalam e-RDKK sangatlah penting. Karena hal itu menjadi acuan pemerintah dalam menetapkan alokasi subsidi untuk para petani di setiap wilayah. Sehingga sasaran penerima pupuk subsidi akan tepat sasaran sesuai kebutuhannya.
“Kami harapkan semua petani di wilayah tanggung jawab kami sudah terdaftar dalam e-RDKK. Bagi yang tidak terdaftar, Pupuk Kujang tetap menyediakan pupuk nonsubsidi untuk para petani,” tegasnya. PSP
Kebijakan Kartu Tani dan e-RDKK Dinilai Positif
Kebijakan Kementerian Pertanian (Kementan) terkait modernisasi penerapan kartu tani dan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok elektronik (e-RDKK) dinilai positif dalam upaya memajukan pertanian Indonesia. Pakar ekonomi pertanian dari Universitas Negeri Semarang, Profesor Sucihatiningsih Dian Wisika Prajanti menilai, kedua kebijakan itu tepat untuk meningkatkan kemajuan pertanian di Indonesia.
Menurut dia, penerapan kartu tani dan database e-RDKK bertujuan agar kebijakan alokasi anggaran kebutuhan pertanian terutama subsidi pupuk tepat sasaran sesuai dengan kebutuhan para petani. “Dengan kebijakan itu, subsidi pupuk yang dialokasikan akan sesuai dengan yang dibutuhkan, serta dapat dibagi secara adil untuk para petani,” katanya.
Hanya saja, Sucihatiningsih juga mendorong pemerintah untuk lebih perhatian terhadap sebagian petani belum terdaftar di kelompok tani, terutama bagi petani-petani kecil dan petani penggarap.
“Mmereka kesulitan untuk mendapatkan pupuk bersubsidi sesuai dengan kebutuhan. Ada juga petani yang sudah memiliki kartu tani, namun belum menginput kebutuhan pupuk di e-RDKK,” ujarnya.
Selain itu, yang menjadi persoalan lainnya, terkadang data yang diinput tidak sesuai dengan kondisi nyata di lapangan. Menurut dia, permasalahan tersebut perlu mendapatkan perhatian dengan mengupayakan semua petani, tanpa terkecuali, dapat tergabung di kelompok tani dan input data di e-RDKK sesuai dengan kondisi di lapangan agar kebutuhan para petani dapat tercukupi.
Perempuan yang juga Guru Besar Ekonomi Pertanian Universitas Negeri Semarang itu berharap para petani bisa merasakan bantuan pupuk bersubsidi yang sangat penting bagi petani karena pupuk merupakan salah satu input dalam proses produksi pertanian yang memiliki peranan penting.
“Peran tersebut ditunjukkan dengan tingkat kesuburan dan produktivitas tanaman yang akan lebih baik jika kebutuhan pupuknya tercukupi. Jika tidak ada pupuk bersubsidi, petani akan kerepotan untuk memperoleh pupuk dengan harga terjangkau dan pasti harganya tidak menentu,” kata Sucihatiningsih.
Jika kebutuhan pupuk tidak tercukupi, lanjunya, pasti berpengaruh pada kualitas dan kuantitas hasil panen para petani.
“Petani di Indonesia mayoritas adalah petani kecil atau petani gurem yang hanya memiliki lahan sempit kurang dari 1 hektare. Selain itu, ada juga petani penggarap yang tidak memiliki lahan sendiri. Mereka tentu membutuhkan efisiensi biaya produksi agar keuntungan yang mereka peroleh maksimal,” ujar Sucihatiningsih. PSP