Perum Bulog berpacu dengan waktu. Lembaga negara yang bergerak di sektor komoditas pangan ini tengah berusaha merealisasikan izin impor gula kristal putih (GKP) yang diberikan Kementerian Perdagangan (Kemendag) sebanyak 328.000 ton dalam tempo 45 hari saja, yakni sejak tanggal 1 April 2014 hingga 15 Mei 2014.
Pemerintah memberi batas waktu hingga tanggal 15 Mei karena pada saat ini pabrik gula-pabrik gula di Pulau Jawa memulai musim gilingnya atau memulai kegiatan memproduksi gula.
Kepala Humas dan Kelembagaan Bulog, Taufan Akib menyatakan hingga pekan lalu, pihaknya masih terus melakukan proses pembelian GKP dengan sejumlah importir di luar negeri. “Proses pembelian masih terus dilakukan dan telah ada realisasi dari kontrak dengan sejumlah importir dengan mengirimkan GKP ke Indonesia,” ujarnya.
Walaupun telah ada realisasi dari kontrak pembelian GKP yang dilakukan Bulog, namun Taufan belum mendapatkan angka pastinya karena prosesnya terus berjalan. “Prosesnya terus bergulir sehingga belum ada angka pastinya mengenai volume gula yang direalisasikan pengirimannya,” ucapnya.
Jika melihat kemajuan yang berarti, dia memperkirakan hingga pekan lalu angka 100.000 ton GKP sudah didapat Bulog. “Volume sebesar itu mungkin sudah diperoleh,” tuturnya.
Mengacu pada perkembangan yang terjadi di lapangan, Taufan optimis pihaknya bisa merealisasikan izin impor GKP dengan volume yang ditetapkan pemerintah. “Kita optimis bisa memenuhi target impor GKP sesuai angka yang ditetapkan,” jelasnya.
Sementara sumber Agro Indonesia yang dekat dengan Bulog mengungkapkan, sebenarnya Bulog mengalami kesulitan untuk memenuhi volume impor GKP yang ditetapkan pemerintah sesuai tenggat waktu yang ditentukan pada 15 Mei 2014 ini.
“Bulog sebenarnya mengalami kesulitan untuk mendatangkan 328.000 ton GKP hingga tanggal 15 Mei. Ada sejumlah kendala yang dihadapi lembaga ini untuk mendatangkan gula tersebut ke Indonesia,” papar sumber Agro Indonesia.
Dia mencontohkan tentang sulitnya mendapatkan kapal angkut dalam waktu yang singkat ini serta proses pengiriman GKP dari negara asal ke Indonesia yang juga cukup memakan waktu.
Dia mengatakan, kemungkinan Bulog akan meminta perpanjangan waktu realisasi impor GKP sebesar 328.000 ton jika tenggat waktu 15 Mei yang ditetapkan pemerintah terlewati. “Bisa saja Bulog meminta perpanjangan waktu realisasi kepada Kementerian Perdagangan hingga bulan Juni atau Juli,” ucapnya.
Evaluasi
Soal kemungkinan Bulog meminta perpanjangan tenggat waktu realisasi impor GKP, Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi menyatakan pihaknya akan mengevaluasi terlebih dulu kondisi di lapangan sebelum memutuskan perlu tidaknya perpanjangan waktu bagi Bulog. “Kita akan evaluasi bagaimana keadaan di lapangan,” katanya.
Bayu menegaskan, batas waktu 15 Mei ditetapkan pemerintah kepada Bulog untuk merealisasikan izin impor GKP dengan alasan pada saat ini produsen gula di sentra-sentra produksi gula di Jawa telah memulai kegiatan giling tebu.
“Yang perlu dipertimbangkan, mulai Mei adalah masa giling,” ujarnya. Dengan dimulainya masa giling, maka pasokan gula di daerah-daerah yang selama ini menjadi sentra produsen gula, akan berlebih.
Namun, ungkap Bayu, pemerintah juga harus melihat kondisi di daerah-daerah yang bukanlah sentra produsen gula. “Jadi, kita evaluasi dulu bagaimana kondisinya. Yang penting, stok untuk daerah-daerah non produsen harus terpenuhi juga,” ucapnya.
Bayu sendiri berharap Bulog bisa merealisasikan seluruh volume GKP yang diizinkan untuk diimpor.” Bulog juga terus memberikan laporan mengenai kegiatan realisasinya kepada Kementerian Perdagangan,” papar Bayu, yang menolak menyebutkan volume pasti impor GKP yang telah direalisasikan Bulog hingga akhir pekan lalu.
