Perang Dagang: China Masih Menyimpan Tindakan Balasan Lebih Menyakitkan ke AS

Perang dagang antara Amerika Serikat dan China menjadi perang dagang kedua yang lebih mirip sebuah makanan camilan alias ngemil ketimbang hidangan utama. Presiden Donald Trump berulang kali mengancam bakal mengenakan tarif hingga 60% atau lebih terhadap komoditi impor dari China. Namun, sejauh ini, Trump hanya menaikkan tarif 20%. Beijing pun membalasnya dengan tindakan yang terfokus dan asimetris.

Tapi jika Trump memperparah situasi, China memiliki beragam pilihan menu yang pedas untuk dipilih.

Dalam perang tarif langsung, kapasitas China untuk membalas sengaja dibatasi. Ekonomi terbesar kedua di dunia ini tahun lalu mengekspor barang senilai hampir 440 miliar dolar AS ke Amerika Serikat, jauh lebih besar ketimbang impornya sebesar 144 miliar dolar AS. Dengan begitu, pengenaan tarif oleh China bisa lebih menyakitkan. Otoritas di Beijing juga telah membalas dengan mengenakan tarif 10% hingga 15% terhadap produk pertanian AS senilai 21 miliar dolar AS. Tarif ini memang tidak cukup untuk menghentikan perdagangan, tetapi cukup efektif menekan petani kedele Amerika — yang separuh lebih dari ekspor kedelenya dijual ke pembeli China pada 2024.

Selain itu, China juga masih punya beragam pilihan aksi non-tarif untuk “menyiksa” petani Amerika. Ketika penerapan tarif baru berlaku pada 4 Maret, otoritas China langsung menangguhkan lisensi impor tiga perusahaan kedele Amerika, termasuk koperasi CHS milik petani. Alasannya? Enteng saja. Mereka mendeteksi adanya jamur berbahaya pada kedele impor tiga perusahaan itu.

Pihak berwenang juga bisa mengenakan larangan yang lebih luas, seperti yang mereka lakukan terhadap produk kayu Amerika, dengan dalih ditemukannya hama. Pihak Bea Cukai China juga masih membiarkan untuk sementara waktu registrasi eksportir babi dan unggas Amerika yang kedaluwarsa, sementara ratusan pemasok daging sapi masih terdaftar sebagai “kedaluwarsa”, seperti yang dilaporkan Reuters pada Selasa.

Aparat Bea Cukai China punya sejarah menghambat impor dengan cara menahan barang kiriman untuk inspeksi, seperti yang mereka lakukan terhadap impor lobster Australia pada 2020 setelah pemerintah Canberra meminta penyelidikan asal-usul virus COVID-19. Untungnya buat Australia, ekonomi China — yang bernilai 19 triliun dolar AS — sedang melambat dan Presiden Xi Jinping mungkin berhitung tidak mau mengambil tindakan dramatis yang bakal mengundang terjadinya gangguan lebih lanjut terhadap sektor ekspor yang vital.

Pilihan Utama

Itu sebabnya, pilihan yang lebih baik mungkin mencicipi dari daftar menu yang ada secara terbatas, yakni menyerang perusahaan yang bergantung pada pasar dan produsen China. Setelah tarif Amerika terbaru berlaku pada Februari, Beijing mengumumkan penyelidikan antimonopoli terhadap raksasa mesin pencarian Google dan perancang chip Nvidia. Penyelidikan ini tidak memiliki efek yang jelas. Namun, larangan impor terhadap mesin sekuensing gen dari Illumina, yang resmi mulai 4 Maret, memberikan dampak yang lebih besar. Saham perusahaan yang berbasis di San Diego itu anjlok 35% tahun ini, meski kontribusi China terhadap pendapatan mereka hanya 7%.

Langkah China ini bisa dipandang sebagai peringatan bagi perusahaan Amerika yang sangat bergantung pada akses ke China, seperti Tesla dan Apple.

Langkah China ini bisa dipandang sebagai peringatan bagi perusahaan Amerika yang sangat bergantung pada akses ke China, seperti Tesla dan Apple. Beijing bisa membuat sulit bisnis produsen mobil listrik asing terbesar — senilai 800 miliar dolar AS — di negara tersebut, yang merupakan sumber kekayaan utama bagi penasihat Trump, Elon Musk. Tahun lalu, penjualan Tesla naik hampir 9% di China, meskipun turun di tempat lain. Sementara pabrik raksasanya di Shanghai berkontribusi sekitar setengah dari kapasitas produksi global perusahaan. Pesaing lokal seperti BYD juga telah melampaui perusahaan Musk, hingga membuatnya menjadi alat perundingan yang lebih layak.

