Penunjukkan PPI Dipertanyakan

Klaim Kementerian Pertanian soal melimpahnya produksi beras akhirnya kandas. Tingginya risiko yang bakal dipikul memaksa pemerintah mengimpor beras 500.000 ton. Yang sedikit aneh, pelaksana dan penyalur beras impor eks Thailand dan Vietnam itu bukan Perum Bulog, tapi PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI). Ada apa?

Naiknya harga beras akhirnya tak bisa diredam dengan klaim dan berita-berita “manis” melimpahnya produksi beras. Sesuai dengan penegasan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada Selasa (09/01/2018) terkait stabilitas harga, pemerintah akhirnya membuka kran impor beras 500.000 ton dari Thailand dan Vietnam. Namun, entah menjaga gengsi atau apa, beras yang diimpor dilabel sebagai beras khusus alias beras premium, bukan medium, yang tidak ditanam di Indonesia.

Political risk-nya terlalu besar. Saya putuskan untuk impor beras,” ujar Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, saat menjelaskan keputusan impor beras di Jakarta, Kamis (11/01/2018). “Impor beras berasal dari Vietnam dan Thailand. Beras impor ini akan mulai datang pada akhir Januari dan Februari selesai,” paparnya.

Berbeda dengan biasanya, penugasan impor ini diberikan kepada PPI, bukan Perum Bulog. Bahkan, pendistribusiannya pun akan dilakukan PPI dengan cara menggandeng distributor dan pengusaha beras. Menurut Enggar, Bulog pun melakukan hal yang sama, yakni menggunakan mitra dan pengusaha beras karena stabilisator beras itu tak punya jaringan ke pasar-pasar. Dengan kata lain, PPI pun bisa melakukan itu.

Praktik tak lazim ini dipertanyakan Koperasi Pedagang Pasar induk Beras Cipinang (KOPPIC). “PPI itu tak punya pengalaman dengan komoditas beras. Bagaimana dia bisa mendistribusikan beras yang diimpornya?” tanya Ketua Umum KOPPIC Zulkifli Rasyid, Jumat (12/01/2018). Sejauh ini, Dirut PPI, Agus Andayani tidak bisa dihubungi untuk dimintai komentar. Pesan-pesan yang dikirim Agro Indonesia melalui aplikasi WhatsApp (WA) pun tidak dibalas. Bulog pun tidak bersuara.

Yang jelas, impor beras bukan bisnis kecil. Dengan tingkat harga beras dalam negeri untuk medium saja (IR64 I) sudah Rp12.450/kg, maka impor sangat menggiurkan, meski dengan label beras premium sekalipun. Harga beras Thailand untuk broken 5% per 11 Januari 2018 tercatat 416 dolar AS/ton (free on board/fob). Sementara untuk kualitas yang sama, beras Vietnam ditawarkan 400 dolar AS/ton. Dengan kurs Rp13.000/dolar AS, maka harga beras impor premium itu sekitar Rp5.200-Rp5.408/kg.

Jadi, bisa dibayangkan, dengan biaya transportasi, handling fee dan tarif bea masuk impor beras sekalipun, harga beras impor masih jauh lebih murah. Apalagi, beras impor ini akan dilepas sesuai HET, yakni Rp9.450/kg. Tanpa harus bersusah payah menanam, PPI atau siapapun bisa meraup untung segudang. Luar biasa. AI