Perubahan
Pemberian izin impor GKP merupakan yang pertama kali diterima Bulog dari pemerintah dalam beberapa tahun belakangan ini. Sebelumnya, Bulog hanya mendapatkan izin impor berupa raw sugar (gula mentah) yang kemudian diolah menjadi GKP di dalam negeri.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyatakan, pemberian izin impor GKP sebesar 328.000 ton kepada Bulog bukanlah keputusan sepihak dari Kemendag.
Menurutnya, pemberian izin itu sesuai dengan keputusan yang diambil dalam Rapat Koordinasi yang dipimpin Menko Perekonomian Hatta Rajasa pada Desember 2013 lalu.
“Putusan Rakor Menko akhir tahun itu setuju bahwa Bulog diharuskan untuk mengimpor 350.000 ton. Jadi, sekarang ini, itu yang saya perintahkan,” kata Lutfi saat mengumumkan pembrian izin impor GKP kepada Bulog beberapa waktu lalu.
Dia juga mengungkapkan, impor GKP oleh Bulog ini hanya untuk cadangan stok pemerintah yang sewaktu-waktu dapat dipasok ke pasar ketika harga gula di dalam negeri melonjak. Dengan begitu, pemerintah dapat mengendalikan harga gula di dalam negeri yang kerap naik-turun karena permainan spekulan. “Fungsinya adalah iron stock. Artinya, pemerintah tidak bisa dipojokan karena kita punya stok,” tandasnya.
Mendag juga menepis kekhawatiran bahwa impor GKP ini akan membuat harga gula produksi petani lokal jatuh. Menurutnya, justru impor GKP ini untuk menjaga stabilitas harga gula, termasuk di tingkat petani.
“Jadi, saya mau ingatkan, ini bukan untuk hancurkan harga petani, tapi agar kita tidak dipermainkan oleh spekulan,” katanya.
Seperti diketahui, harga gula di pasar dalam negeri mencapai di atas Rp10.000/kg. Harga itu jauh di atas harga gula di pasar internasional saat ini. Bahkan, harga gula di tingkat eceran lebih tinggi lagi.
Data yang dirilis International Sugar Organization menyebutkan, harga gula pada 8 Mei 2014 mencapai sebesar 471,40 dolar AS/ton (sekitar Rp5,4 juta/ton atau Rp5.400/kg). Disparitas harga yang begitu tinggi ini menyebabkan adanya aksi penyelundupan atau rembesan gula dari luar negeri ke wilayah Indonesia, terutama di kawasan perbatasan.
Petani menolak
Walaupun tujuannya sebagai stok penyangga, namun izin impor GKP yang diberikan pemerintah kepada Bulog mendapat penolakan keras dari kalangan petani.
Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) meminta pembatalan rencana impor gula yang dilakukan oleh Bulog atas rekomendasi Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 527/MPP/Kep/9/2004.
“Musim giling tebu untuk memproduksi gula kristal putih konsumsi rumah tangga sudah dimulai. Impor yang akan dilakukan Bulog jelas tidak sejalan dengan komitmen pemerintah untuk swasembada gula,” Ketua Bidang Perdagangan Dewan Pimpinan Nasional HKTI, Ismed Hasan Putro, pekan lalu
Menurut dia, stok gula nasional saat ini mencapai lebih dari cukup. Jika dipaksakan impor, tentu akan meresahkan dan mengancam petani tebu dan pabrik gula (PG) nasional. “Masuknya gula impor akan mengakibatkan semakin turunnya harga gula yang berdampak pada meruginya petani tebu,” ujarnya.
Dia menegaskan, langkah impor gula melalui Bulog hanya mempertegas bahwa komitmen agar dalam jangka panjang adanya peningkatan produktivitas gula nasional hanya slogan kosong. Sebaliknya, target swasembada berpotensi gagal karena petani akan enggan menanam Tebu.
Penolakan gula impor juga disampaikan Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI). Ketua Umum APTRI, Soemitro Samadikoen mengatakan, persetujuan impor gula kristal putih kepada Bulog sebanyak 328.000 ton yang berlaku per 1 April 2014 sampai 15 Mei 2014 tersebut sangat disayangkan.
“Kami sangat menyayangkan kebijakan impor ini. Sebab, akhir Maret lalu stok gula masih ada sekitar 788.000 ton dan itu masih cukup untuk memenuhi kebutuhan tiga bulan dan Mei sudah mulai musim giling tebu dan gula impor ini dikhawatirkan membuat harga gula lokal jatuh,” tuturnya. Elsa Fifajanti/B Wibowo