Pengembangan Industri Mebel Butuh Koordinasi Lintas Kementerian

Pengrajin mebel

Pemerintah bertekad memacu pengembangan industri mebel dan kerajinan nasional melalui penguatan koordinasi di lintas kementerian dan lembaga. Langkah sinergis yang dilakukan, antara lain untuk menjamin ketersediaan bahan baku, memberikan insentif untuk meningkatkan ekspor dan mendorong investasi di sektor yang berbasis hasil hutan tersebut.

“Misalnya, menyurati Kementerian terkait dalam rangka berkoordinasi untuk menghasilkan kebijakan strategis yang berpengaruh pada iklim usaha yang kondusif,” kata Dirjen Industri Agro Kemenperin, Panggah Susanto, Selasa (16/05/2107).

Panggah menyebutkan, Menteri Perindustrian telah mengirimkan surat kepada Menteri Pertanian untuk meminta pengecualian sampel furnitur dari proses karantina. Selain itu, kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) tentang penyederhanaan birokrasi kayu hasil budidaya rakyat.

“Terkait impor bahan baku kayu bagi penerima fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE), kami juga meminta kepada Menteri Perdagangan menghapus persyaratan rekomendasi Kementerian LHK,” paparnya. Kemudian, kepada Mendag juga, surat dikirimkan untuk penghapusan biaya verifikasi produk barang jadi rotan yang dibebankan kepada pelaku industri.

Panggah mengungkapkan, selama ini ketersediaan bahan baku telah dijamin melalui kebijakan larangan ekspor kayu dan rotan. Sedangkan, kebijakan untuk meningkatkan pasar ekspor, di antaranya dengan memfasilitasi keikutsertaan pelaku industri pada pameran di dalam dan luar negeri serta memfaslitasi pemberian National Interest Account (NIA) melalui Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

Kemenperin mencatat, kinerja ekspor industri furnitur Indonesia pada tahun 2016 sebesar 1,6 miliar dolar AS. Sementara itu, berdasarkan data Centre for Industrial Studies (CSIL), nilai perdagangan furniture dunia pada tahun 2016 mencapai 131 miliar dolar AS. “Tahun 2017, nilai ekspor furnitur dunia diprediksi
meningkat menjadi 138 miliar dolar AS,” ungkap Panggah.

Adapun kebijakan pemberian fasilitas tax allowance untuk investasi industri furnitur di luar Jawa. Bahkan, dalam upaya peningkatan kualitas produk furnitur nasional, Kemenperin telah meresmikan program pendidikan vokasi yang link and match antara SMK dan industri serta pembangunan Politeknik Furnitur di Jawa Tengah.

Mencermati kondisi pasar dunia saat ini, Panggah optimistis, Indonesia mampu menjadi pemain utama industri furnitur di dunia. “Karena kita punya keunggulan yang kompetitif melalui ketersediaan bahan baku, tenaga kerja yang memadai dan keberagaman desain,” tuturnya. Selain itu, peluang untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik juga masih sangat besar.

Untuk itu, menurutnya, upaya maksimal dari semua pihak terkait perlu dilakukan untuk mewujudkan hal tersebut, terutama dalam perbaikan sistem logistik bahan baku, produktivitas industri, inovasi produk, dan juga promosi yang lebih luas.

Apalagi, lanjut Panggah, pengembangan industri nasional diarahkan kepada industri yang menghasilkan produk-produk yang memiliki nilai tambah tinggi, banyak memanfaatkan sumber daya alam lokal, kompetitif di pasar global dan ramah lingkungan. “Industri mebel dan kerajinan merupakan sektor yang memenuhi kriteria tersebut,” tegasnya.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, pihaknya bersama pelaku usaha tengah menyusun rencana aksi dalam upaya memacu kinerja industri mebel dan kerajinan nasional agar mampu tumbuh dan berdaya saing.

“Kami akan menyusun mekanisme SVLK yang lebih sederhana dan dengan biaya yang lebih murah. Kemudian, kami juga akan melakukan pembahasan dengan perbankan untuk mendorong kinerja industri furnitur dan craft, seperti melalui program KUR, pembiayaan perbankan, lembaga pembiayaan ekspor, dan bank pembangunan daerah,” papar Airlangga. Buyung