Apple juga rentan. Meskipun kehadirannya di India semakin besar, perusahaan yang dipimpin oleh Tim Cook ini masih bergantung pada pasar China untuk menjual sebagian besar produksi iPhone. Seperti Tesla, perusahaan bernilai 3,2 triliun dolar AS ini juga bergantung pada kebaikan Beijing untuk beroperasi di negara tersebut, yang berkontribusi 27 miliar dolar AS terhadap pendapatan operasional perusahaan berlogo “apel growak” pada tahun keuangan 2024 — lebih dari seperlima total global.

Memang, menekan produsen kakap Amerika akan merusak citra dan upaya China sebagai negara yang terbuka untuk bisnis asing. Namun, mengingat kerusakan yang baru-baru ini ditimbulkan oleh kebijakan Trump terhadap sekutu lama dan mitra dagang Amerika, negara-negara tersebut mungkin kurang terganggu oleh tindakan balasan.

Bagaimana Hidang Penutup?

Jika para pengambil kebijakan China memang benar-benar ingin membalas dendam perdagangan, mereka sebetulnya dapat mengubah nilai tukar. Namun, mereka tetap menjaga nilai tukar yuan stabil terhadap dolar AS di tengah tarif baru. Tapi jika  Trump mewujudkan ancaman tarif 60%, maka kemungkinan besar China bakal membiarkan yuan melemah.

Ekonom Kepala Bank of Singapore, Mansoor Mohi-uddin memperkirakan, dalam skenario terburuk, Bank Rakyat China bisa mengizinkan penurunan nilai tukar yuan hingga 10%. Namun, tambahnya, penurunan apa pun bakal dikelola secara hati-hati guna mencegah terjadinya depresiasi nilai tukar yang tidak terkendali. Pihak berwenang kemungkinan akan mematok nilai yuan sekitar 8,2/dolar AS — tingkat pematokan dolar yang ditinggalkan China pada tahun 2005 demi nilai tukar yang terkelola.

Pilihan terakhir dan berpotensi paling merusak dari daftar menu yang bisa dipilih China adalah menghambat ekspor logam tanah jarang — bahan baku inti pembuatan semua hal, dari semikonduktor hingga kendaraan listrik.

Pilihan terakhir dan berpotensi paling merusak dari daftar menu yang bisa dipilih China adalah menghambat ekspor logam tanah jarang — bahan baku inti pembuatan semua hal, dari semikonduktor hingga kendaraan listrik. Menurut US Geological Survey (USGS), China berkontribusi sekitar 70% produksi logam tanah jarang pada tahun 2024, dan telah mengembangkan sistem untuk memantau dan mengendalikan ekspornya dengan lebih baik dalam beberapa tahun terakhir, meskipun pembatasan nyata jarang terjadi.

Pembatasan ekspor galium, yang digunakan dalam pembuatan chip, memberikan gambaran tentang apa yang mungkin bakal terjadi. Sejak China menghentikan penjualan langsung ke Amerika pada 3 Desember — sebagai tanggapan atas kontrol ekspor chip yang diberlakukan oleh Presiden Joe Biden — harga spot global telah naik seperlima menjadi 663 dolar AS/kg, demikian menurut data LSEG.

Namun, dampak langsung pada industri Amerika tampaknya terbatas karena China kebanyakan menjual galium ke pembuat komponen di negara-negara seperti Jepang dan Korea Selatan, yang kemudian mengirim barang mereka ke pembeli Amerika. Hal ini sesuai dengan analisis USGS pada bulan Oktober yang menemukan bahwa, tanpa mempertimbangkan gangguan potensial pada rantai pasokan eksternal, larangan total ekspor galium China hanya akan mengurangi PDB Amerika sebesar 3,1 miliar dolar AS atau sekitar 0,1%.

Skenario dasar yang sama berlaku untuk logam tanah jarang. Untuk menjalankan pengaruh yang nyata, Beijing harus mengancam produsen di Jepang dan Korea Selatan dengan tindakan hukuman jika mereka menjual produk yang mengandung logam tanah jarang China ke Amerika Serikat. Hal ini akan secara efektif mencerminkan pendekatan Amerika Serikat terhadap semikonduktor berkualitas tinggi.

Eskalasi perang dagang ini bukan tidak bisa dihindari. Trump dan Xi masih bisa mencapai kesepakatan besar yang mencegah konfrontasi buruk antara dua ekonomi terbesar di dunia ini. Kalaupun mereka ngotot melanjutkan, hasilnya akan sangat pahit dan menyakitkan buat kedua belah pihak. AI