Kementerian Pertanian (Kementan), melalui Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), menggelar sosialisasi Peraturan Menteri (Permentan) No. 44 Tahun 2019. Permentan ini tentang Pelaksanaan Konfirmasi Status Wajib Pajak Dalam Pelayanan Perizinan Berusaha Tertentu Lingkup Kementerian Pertanian.
Dirjen PSP Sarwo Edhy menjelaskan, Konfirmasi Status Wajib Pajak (KSWP) adalah program sinergi antarberbagai Kementerian, Instansi, Lembaga Pemerintahan, Asosiasi dan berbagai Pihak Lainnya (ILAP). Sinergi ini untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memastikan pendapatan negara dapat diterima secara optimal yang terbebas dari praktik culas seperti korupsi.
Bentuk sinerginya berupa terintegrasinya layanan publik dari berbagai ILAP dengan data perpajakan guna mewujudkan keseimbangan antara perolehan hak dan pemenuhan kewajiban setiap warga negara Indonesia sebagaimana amanat Undang-undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
“Salah satu asas pelayanan publik adalah keseimbangan antara hak dan kewajiban. Sehingga penerapan KSWP sebagai salah satu prasyarat masyarakat untuk memperoleh pelayanan publik dapat mendorong keseimbangan antara perolehan hak dan kewajibannya sebagai warga negara,” jelas Sarwo Edhy di Bogor, Selasa (22/10/2019).
Dia menjelasakan, untuk membatasi terjadinya penyimpangan, dimulai sejak pengajuan/proses perijinan pupuk dan pembenah tanah. Pemerintah dalam hal ini Kementan telah menerbitkan produk hukum yang mengatur dalam penyelenggaraan pendaftaran.
Di antaranya Peraturan Menteri Pertanian Nomor 36/Permentan/SR/10/2017 tentang Pendaftaran Pupuk An-Organik yang telah disahkan tanggal 11 Oktober 2017. Permentan tersebut kemudian direvisi menjadi Permentan No. 01/2019 tentang Pendaftaran Pupuk Organik, Pupuk Hayati, dan Pembenah Tanah ditetapkan tanggal 2 Januari 2019 dan Permentan No. 43/2019 tentang Pendaftaran Pestisida yang ditetapkan tanggal 13 Agustus 2019.
Peraturan menteri pertanian ini bertujuan agar pupuk dan pembenah tanah yang akan beredar di pasaran mempunyai mutu yang memenuhi standar mutu.
Selain itu, juga terjamin efektivitasnya serta aman penggunaannya bagi tanaman, melindungi manusia dan bagi lingkungan hidup dari pengaruh yang membahayakan akibat penggunaan pupuk dan pembenah tanah.
“Peraturan ini juga memberikan kepastian bahwa formula pupuk dan pembenah tanah yang beredar tersebut sesuai komposisi yang didaftarkan,” tambah Sarwo Edhy.
Konfirmasi Status Wajib Pajak (KSWP) merupakan salah satu sub-aksi dalam Agenda aksi pencegahan korupsi. Pelaksanaan KSWP berdasarkan Inpres 10/2016 dilaksanakan pada 12 Kementerian Lembaga selanjutnya berdasarkan perpres 54/2018 pelaksanaan KSWP diperluas pada 16 Kementerian lainnya termasuk Kementerian Pertanian.
Sarwo Edhy memaparkan, Permentan No. 44 tahun 2019 mengatur perizinan berusaha tertentu meliputi pendaftaran pestisida dan pendaftaran pupuk yang dilakukan secara elektronik melalui SIMPEL.
Untuk tahap awal pelayanan perizinan lingkup Kementan dengan KSWP adalah Perizinan Pupuk dan Pestisida. Selanjutnya akan dilakukan indentifikasi terhadap perizinan lainya. “Kami sangat mengharapkan agar nantinya stakeholder dapat menjalankan KSWP ini dengan sebaik-baiknya,” katanya.
Sangat Cepat
Penerapan KSWP terhadap perizinan pupuk dan pestisida sangat tepat, karena setiap bulan pelaku usaha mendaftaran produk pupuk di perizinan cukup besar. Contohnya, pada bulan Juli tercatat pemohon pendafatan pupuk sebanyak 103 pemohon dan penebitan izin sebanyak 86 surat.
Pada bulan Agustus 2019, jumlah pemohon perizinan pupuk tecatat sebanyak 99 permohon dan penerbitan izin 82 surat. Sedangkan untuk perizinan pendaftaran pestisida bulan Juli 2019 tercatat sebanyak 1.732 pemohon dan penerbitan izin tercatat 1.128 surat.
Bulan Agustus tercatat pemohon pendaftaran izin pestisida sebanyak 1.142 produk, dan izin yang terbit 697 surat. Memang, pendaftaran izin baik pestisida maupun pupuk tidak pernah sepi, karena izin edar yang diterbitkan Kementan hanya belaku lima tahun. Setelah lima tahun, pemegang pendaftaran harus daftar ulang. Jika tidak didaftar ulang, maka produk atau izin tersebut secara otomatis tidak berlaku lagi.
Sarwo Edhy pernah mengatakan, pihaknya telah mencabut sedikitnya 1.647 izin edar pestisida karena melanggar ketentuan yang ditetapkan. Salah satunya, mengurangi komposisi, sehingga tidak sesuai dengan yang terdaftar.
“Kita sudah mencabut sekitar 1.647 izin pendaftaran pestisida. Belum lama ini ada dua yang kita cabut,” katanya.
Menurut dia, alasan pencabutan izin pendaftaran pestisida itu karena produk yang dipasarkan di bawah standar dari Kementan, sehingga kurang efektif jika digunakan petani. Hal ini berarti merugikan petani sebagai konsumen.
Sarwo Edhy mengingatkan, agar perusahaan pestisida yang sudah mendapatkan izin dan produk dikemas dalam botol harus sesuai dengan yang sudah didaftarkan. “Kami hanya meluruskan dan mengingatkan agar pestisida yang beredar di lapangan sesuai dengan komposisi yang didaftarkan,” katanya.
Apalagi, lanjut Sarwo, pengurangan komposisi pestisida yang dilakukan perusahaan telah merugikan petani dan merupakan dosa besar. “Itu merupakan pembohongan publik. Karena harganya lebih murah, sedangkan petani tidak mengetahui kalau komposisi pestisidanya berkurang. Kualitas seperti itu merugikan petani,” ujarnya.
Sarwo mengatakan, pencabutan izin pestisida itu bukan tanpa alasan. Sebab, pemerintah sudah melakukan pengujian lima sampel terhadap pestisida yang dicabut tersebut. “Kita ambil sampel di tiga provinsi sesuai saran Irjen Kementan, meski sebenarnya dua provinsi cukup,” ujarnya.
Bahkan, saat ini ada enam merek lagi yang tengah proses pencabutan izin edarnya karena mengurangi komposisi. Selain itu Sarwo menduga, masih banyak beredar pupuk dan pestisida yang izinnya sudah dicabut dan izinnya sudah habis.
Pihaknya juga sudah mengirim surat ke daerah untuk menyampaikan daftar pupuk dan pestisida yang surat izinnya dicabut dan izinnya habis. “Ini supaya Pemda juga bisa ikut mengawasi peredaran pestisida yang ilegal. Kami juga minta tolong asosiasi dan KP3 ikut mengawasi di daerah,” katanya. PSP