Praktik pertanian urban (urban farming) bisa menjadi solusi penyediaan pangan masyarakat sekaligus membantu penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) untuk pengendalian perubahan iklim.
Demikian terungkap saat diskusi virtual Pojok Iklim, Rabu (8/7/2020). Pojok iklim adalah forum multi pihak untuk berbagi pengetahuan dan praktik nyata pengendalian perubahan iklim. Pojok iklim dikelola oleh Dewan Pertimbangan Pengendalian Perubahan Iklim (DPPPI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Ketua DPPPI Sarwono Kusumaatmadja menuturkan ada 3 tekanan yang dihadapi terkait persoalan pangan saat ini. Tekanan itu adalah perubahan iklim, pandemi COVID-19, dan pelemahan perekonomian.
“Dengan mengambil urban farming sebagai model, persoalan ketahanan pangan bisa dicukupi,” katanya.
Meski demikian dia menyatakan perlu dilakukan upaya agar urban farming bisa dipraktikan secara luas.
Endang S Thohari, anggota DPR Komisi IV yang membidang pertanian, kehutanan, dan perikanan menyatakan praktik pertanian urban bisa dilakukan dengan berbagai teknik. Mulai dari hidroponik, aquaponik, vertikultur, atau di dalam rumah kaca.
Dia menyatakan badan pangan PBB, FAO, mengakui peran penting pertanian urban dalam terkait penyediaan pangan. “Saat ini ada 200 juta petani urban farming yang memasok pangan bagi 700 juta orang secara global,” katanya.
Praktisi urban farming Profesor Agus Pakpahan mengungkapkan potensi pemanfaatan serangga Hermetia illucen yang dikenal sebagai Black Soldier Fly (BSF) untuk mengkonversi sampah organik menjadi pupuk hayati. “BSF bahkan bisa dikembangkan untuk pangan, apalagi kalau sudah diproses,” katanya.
Baca juga : Tentara Pengelola Sampah Organik
Dia menjelaskan teknologi biokonversi secara garis besar memanfaatkan sampah organik bagi larva BSF. Prosesnya akan menghasilkan cairan yang akan menjadi pupuk cair. Pupuk cair dari teknologi biokonversi lebih baik dari pupuk cair lain karena mengandung berbagai enzim yang diproses dari larva BSF.
Sampah organik padat yang telah diurai oleh larva BSF bisa dimanfaatkan sebagai kompos untuk pupuk tanaman. Larva BSF dewasa nantinya bisa dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak.
Agus menyatakan pemanfaatan serangga BSF sangat tepat untuk pengendalian perubahan iklim. Proses pemanfaatan ulang sampah organik bisa mengendalikan pelepasan gas metana yang berdampak pada perubahan iklim. Di sisi lain, pemanfaatan pupuk organik bisa mengurangi pemanfaatan pupuk kimia yang prosesnya melepas banyak gas rumah kaca.
Praktisi penyuluhan Eka Widodo Soegiri mengingatkan, pengendalian perubahan iklim perlu dilakukan dengan bahasa dan praktik yang mudah dipahami oleh masyarakat awam. “Ini pentingnya peran penyuluh. “Penyuluh menyederhanakan bahasa ilmiah, bahasa birokrasi menjadi nyata di tingkat tapak,” katanya.
Baca juga: Surga Mini di Bekasi
Eka menyatakan, urban farming bisa berperan ganda untuk menyelesaikan isu perubahan iklim sekaligus penyediaan pangan di tingkat tapak. Dia menuturkan, telah mempraktikan urban farming di Bekasi Jawa Barat dengan konsep JIP yang merupakan akronim dari jagung, ikan, dan pohon.
Budidaya jagung dan ikan bisa dilakukan di bawah tegakan pohon. “Jagung merepresentasikan tanaman pangan, ikan itu protein, dan pohon untuk tabungan di masa depan,” katanya.
Sugiharto